Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Swasta

dan harus sudah jadi sebelum memasuki tahun pelajaran baru. b pengembangan program pembelajaran ekstrakurikuler PAI. Untuk program ekstrakurikuler dikembangkan oleh koordinator kesiswaan beserta pembina ekstra dan pengurus OSIS bidang ketaqwaan. Sedangkan program ekstrakurikuler yang mendukung pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMA Plus Al-Azhar Medan adalah Seni Membaca Alquran SMA dan Pidato Bahasa Arab. 2 pengembangan program dalam bentuk kegiatan tugas terstruktur adalah pembiasaan IMTAQ, pembia saan sholat Jum’at di sekolah, dan bimbingan keputrian dibina oleh kelompok kajian Islam KIASS Kreatifitas Insan Anak Sholeh dan Sholehah, 3 pengembangan program mandiri tak terstruktur adalah pembiasaan suasana religius di kawasan sekolah. yaitu; a. Budaya 3 SAS Salam, Salim, Senyum, Ambil Sampah, b. Budaya Jum’at Bersih, c. Halal Bihalal, d. Peringatan hari Besar Islam PHBI seperti kegiatan pondok romadhan, Nuzulul Qur’an, Penerimaan dan penyaluran Zakat, Idul Fitri, Idul Qurban dan lain-lain. e. Santunan Kematian, f. Santunan Anak Yatim, g. dan h. Budaya beramal jariyah setiap jum’at. Pengorganisasian dan pengarahan pengembangan program pembelajaran PAI dilaksanakan melalui workshop dan rapat pembina OSIS dengan mendatangkan nara sumber yang berkompeten baik dari perguruan tinggi maupun pondok pesantren. Pengendalian pengembangan program pembelajaran PAI di SMA Plus Al-Azhar Medan secara menyeluruh dilakukan melalui rapat rutin bulanan dengan melibatkan seluruh staf dan dewan guru. Rapat rutin bulanan tersebut dilaksanakan sebagai kontrol terhadap pelaksanaan kegiatan pendidikan secara keseluruhan di SMA Plus Al-Azhar Medan. Sedangkan pengendalian pelaksanaan program pembelajaran PAI baik program intrakurikuler, ekstrakurikuler, maupun kegiatan pembiasaan budaya religius dilakukan dengan mengadakan evaluasi hasil belajar siswa dan kegiatan monitoring melalui supervisi kelas, daftar kehadiran Pembina ekstra, hasil prestasi siswa di bidang keagamaan dan terkendalinya siswa dengan kenaikan kelas yang nilaianya ditentukan lewat ketercapaian dengan KKM yang ditetapkan. Pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan agama Islam berorientasi pada penerapan Standar Nasional Pendidikan. Untuk itu dilakukan kegiatan- kegiatan seperti pengembangan metode pmbelajaran pendidikan agama Islam, pengembangan kultur budaya Islami dalam proses pembelajaran, dan pengembangan kegiatan-kegiatan kerokhanian Islam dan ekstrakurikuler. Pembelajaran pendidikan agama Islam perlu memperhatikan beberapa hal, pertama, mempertimbangkan kurikulum dengan memperhatikan materi essensial yang memungkinan diberikan kepada peserta didik dengan tetap mengacu pada standar nasional dalam merancang kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah. Kedua, memperhatikan proses pembelajaran atau model pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah baik di dalam kelas intra kurikuler maupun ekstra kurikuler. Ketiga, sikap guru pendidikan agama Islam dalam mengajar. Guru pendidikan agama Islam tidak hanya memikirkan tuntutan kewajiban formal mengajar di sekolah. Namun memiliki jiwa dan semangat sebagai muslim yang mempunyai kewajiban untuk mengajar menyampaikan ilmu pengetahuan dan mendidik peserta didik sehingga dapat menyiarkan dan melestarikan agama Islam. Tugas mengarahkan dilakukan oleh pemimpin, oleh karena itu kepemimpinan kepala sekolah, mempunyai peran yang sangat penting dalam mengarahkan personil untuk melaksanakan kegiatan pengembangan program pembelajaran. Lebih lanjut dapat dilihat dalam sabda Nabi saw: وم يبا نع َةَدْرُ ب يبا نع َثَعَ ب اَذِا ملسو هيلع ها ىلص ها ُلوسر َناَك لاق ىس ْوُرِسَعُ ت َََو اْوُرِسَيَو اْوُرِفَ ُ ت َََو اْوُرِشَب لاق ِِرْمَا ِدْعَ ب يِف ِهِب اَحْصَا ْنِم اًدَحَا Artinya: “Dari abi Burdah dari abi Musa ia berkata, Rasulullah SAW jika mengutus salah se orang sahabatnya dalam suatu perkaranya Nabi bersabda: “ buatlah mereka bahagia dan jangan kau buat takut, dan permudahlah jangan kau persulit”. 225 Terdapat perbedaan signifikan antara guru dalam pembelajaran. Guru yang otoriter cenderung berbuat banyak untuk mengambil keputusan, sedangkan guru yang demokratis, membagi kepada kelompok untuk membuat keputusan.

