Evaluasi pendidikan agama Islam jangan hanya mengandalkan evaluasi kemampuan kognitif saja, tetapi harus dievaluasi juga sikap, prakteknya atau
keterampilan psikomotor dan sikapya afektif. Guru melakukan pengamatan terhadap perilaku sehari-hari peserta didik tersebut apakah peserta didik itu
shalat? Kalau dilaksanakan apakah shalatnya benar sesuai tata caranya? Evaluasi ini sebetulnya menentukan status peserta didik tentang hasil belajarnya itu apakah
sudah mencapai tujuan yang ingin dicapai atau tidak. Kalau tujuan agama itu adalah supaya peserta didik bisa menjalankan agama Islam dengan baik maka
evaluasinya harus sesuai, dan evaluasinya itu bukan hanya hafal tentang kaidah- kaidah tentang kemampuan kognitif saja tetapi juga yang bersifat praktikal.
226
Mengenai evaluasi pendidikan agama Islam ini terkadang terjadi hal-hal yang di luar dugaan. Misalnya ada peserta didik yang jarang sekolah, malas dan
merasa terpaksa mengikuti pelajaran agama, tetapi ketika dievaluasi dia mendapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik yang rajin
belajar agama. Artinya yang salah itu adalah evaluasinya karena yang dilakukan hanyalah mengukur unsur kognitifnya saja. Oleh karena itu evaluasi pendidikan
agama Islam jangan hanya mengandalkan evaluasi kemampuan kognitif saja, tetapi harus dievaluasi juga sikap, prakteknya atau keterampilan psikomotor dan
sikapya afektif. Guru melakukan pengamatan terhadap perilaku sehari-hari peserta didik tersebut apakah peserta didik itu shalat? Kalau dilaksanakan apakah
shalatnya benar sesuai tata caranya? Evaluasi ini sebetulnya menentukan status peserta didik tentang hasil belajarnya itu apakah sudah mencapai tujuan yang
ingin dicapai atau tidak. Kalau tujuan agama itu adalah supaya peserta didik bisa menjalankan agama Islam dengan baik maka evaluasinya harus sesuai, dan
evaluasinya itu bukan hanya hafal tentang kaidah-kaidah tentang kemampuan kognitif saja tetapi juga yang bersifat praktikal. Berkaitan dengan evaluasi
pendidikan agama Islam, ada usulan yang kuat dari berbagai kalangan agar pendidikan agama Islam sebaiknya masuk pada ujian nasional, sehingga menjadi
bahan untuk dipertimbangkan peserta didik lulus atau tidak lulus di suatu lembaga
226
Ibid.
pendidikan. Ujiannya jangan sekedar mengukur kemampuan kognitif melainkan juga kemampuan yang bersifat psikomotor, praktek dan perilaku, serta sikap
peserta didik sebagai orang yang menganut ajaran agama Islam.
6. Peran LPIA dalam Membina Self Control Siswa di SMA Swasta Al-
Azhar Plus Medan
LPIA berperan sebagai pusat kontrol pembinaan self control siswa, seperti menjaga kultur sekolah, pembiasaan hal positif yang terbangun selama ini dalam
lingkungan sekolah, sedapat mungkin dipertahankan dan dikembangkan menjadi sebuah habit siswa secara turun temurun didukung sepenuhnya oleh sekolah
kepala sekolah, guru-guru dan karyawan atau pihak lainnya sehingga SMA Plus Al-Azhar Medan bukan saja menjadi yang terdepan dalam kualitas pembelajaran
saja namun juga dalam hal etika, moral dan agama. Perhatian yang lebih serius dan reward atas kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler keagamaan serta koordinasi
antara guru PAI dan siswa selain akan memperkuat motivasi siswa untuk mendalami, menghayati dan mencintai serta mengamalkan ajaran agamanya
secara holistik, sekaligus dapat membentuk pribadi muslim yang kreatif berkualitas di masa yang akan datang. Keteladanan positif spritualistik dari guru
PAI dan juga semua guru muslim bahkan terutama dari pimpinan sekolah, perlu digalakkan lagi, terutama dalam melaksanakan shalat sebagai cerminan
keberagamaan yang tinggi dalam diri seorang pendidik. Karena faktor keteladanan ini menjadi sangat efektif dilakukan oleh seluruh elemen sekolah dalam rangka
mencapai visi dan misi secara proporsional dan seimbang antara penguasaan ilmu pengetahuan berbasis teknologi informasi dan penyiapan generasi penerus yang
memiliki iman, taqwa, dan berbudi pekerti luhur. Siswa yang memiliki kemampuan self control yang baik, diharapkan
mampu mengendalikan dan menahan tingkah laku yang bersifat menyakiti dan merugikan orang lain atau mampu mengendalikan serta menahan tingkah laku
yang bertentangan dengan norma-norma sosial yang berlaku. Siswa juga
diharapkan dapat mengantisipasi akibat-akibat negatif yang ditimbulkan. Allah swt berfirman dalam Q.S: Al-Hujarat49: 10:
َنوََُْرُ ت ْمُكملَعَل َهمللا اوُقم تاَو ْمُكْيَوَخَأ ََْْ ب اوُحِلْصَأَف ٌةَوْخِإ َنوُِمْؤُمْلا اَمَِإ
Artinya: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah perbaikilah hubungan antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
227
Orang-orang mukmin yang mantap imannya serta dihimpun oleh keimanan, kendati tidak seketurunan adalah bagaikan bersaudara seketurunan,
dengan demikian mereka memiliki keterikatan bersama dalam iman dan juga keterikatan bagaikan seketurunan; karena itu orang-orang beriman yang tidak
terlibat langsung dalam pertikaian antar kelompok-kelompok damaikanlah walau pertikaian itu hanya terjadi antara kedua saudara kamu apalagi jika jumlah yang
bertikai lebih dari dua orang dan maka bertakwa kepada Allah adalah dengan menjaga diri agar tidak ditimpa bencana, baik akibat pertikaian itu maupun
selainnya. Pelaksanaan pendidikan agama Islam tidak hanya disampaikan secara
formal dalam suatu proses pembelajaran oleh guru agama, namun dapat pula dilakukan di luar proses pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Guru bisa
memberikan pendidikan agama ketika menghadapi sikap atau perilaku peserta didik. Pendidikan agama merupakan tugas dan tanggung jawab bersama semua
guru. Artinya bukan hanya tugas dan tanggung jawab guru agama saja melainkan juga guru-guru bidang studi lainnya. Guru-guru bidang studi itu bisa menyisipkan
pendidikan agama ketika memberikan pelajaran bidang studi. Dari hasil pendidikan agama yang dilakukan secara bersama-sama ini, dapat membentuk
pengetahuan, sikap, perilaku, dan pengalaman keagamaan yang baik dan benar. Peserta didik akan mempunyai akhlak mulia, perilaku jujur, disiplin, dan
semangat keagamaan untuk meningkatkan kualitas dirinya.
227
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya Translitrasi Arab-Latin
Model Perbaris Semarang: Asy Syifa’, 2001, h. 1386.