Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis moral yang dialami bangsa Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Krisis moral ini bukan lagi menjadi sebuah permasalahan sederhana akan tetapi memiliki dampak serius di kalangan peserta didik. Perilaku-perilaku yang mencerminkan adanya krisis moral tersebut mengarah pada rendahnya perilaku kesopanan pada diri siswa, seperti keluar masuk kelas tanpa izin terlebih dahulu kepada guru. Padahal untuk membangun suatu negara yang maju dibutuhkan generasi muda berprestasi yang memiliki budi pekerti yang luhur. Arus globalisasi mempunyai aspek positif dan aspek negatif. Aspek positif dari globalisasi yang terjadi saat ini adalah peserta didik diajak untuk meningkatkan kemampuan individu, mengetahui kemampuan dasar intelektual dan mampu bertanggung jawab memasuki dunia yang baru. Sebaliknya dampak negatif dari derasnya arus globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi adalah memicu timbulnya degradasi moral akibat hilangnya nilai luhur budaya yang ditandai dengan semakin terkikisnya nilai-nilai budaya lama Bangsa Indonesia seperti ramah tamah, gotong royong, kejujuran, kerendahan hati, saling menghormati dan nilai-nilai positif lainnya. Kondisi ini bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap kondisi tersebut. 2 Pendidikan dapat diartikan sebagai proses yang berkesinambungan, bahwa mendidik manusia adalah proses yang tidak akan pernah selesai. Pendidikan tidak berhenti ketika peserta didik menjadi dewasa, akan tetapi pendidikan akan terus menerus berkembang selama terdapat interaksi antara manusia dengan lingkungan sesama manusia serta dengan lingkungan alamnya. Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan diartikan sebagai daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti kekuatan batin, karakter, pikiran intelektual dan tubuh fisik anak. Ketiga hal tersebut, yaitu tumbuhnya budi pekerti, intelektual dan fisik anak tidak dapat dipisah-pisahkan agar supaya dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak yang selaras dengan dunianya Nurul Zuriah, 2007: 122. Dalam pandangannya yang lain Ki Hadjar Dewantara memberikan pengertian tentang maksud dan tujuan pendidikan sebagai tuntunan di dalam tumbuhnya anak- anak, yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak, berarti bahwa hidup tumbuhnya anak-anak itu berada di luar kemampuan dan kehendak pendidik. Anak-anak sebagai makhluk hidup, sebagai manusia, sebagai benda hidup akan hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Kodrat yang ada pada anak tiada lain adalah segala kekuatan di dalam hidup batin dan hidup lahir dari anak-anak. Jadi yang ada adalah kekuasaan kodrat. Para pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan-kekuatan 3 kodrat tersebut agar dapat memperbaiki lakunya hidup dan tumbuhnya Bartolomeus, 2013: 75. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan memiliki peran penting dan sentral dalam pengembangan potensi manusia. Hal ini dinyatakan di dalam tujuan pendidikan nasional yang ada di Indonesia yaitu dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan tersebut sebenarnya sudah sangat lengkap untuk mendidik anak didik kita menjadi pribadi yang utuh dan mandiri yang dilandasi akhlak dan budi pekerti yang luhur. Namun demikian, dalam kenyataannya tujuan yang mulia tersebut tidak diimbangi oleh kebijakan pemerintah, yang terbukti pada kurikulum sekolah pada tahun 1984 telah menghapuskan mata pelajaran budi pekerti dari daftar mata pelajaran di sekolah. Oleh karena itu aspek-aspek yang berkaitan dengan budi pekerti menjadi kurang disentuh, bahkan ada kecenderungan dilupakan sama sekali dalam dunia pendidikan. Penghapusan mata pelajaran budi pekerti tersebut karena dianggap telah cukup tercakup dalam mata pelajaran agama, padahal tidak demikian adanya. 