Perkembangan Kajian Inderaja Terhadap Komunitas Ikan

28 Kepulauan Seribu tidak hanya terjadi terhadap karang melainkan juga terhadap komunitas padang lamun yang tergolong kurang mendapat perhatian. Gambar 4. Perubahan luas tutupan padang lamun di daerah penelitian, Kepulauan Seribu Agus et al. 2012, in press 29 Dari Gambar 3 dan 4 dapat diketahui bahwa padang lamun juga tergolong biota penyusun habitat di perairan laut dangkal Kepulauan Seribu. Analisis data satelit multiplatform dan multitemporal yang ditunjukkan pada Gambar 4 menunjukkan adanya penurunan luas padang lamun secara signifikan di daerah penelitian. Pada tahun 2009, penutupan kelas habitat padang lamun hanya sekitar 225,89 hektar atau 2.258.900 m 2 , sedangkan penutupan kelas darat meningkat drastis menjadi 111,92 hektar. Penyusutan luas juga terdeteksi untuk kelas habitat terumbu karang dan pasir menjadi 481,82 hektar dan 345,22 hektar Gambar 4. Tabel 3. Perubahan luas tutupan padang lamun di kawasan penelitian di Kepulauan Seribu Padang Lamun 1977 1982 1997 2003 2009 Luas lamun pada tahun tertentu m2 4.233.600 3.780.000 3.700.800 3.051.300 2.258.900 Penyusutan luas lamun terhadap data tahun 1977 m2 -453.600 -532.800 -1.182.300 -1.974.700 Persentase perubahan luas lamun +- -10,71 -12,59 -27,93 -46,64 Keterangan: menunjukkan perubahan luas lamun yang bertambah + atau menyusut - Pada tahun 1977, diketahui bahwa luas padang lamun di kawasan penelitian mencapai 4.233.600 m 2 Tabel 3. Lima tahun kemudian pada 1982, luas padang lamun mengalami penyusutan sebesar 453.000 m 2 atau berkurang 10,71. Dalam kurun waktu 20 tahun, penyusutan padang lamun di tahun 1997 meningkat menjadi 12,59 dan mengalami peningkatan yang drastis setelah tahun 2000 mencapai 27,93 tahun 2003 dan 46,64 tahun 2009. Apabila penyusutan padang lamun sebelum tahun 2000 adalah 26.640 m 2 tahun, maka setelah pergantian milenia penyusutan padang lamun melonjak drastis menjadi 120.158 m 2 tahun Agus et al. 2012, in press. 30

