100
peserta didukung oleh hasil dokumentasi berupa lembar tujuan sekolah dan slogan yang di tempel di dinding-dinding sekolah Gambar 2, 10, 11, 15.
Hasil wawancara dan dokumentasi diperkuat dengan hasil observasi. Pada hari Senin, 23 Mei 2016 saat pembelajaran di dalam kelas, pamong
mengajarkan peserta didik untuk bertingkah laku baik bertutur kata yang sopan, bagaimana sikap dan cara berbicara kepada sesama teman dan kepada
orang yang lebih tua. Hari Selasa, 24 Mei 2016, pada saat pembelajaran pamong mengajarkan peserta didik tentang semboyan Ing Ngarso Sung
Tulodho, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Pada hari Rabu, 25 Mei 2016 di sela-sela kegiatan pembelajaran pamong menyisipkan
pengetahuan kepada peserta didik bahwa tangan tidak boleh berada di bawah akan tetapi di atas yang artinya tidak boleh meminta-minta tetapi harus lebih
sering memberi Lampiran 2. Berdasarkan
hasil wawancara,
dokumentasi dan
observasi disimpulkan bahwa metode ngerti dilakukan dengan cara menanamkan
pengetahuan tingkah laku yang baik dan sopan santun, tata krama yang baik, nilai-nilai budi pekerti sesuai ajaran Ki Hajar Dewantara, dan hakikat hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Metode ngrasa
Metode ngrasa merupakan lanjutan dari metode ngerti, pada metode ini pamong berusaha mendidik peserta didik untuk dapat memperhitungkan
dan membedakan antara yang benar dan yang salah sesuai dengan yang
101
diungkapkan kepala sekolah berdasarkan wawancara. Pada hari Rabu, 15 Juni 2016 kepala sekolah mengatakan bahwa untuk mendisiplinkan peserta didik
agar berpakaian rapi, maka kepala sekolah meminta peserta didik untuk memilih sendiri mana cara berpakaian yang rapi dan yang tidak. Berikut
pernyataan AR: “...biasanya saya kasih disiplin, saya panggil si A dan anak yang tidak
rapi itu di situ, coba nak, pilih salah satu, dari ini sama ini, manis yang mana, bagus yang mana, sesuai yang mana.., dia langsung jawab ini
yang ini, nah itu sudah salah satu contoh, oh berarti kalau saya milih yang terbagus berarti saya juga harus seperti itu, dengan sendirinya
nanti anak itu meniru, anak itu sebenarnya sudah tahu sendiri. Dan juga kalau ada pamong yang salah, juga kadang justru anak-anak yang
langsung menegur, Pak, Bapak ni ga sopan.., nah saat itu anak berperan sebagai teman, karena apa dia berani untuk mengatakan
bahwa bapak itu salah, karena dia diajarin seperti itu kok, yang mengajari dia justru seperti itu, anak aka
n beragumen terus.” Hasil wawancara dengan pamong AS juga didapatkan data bahwa
peserta didik biasanya diberi cerita dongeng maupun cerita rakyat yang berisi nilai-nilai kehidupan di dalamnya, dari cerita tersebut peserta didik akan
membuat kesimpulan sendiri mana perbuatan yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Melalui cara tersebut peserta didik diajarkan untuk
membedakan mana yang baik dan tidak baik. Hasil wawancara dengan kepala sekolah dan pamong diperkuat
dengan hasil observasi. Pada hari Senin, 23 Mei 2016 pamong menceritakan sebuah cerita kepada peserta didik, peserta didik diminta untuk menyimak
cerita yang disampaikan oleh pamong. Setelah cerita tersebut selesai pamong memberikan beberapa pertanyaan kepada peserta didik.
102
Dari hasil wawancara dan observasi di atas peneliti dapat simpulkan bahwa kepala sekolah pamong mendidik peserta didik untuk dapat
membedakan antara yang benar dan yang salah dengan cara meminta peserta didik menilai mana yang benar dan salah dari contoh yang diberikan, dan juga
melalui cerita dongeng maupun cerita rakyat peserta didik dapat membedakan mana hal yang baik dan yang tidak baik. Dan dari data yang didapatkan
menunjukkan bahwa peserta didik sudah mengerti mana yang benar dan yang salah akan tetapi dalam pelaksanaanya sehari-hari belum sempurna.
d. Metode nglakoni