5. Evaluasi Pembelajaran PAI di SMA Swasta Al-Azhar Plus Medan

Secara umum evaluasi pembelajaran PAI di SMA Plus Al-Azhar Medan dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu penilaian program, proses dan penilaian hasil pembelajaran. Pertama, penilaian program mencakup penilaian terhadap rencana tahunan, semester dan persiapan mengajar. Penilaian ini dilakukan oleh guru, kepala sekolah dan pembina lainnya. Kedua, penilaian proses, digunakan dalam rangka membina, memperbaiki dan membentuk sikap atau cara belajar maupun cara guru mengajar. Penilaian ini hanya dilakukan oleh guru PAI, dan penilaian dari pembina penilik PAI agak kurang dilakukan, sedangkan evaluasi dalam lingkup sekolah intens dilakukan dalam rangka menyatupadukan langkah tujuan pembelajaran PAI di SMA Plus Al-Azhar Medan. Ketiga, penilaian hasil merupakan penilaian terhadap hasil belajar siswa yang mencakup pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Pelaksanaan penilaian ini dilakukan melalui pengamatan, tes tertulis, tes lisan dan penugasan. Namun dalam penetapan nilai afeksi siswa, masih ditemui beberapa kendala. Kegiatan yang dilakukan guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan self control di SMA Plus Al-Azhar Medan diawali dengan membaca AlQur’an selama 15 menit sebelum aktifitas belajar mengajar pada pukul 06.45 WIB sampai dengan 07.00 WIB. Lalu dilanjutkan dengan materi pelajaran disekolah dan pukul 09.30 WIB dilanjutkan dengan ibadah sholat dhuha di Masjid SMA Plus Al-Azhar Medan dan dilaksanakan ibadah sholat dzuhur dan ashar berjamaah dan dilanjutkan kultum oleh siswa dan program malam bina taqwa yang diadakan oleh guru pendidikan agama Islam yang didukung oleh pihak sekolah memberikan dampak juga pada peningkatan self control. 225 Al Imam Muslim bin Al-hajjaj Al-Qusyairi An-Naisyaburi, Shohih Muslim Beirut: Darul Kutub Al Alamiyah, 1971, h. 101. Evaluasi pendidikan agama Islam jangan hanya mengandalkan evaluasi kemampuan kognitif saja, tetapi harus dievaluasi juga sikap, prakteknya atau keterampilan psikomotor dan sikapya afektif. Guru melakukan pengamatan terhadap perilaku sehari-hari peserta didik tersebut apakah peserta didik itu shalat? Kalau dilaksanakan apakah shalatnya benar sesuai tata caranya? Evaluasi ini sebetulnya menentukan status peserta didik tentang hasil belajarnya itu apakah sudah mencapai tujuan yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tujuan agama itu adalah supaya peserta didik bisa menjalankan agama Islam dengan baik maka evaluasinya harus sesuai, dan evaluasinya itu bukan hanya hafal tentang kaidah- kaidah tentang kemampuan kognitif saja tetapi juga yang bersifat praktikal. 226 Mengenai evaluasi pendidikan agama Islam ini terkadang terjadi hal-hal yang di luar dugaan. Misalnya ada peserta didik yang jarang sekolah, malas dan merasa terpaksa mengikuti pelajaran agama, tetapi ketika dievaluasi dia mendapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang rajin belajar agama. Artinya yang salah itu adalah evaluasinya karena yang dilakukan hanyalah mengukur unsur kognitifnya saja. Oleh karena itu evaluasi pendidikan agama Islam jangan hanya mengandalkan evaluasi kemampuan kognitif saja, tetapi harus dievaluasi juga sikap, prakteknya atau keterampilan psikomotor dan sikapya afektif. Guru melakukan pengamatan terhadap perilaku sehari-hari peserta didik tersebut apakah peserta didik itu shalat? Kalau dilaksanakan apakah shalatnya benar sesuai tata caranya? Evaluasi ini sebetulnya menentukan status peserta didik tentang hasil belajarnya itu apakah sudah mencapai tujuan yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tujuan agama itu adalah supaya peserta didik bisa menjalankan agama Islam dengan baik maka evaluasinya harus sesuai, dan evaluasinya itu bukan hanya hafal tentang kaidah-kaidah tentang kemampuan kognitif saja tetapi juga yang bersifat praktikal. Berkaitan dengan evaluasi pendidikan agama Islam, ada usulan yang kuat dari berbagai kalangan agar pendidikan agama Islam sebaiknya masuk pada ujian nasional, sehingga menjadi bahan untuk dipertimbangkan peserta didik lulus atau tidak lulus di suatu lembaga 226 Ibid.