3.2. Aspek Demografi Dan Pemanfaatan Sumberdaya Alam

Secara top-down, mekanisme pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan Kepulauan Seribu telah ditetapkan melalui penetapan kawasan Taman Nasional Laut berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 162Kpts-II1995 dan No. 6310Kpts-II2002. Adanya pemintakatan dalam pengaturan pemanfataan dan perlindungan, tidak serta merta menjadikan kondisi alam Kepulauan Seribu terjaga apik dan menghindarkannya dari ancaman kerusakan karena aspek pengawasan dan penegakan hukum menjadi kendala utama dalam penerapan mekanisme perlindungan kawasan terumbu karang. Dari 106 pulau yang tersisa berdasarkan 110 pulau yang terdaftar, tidak seluruhnya termasuk kawasan Taman Nasional seperti Pulau Air, Pulau Sebira, serta pulau-pulau di bagian selatan Kepuluan Seribu. Beranjak dari hal tersebut, adanya perundangan mengenai desentralisasi pemerintahan dan pemekaran wilayah menjadikan kawasan Kepulauan Seribu sebagai Kabupaten Administratif yang penduduknya tersebar di 11 pulau yang disajikan pada Tabel 4. Sebagai ibukota kabupaten dan pusat pemerintah daerah adalah Pulau Pramuka. Tabel 4. Daftar pulau berpenghuni di kawasan Kepulauan Seribu Sebagai kawasan dengan wilayah lautnya lebih besar dari wilayah daratan maka titik berat pembangunan di Kepulauan Seribu adalah pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan kelautan seoptimal mungkin bagi kesejahteraan 31 masyarakat. PERDA DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 memberikan arahan kebijakan pengembangan Wilayah Pembangunan WP Kepulauan Seribu, yaitu untuk meningkatkan kegiatan pariwisata, kualitas kehidupan masyarakat nelayan melalui peningkatan budidaya laut dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan tetap melakukan konservasi ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove. Berdasarkan arahan tersebut, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta telah membuat rencana tata ruang di Kepulauan Seribu yang mencakup penataan pemanfaatan darat pulau dan perairan. Secara ringkas, pemanfaatan pulau-pulau di Kepulauan Seribu dikelompokkan menjadi 8 kategori, yaitu: 1. Gugusan pulau-pulau zona inti yang berfungsi sebagai konservasi lingkungan. Contohnya: Pulau Belanda, Pulau Penjaliran Barat dan Timur, serta Pulau Peteloran Kecil; 2. Gugusan pulau-pulau zona perlindungan yang dapat dimanfaatkan untuk ekowisata tetapi tidak diperbolehkan membangun sarana dan prasarana komersil. Contoh: Pulau Papatheo Petondan Timur; Pulau Matahari; Pulau Kotok; Pulau Kaliage; 3. Gugusan pulau-pulau wisata yang dapat diusahakan untuk kegiatan pariwisata bahari secara komersil. Contoh: Pulau Bidadari, Pulau Untung Jawa, Pulau Kotok Besar, dan Pulau Tidung Besar; 4. Gugusan pulau-pulau permukiman yang khusus diperuntukkan bagi permukiman. Contoh: Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Lancang Besar, dan Pulau Kelapa; 5. Gugusan pulau-pulau cagar budaya yang berfungsi untuk melestarikan kebudayaan termasuk bangunan bersejarah. Contoh: Pulau Damar, Pulau Onrust; 6. Gugusan pulau-pulau penelitian dan percontohan yang khusus digunakan untuk penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi yang ramah lingkungan. Contoh: Pulau Pari; 7. Gugusan pulau-pulau penghijauan yang berfungsi sebagai cagar alam untuk melindungi ekosistem setempat. Contoh: Pulau Bokor, Pulau Semak Daun; 32 8. Gugusan pulau-pulau khusus yang diperuntukkan untuk kegiatan khusus seperti rambu-rambu lalu lintas, pertambangan, pertahanan keamanan dan lain-lain. Contoh: Pulau Karya, Pulau Peniki. Selain Kewaspadaan dan kepedulian terhadap penurunan kualitas habitat dan meningkatnya laju pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan pesisir dan laut, telah ditunjukkan melalui pembentukan Area Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat APL, selain telah ditetapkannya status konservasi Taman Nasional Laut di tahun 1990-an.

3.3. Terumbu Karang sebagai Habitat Pemijahan Ikan Terumbu Dewasa

Terumbu karang merupakan habitat dan ekosistem biogenis karena utamanya dibangun oleh biota karang skleraktinia yang telah berevolusi sejak pertengahan masa Jurasik Hopley 2011. Sebagai penyedia habitat, biota yang keberadaannya paling maujud di terumbu karang adalah ikan, karena mengisi nyaris seluruh ruang yang kompleks di sistem tersebut, mulai dari kolom hingga dasar perairan, di celah sempit antar karang, tentakel anemon, sampai menyaru di antara karang kipas. Ikan terumbu merupakan sumberdaya hayati yang berperan sangat penting dalam perekonomian masyarakat nelayan Kepulauan Seribu. Hasil kajian yang didanai Dinas Kelautan dan Perikanan di tahun 2007, mendapati kemungkinan keberadaan fish spawning aggregation site FSAs di perairan Pulau Panggang Sunuddin, unpublished data yang perlu diverifikasi keberadaannya dan dikaji sifat ekologisnya dalam menunjang keberlanjutan stok perikanan terumbu setempat. Di sisi lain, kajian mengenai pemijahan massal ikan terumbu masih jarang dilakukan di perairan nusantara Purwanto et al. 2010 serta sulit diamati secara konsisten karena sifatnya yang unik untuk spesies ikan tertentu, khususnya ikan target tangkapan nelayan. Ancaman lain terhadap perairan terumbu karang yang menjadi lokasi pemijahan massal ikan adalah bahwa secara naluriah wilayah tersebut telah digunakan nelayan sebagai lokasi penangkapan ikan dan tak jarang menggunakan metode penangkapan yang destruktif Caras and Pasternak 2009. 33