4 Walaupun budi pekerti merupakan bagian dari mata pelajaran agama yang salah satu bahasannya adalah akhlak atau budi pekerti, pembahasannya tersebut hanya memperoleh porsi yang sangat kecil. Hal ini dikarenakan cukup banyak aspek yang dibahas dalam mata pelajaran agama dengan alokasi waktu yang sangat minim, yaitu hanya dua jam dalam seminggu. Oleh karena itu, sentuhan aspek budi pekerti menjadi sangat kurang. Padahal zaman terus berjalan, budaya dan teknologi terus berkembang sangat cepat, dan arus informasi global bagai tidak terbatas. Sebagai akibatnya adalah budaya luar yang negatif mudah terserap tanpa ada filter yang cukup kuat. Gaya hidup modern yang konsumeristik, kapitalistik dan hedonistik yang tidak didasari akhlak dan budi pekerti yang luhur dari bangsa ini cepat masuk dan mudah ditiru oleh generasi muda kita. Perilaku negatif, seperti tawuran, anarkis, dan premanisme ada di mana-mana. Kenyataan lain yang juga menunjukkan adanya indikator budi pekerti yang gersang adalah banyaknya terjadi kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak sekolah di bawah umur. Tindak kejahatan mencuri, menodong, bahkan membunuh terkadang pelakunya adalah pelajar sekolah. Hal ini sangat ironis dan memprihatinkan serta bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Melihat fenomena dan kenyataan seperti yang dipaparkan di atas maka pantaslah Bangsa Indonesia mengalami kemunduran moralitas. Hal ini tentu saja tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Untuk memberantas dan mencegah berbagai macam perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma di masyarakat, baik bagi kalangan anak-anak, remaja maupun dewasa maka perlu adanya usaha-usaha untuk 5 meningkatkan kesadaran dan pengalaman moral susila secara luas, yaitu salah satunya dengan meningkatkan pendidikan budi pekerti di sekolah. Pentingnya pendidikan budi pekerti yaitu untuk membentuk jati diri seseorang mempertahankan dan mengembangkan derajat dan martabat manusia dengan tingkah laku yang baik, mencegah berbagai macam kejahatan, dan mencapai tujuan hidup manusia yaitu kebahagian lahir dan batin. Menanamkan kembali pendidikan budi pekerti pada aktivitas pendidikan di sekolah, akan memberikan pegangan hidup yang kokoh kepada peserta didik dalam menghadapi perubahan sosial. Kematangan kepribadian peserta didik akan menjadikan peserta didik mampu memperjelas dan menentukan sikap dalam memilih budaya-budaya baru yang masuk. Dengan bekal pendidikan budi pekerti secara memadai, akan memperkuat konstruksi moralitas peserta didik sehingga mereka tidak mudah goyah dalam menghadapi berbagai macam godaan dan rayuan negatif di luar sekolah. Adapun nilai-nilai moralitas dan budi pekerti yang perlu ditanamkan pada jenjang Sekolah Dasar menurut Paul Suparno, dkk dalam Nurul Zuriah, 2007: 46- 50 adalah sebagai berikut: religiusitas, sosialitas, gender, keadilan, demokrasi, kejujuran, kemandirian, daya juang, tanggungjawab, dan penghargaan terhadap lingkungan alam. Nilai-nilai tersebut terintegrasi pada seluruh kegiatan anak di sekolah. Ki Hadjar Dewantara dalam Bartolomeus, 2013: 75, citra seseorang yang memiliki kecerdasan budi pekerti watak atau pikiran adalah orang yang senantiasa 6 memikir-mikirkan, merasa-rasakan dan selalu memakai ukuran, timbangan, dan dasar-dasar yang pasti dan tetap dalam perkataan dan tindakannya yang pantas dan terpuji terhadap sesama dan lingkungannya. Ketika budi pikiran dan pekerti tenaga seseorang bersatu, maka bersatu jualah gerak, pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauannya, yang lalu menimbulkan tenaga padanya untuk bertindak yang selaras dengan nilai-nilai dan menimbulkan relasi yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sosialnya. Jadi, “budi pekerti” itulah yang membuat tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka, yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri, menjadi manusia beradab. Namun, kemerdekaan yang