Sejalan dengan tahap perkembangannya, maka setiap individu remaja mempunyai tugas-tugas perkembangannya sendiri-sendiri. Adapun yang
dimaksud dengan tugas perkembangan tersebut adalah serangkaian tugas yang timbul pada masa-masa tertentu.
Menurut Robert J. Havighurst dalam Rochmah, mengartikan tugas perkembangan sebagai berikut: A developmental task is a task which aries at or
about a certain period in the life of the individual, successful achievement of which leads to his happiness and to success whith later task, while failure leads to
unhappiness in the individual, disapproval by society, and difficulty whith later task. Maksudnya, bahwa tugas perkembangan itu merupakan suatu tugas yang
muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan
dalam menuntaskan tugas berikutnya; sementara jika gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, sehingga
bisa menimbulkan penolakan masyarakat dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya.
72
Berkenaan dengan hal tersebut, Havigrus dalam Rochmah menguraikan tugas-tugas perkembangan pada masa remaja sebagai berikut:
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
c. Menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
d. Mengharap dan mencapai perilaku sosial dan bertanggung jawab.
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya. f.
Mempersiapkan karir ekonomi. g.
Mempersiapkan perkawinan keluarga. h.
Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.
73
72
Ibid.
73
Ibid., h. 10.
Sehingga remaja yang mengetahui dengan baik tugas-tugas perkembagan pada dirinya akan mampu mengontrol dan mengendalikan sikapnya dalam
berinteraksi dengan orang lain. Inilah yang membuat setiap remaja harus mengetahui tugas perkembangan pada dirinya.
B. Hakikat Self Control
1. Pengertian Self Control
Sangat banyak teori yang dapat dikemukakan sehubungan dengan pengertian kontrol diri ini. Lihat saja misalnya pendapat Chaplin, yang
menjelaskan bahwa self control atau kontrol diri adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi
impuls-impuls atau tingkah laku impulsif.
74
Atau seperti Carlson yang mengartikan kontrol diri sebagai kemampuan seseorang dalam merespon sesuatu,
selanjutnya juga dicontohkan, seorang anak dengan sadar menunggu reward yang lebih sadar dibandingkan jika dengan segera tetapi mendapat yang lebih kecil
dianggap melebihi kemampuan kontrol diri.
75
Menurut Goleman, kontrol diri adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri mengendalikan tindakan dengan pola yang sesuai dengan usia, suatu kendali
batiniah. Begitupun dengan pendapat Bandura dan Mischel, sebagaimana dikutip Carlson, yang mengatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu
dalam merespon suatu situasi. Demikian pula dengan Piaqet yang mengartikan tingkah laku yang dilakukan dengan sengaja dan mempunyai tujuan yang jelas
tetapi dibatasi oleh situasi yangkhusus sebagai kontrol diri.
76
Senada dengan definisi di atas, Thompson mengartikan kontrol diri sebagai suatu keyakinan bahwa seseorang dapat mencapai hasil-hasil yang
diinginkan lewat tindakan diri sendiri. Karena itulah menurutnya, perasaan dan kontrol dapat dipengaruhi oleh keadaan situasi, tetapi persepsi kontrol diri terletak
74
J. P. Caplin, Kamus Lengkap Psikologi Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997, h. 316.
75
N.R. Carlson, The Science of Behavior Boston: Allyn and Bacon a Division of Simon and Schusster Inc., 1987, h. 94.
76
Ibid., h. 96.
pada pribadi orang tersebut, bukan pada situasi. Akibat dari definisi tersebut adalah bahwa seseorang merasa memiliki kontrol diri, ketika seseorang tersebut
mampu mengenal apa yang dapat dan tidak dapat dipengaruhi melalui tindakan pribadi dalam sebuah situasi, ketika memfokuskan pada bagian yang dapat
dikontrol melalui tindakan pribadi dan ketika seseorang tersebut yakin jika memiliki kemampuan organisasi supaya berperilaku yang sukses.
77
Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuan untuk mengontrol dan
mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan
perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian, keinginan untuk mengubah perilaku agar sesuai bagi orang lain, menyenangkan orang lain, tanpa menutup
perasaannya. Di jaman sekarang, kita jarang menemui orang yang sangat bangga dengan
sikap disiplinnya. Bahkan disiplin dikaitkan dengan hukuman, surat peringatan, teguran keras, bahkan PHK. Padahal ini baru penerapan disiplin ‘kelas kambing’.
Bila kita mentaati rambu lalu lintas hanya bila ada polisi, tentunya kita tidak bisa mengaku bahwa kita orang yang berdisiplin. Untuk menjadi seorang yang
berdisiplin, latihan-latihan mental untuk mengontrol diri harus dilakukan jutaan kali dan melalui proses yang panjang.
Latihannya antara lain menahan desakan keinginan sambil mengevaluasi keyakinan, memperkuat motivasi dengan membayangkan hasil akhir yang lebih
baik, serta mengelola konflik dengan membayangkan konsekuensi pelanggaran versus komitmen yang dibuat. Disiplin memang sering dimulai dari peraturan,
tetapi disiplin yang sebenarnya adalah kalau sudah menjadi persepsi tentang hidup atau gaya hidup. Pada tingkat inilah individu baru bisa bangga pada
kompetensinya ini dan bisa merasa percaya diri karena mempunyai sikap mental yang benar.
77
B. Smet, Psikologi Kesehatan Jakarta: Grasindo, 1994, h. 38.