3.2.1. Reproduksi ikan terumbu

Ikan di ekosistem terumbu karang memiliki mekanisme, periode, dan tingkah laku reproduksi yang bervariasi antar spesies Leis 1991. Ada spesies yang melakukan mekanisme parental care, seperti memelihara telur dan juvenilnya di dalam mulut atau di habitat terlindung yang dijaga selama periode tertentu, seperti ikan giru atau Amphiprion spp. dan Pterapogon kaudernii. Sebagian besar spesies ikan terumbu diketahui memeragakan tingkah laku sosial dalam bereproduksi, yaitu mulai dari courtship behavior sampai pemijahan agregasi mass spawning. Selain beragam tingkah laku yang ada, reproduksi ikan diperumit lagi oleh mekanisme lain yang terkait perubahan kelamin pada periode tertentu dalam daur hidupnya. Ada spesies ikan yang dapat melakukan self- fertilization seperti Rivulus marmoratus Cyprinodontidae, dan banyak jenis ikan terumbu yang diketahui mengalami pergantian jenis kelamin hermaphroditism, seperti Cheilinus undulatus, Amphiprion akallopisos, dan ikan Famili Serranidae yang mengalami perubahan kelamin dari jantan dewasa muda ke betina dewasa tua atau hermafrodit protandri seperti ikan-ikan Famili Scaridae. . Sampai saat ini diduga sedikitnya ada 130 spesies ikan terumbu yang diketahui melakukan pemijahan secara berkelompok massal, baik pada kurun periode maupun lokasi tertentu Russell 2001. Setelah melakukan aktivitas pemijahan, biasanya akan terbentuk larva atau telur ikan yang melayang dan terbawa arus selama beberapa hari sampai beberapa bulan. sebelum menetap di habitat pemeliharaan recruitment. Terkait dengan hal tersebut, sangat perlu dikaji bagaimana profil aliran larva dari habitat pemijahan ke habitat pemeliharaan, sehingga komponen strategis dalam dinamika populasi ikan, terutama ikan bernilai ekonomi penting, dapat lebih dipahami dan kelestariannya dapat dipertahankan secara nyata. Salah satu bioregion yang memiliki kajian intensif mengenai lokasi dan pemantauan pemijahan ikan adalah Karibia Heyman et al. 2008, Australia Russell 2001 dan Palau Colin 2006. Salah satu contohnya adalah ikan kerapu Nassau, Epinephelus striatus, yang didokumentasi melakukan aktivitas pemijahan di bulan Desember dan Januari Sala et al. 2001. Pada bulan-bulan tersebut, ikan 34 kerapu Nassau betina menunjukkan ciri morfologis unik berupa benjolan gonad matang di bagian perut atau perubahan warna ikan jantan. Dengan demikian, pengamatan dan observasi mendalam terhadap karakteristik unik morfologi ikan sangat umum dilakukan pada kegiatan survei dan monitoring daerah pemijahan di ekosistem terumbu karang. Selain karakteristik morfologi unik, di daerah pemijahan ikan yang berada di sekitar perairan terumbu karang juga dapat dijumpai pola tingkah laku unik yang hanya berlangsung saat atau menjelang kegiatan pemijahan tersebut. Colin 2006 mencatat bahwa menjelang kegiatan pemijahan massal sebagian besar individu betina ikan kerapu Epinephelus polyphekadeon berkumpul di dasar perairan yang didominasi oleh substrat pasir dengan serakan koloni karang masif berukuran besar patches of large coral boulders. Secara geomorfologi, habitat pemijahan tersebut umumnya berada di dekat mulut kanal atau celah sempit antar pulau atau antar sistem terumbu yang terpisah. Di tapak terumbu lain yang berdekatan, spesies kerapu lain Plectropomus areolatus, Epinephelus fuscoguttatus dan ikan napoleon Cheilinus undulatus juga terjumpai melakukan pemijahan Colin 2006. Pola tingkah laku yang berbeda ditunjukkan oleh gerombolan ikan bandeng Chanos chanos, yang melakukan kegiatan pemijahan di kolom perairan dengan didahului aktivitas courtship di zona luar tebing paparan terumbu di Great Barrier Reef Russell 2001.

3.2.2. Catatan pengamatan pemijahan ikan terumbu 2010-2012

Upaya mengamati kegiatan pemijahan telah dilakukan di sejumlah lokasi di perairan Kepulauan Seribu. Pada awal periode penelitian 2010, pengamatan dilakukan menurut pergantian fase lunar Kalender Hijriah, yaitu fase bulan mati new moon, fase bulan ¼, fase purnama, dan fase bulan ¾. Awalnya kegiatan penyelaman berlangsung pada waktu menjelang fajar sebelum jam 6:00 pagi dan menjelang terbenamnya matahari setelah jam 17:00 sore, namun setelah survei Nopember 2010 penyelaman untuk mengamati tanda pemijahan dilakukan saat pergantian periode pasang-surut. Keterbatasan sumberdaya penelitian dan perkembangan sejumlah fakta menjadikan pengamatan pemijahan pada tahun