dimaksudkan itu, kata Ki Hadjar Dewantara, bukan hanya menyangkut hidup seseorang yang tidak terperintah saja, tetapi seseorang juga harus menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib penguasaan diri, termasuk mengatur tertibnya relasi dengan kemerdekaan orang lain. Dengan demikian, pendidikan yang mencerdaskan budi pekerti itu berkuasa untuk mengalahkan dasar-dasar dari jiwa manusia, baik dalam arti melenyapkan dasar-dasar yang jahat dan memang dapat dilenyapkan, maupun dalam arti menutupi, mengurangi tabiat-tabiat jahat yang tak dapat dilenyapkan sama sekali tabiat biologis karena sudah bersatu dengan jiwanya Bartolomeus, 2013: 75-76. Sekolah Dasar Taman Muda Ibu Pawiyatan Taman Siswa, Yogyakarta merupakan sekolah dasar pertama yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara seorang pahlawan nasional pada tahun 1922. Sekolah Dasar ini menerapkan pembelajaran 7 budi pekerti melalui olah rasa, dan seni budaya serta penerapan sistem among berupa keseimbangan berupa keseimbangan peran orang tuakeluarga, keguruan, dan masyarakat. Pendidikan yang digunakan Taman Siswa untuk mewujudkan cita-citanya dengan berdasar pada pengenalan pendidikan budi pekerti kepada anak didik di semua mata pelajaran di sekolah sehingga anak bisa menjadi manusia yang luhur dan berguna untuk masyarakat. Jadi, dalam pendidikan yang terpenting bukan masalah kecerdasan saja, tetapi justru humaniora atau budi pekertinya. Sekarang ini banyak manusia cerdas, tetapi jika tidak dibekali dengan budi pekerti yang baik maka mereka akan menggunakan kecerdasannya untuk merugikan orang lain. Pendidikan Budi Pekerti itu sendiri tidak hanya diberikan pada mata pelajaran sosial saja, tetapi juga pada mata pelajaran eksakta. Implementasi pendidikan budi pekerti di Taman Siswa, disatupadukan ke seluruh mata pelajaran. Pendidikan Budi Pekerti ditanamkan dengan membiasakan berdoa dan memberikan salam sebelum dan sesudah pelajaran. Pelaksanaannya dapat berjalan dengan kondusif jika para pamong atau guru yang ada bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan bersandarkan pada prinsip ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Sumber yang mendasari pendidikan budi pekerti adalah ajaran agama atau religiusitas, yaitu ajaran yang diberikan tokoh agama maupun tokoh masyarakat, termasuk teladannya. Di Taman Siswa semua pamong guru beragama, baik itu Islam, Nasrani, maupun agama yang lainnya. Para pamong selalu mengajak para 8 siswanya untuk berdoa terlebih dahulu atau mengucapkan salam sebelum pelajaran dimulai atau setelah pelajaran selesai. Hal itu merupakan pendidikan budi pekerti yang baik yang harus dibiasakan, keteadanan yang bersumber dari ajaran agama yang penting untuk dilaksanakan menjadi sebuah kebiasaan atau habit. Pendidikan tidak akan berjalan dengan baik, jika pamong tidak bisa menjadi teladan siswanya. Konsep pendidikan among yang diterapkan di Taman Siswa mendasarkan diri pada sistem pendidikan yang berasaskan kekeluargaan. Kekeluargaan intinya adalah kasih sayang dan cinta kasih sehingga hubungan guru dengan siswa seperti hubungan anak dengan orang tuanya. Pamong atau guru diharapkan memberikan bimbingan secara luwes, jangan sampai anak merasa tertekan, karena Taman Siswa mengedepankan pemberian kemerdekaan pada siswanya. Dalam implementasinya, sistem among disebut dengan tut wuri handayani. Tut Wuri berarti memberikan kemerdekaan. Jadi, selama anak itu mengerjakan dan berpikir positif atau tidak merugikan pribadi atau masyarakat, maka ia diberi kemerdekaan dan kebebasan sehingga anak menjadi aktif, kreatif, inovatif, produktif dan sebagainya. Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan budi pekerti dalam penelitian skripsi yang berjudul “Implementasi Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah Dasar Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta” 9

B. Identifikasi Masalah