Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Penelitian yang Relevan

10 KelompokBelajarpada Anak Usia Sekolah guna Mengatasi Ketidak Pedulian Anak terhadap Pendidikan di Desa Jalanlaut Kabupaten Bangka”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah peneliti kemukakan di atas, maka dirumuskan secara operasional permasalahan secara berikut : 1. Bagaimanakah partisipasi program kelompokbelajar yang diberikan pendidik pada anak putus sekolah di desa Jalanlaut? 2. Bentuk partisipasi program kelompokbelajar seperti apa yang bermanfaat bagi anak putus sekolah di desa Jalanlaut? 3. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dari partisipasi program kelompokbelajar pada anak putus sekolah di desa Jalanlaut.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendisikripsikan partisipasi program kelompokbelajar yang diberikan pendidik pada anak putus sekolah di desa Jalanlaut. 2. Mendiskripsikan bentuk partisipasi program kelompokbelajar yang bermanfaat bagi anak putus sekolah di desa Jalanlaut. 3. Mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat dari partisipasi program kelompokbelajar pada nak putus sekolah di desa Jalanlaut. 11

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu : 1. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah di bidang Pendidikan Luar Sekolah khususnya pada Pendidikan Kesetaraan dan konsep kelompok belajar sore hari. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan koleksi bacaan sehingga bisa menjadi bahan acuan dalam meningkatkan dan menambah wawasan. 2. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan konsep tentang kelompok belajar guna mengatasi ketidak pedulian anak terhadap pendidikan yang berkaitan dengan mata kuliah pendidikan kesetaraan dan pendidikan nonformal dan informal. b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah informasi yang berkaitan dengan kelompok belajar sore hari yang dibentuk sebagai partisipasi pendidikan nonformal dalam mengatasi ketidak pedulian anak terhadap pendidikan. c. Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mempraktikan ilmu Pendidikan Luar Sekolah dalam mengkaji fenomena anak usia sekolah yang kurang perduli dengan pendidikan. 12 d. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan dan perkembangan Pendidikan Luar Sekolah mengenai kelompok belajar pada anak usia sekolah. 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Partisipasi

a. Pengertian Partisipasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, partisipasi adalah perihal untuk berperan serta di dalam suatu kegiatan, keikutsertaan, peran serta. Menurut Wojowasito dkk, partisipasi berasal dari kata dasar Bahasa Inggris “participate” yang berarti ikut mengambil bagian. Suryosubroto, 2006: 71. Menurut Mode Pidarta, partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan tersebut dapat berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya berinisiatif dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggung jawab atas segala keterlibatan. Siti Irene Astuti, 2011: 50. Suatu program akan berjalan dengan baik dan efektif diperlukan pengertian yang baik dan tepat mengapa orang berbuat sesuatu, mengapa harus berperan serta dalam program tertentu seperti halnya sekolah pada dasarnya. Dalam hal ini diperlukan motivasi guna mendorong perbuatannya, mendorong minat dan 14 perhatian masyarakat dan dalam berpartisipasi, orang perlu mempertimbangkan insentif yang akan diterimanya. Menurut Saleh Marzuki 2012: 8-10 ada beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan partisipasi antara lain sebagai berikut : 1 Penyuluhan Pendidikan Dalam perubahan sikap mengajarkan bahwa seseorang akan berubah sikapnya dan dan mengerjakannya seperti halnya dengan berpartisipasi apabila dia mengerti dengan baik argumentasi rasional tentang penyuluhan pendidikan. 2 Penciptaan Insentif Upaya untuk mempengaruhi orang agar mau berpartisipasi dalam pendidikan adalah dengan menciptkan suasana yang menyenangkan, membanggakan, penuh penghargaan, kepada siapa saja yang ikut berpartisipasi. 3 Meningkatkan Peran Tokoh Masyarakat Upaya membangkitkan partisipasi masyarakat terhadap pembinaan kelompok belajar bukan sekedar kerja sama dengan tokoh masyarakat melainkan benar-benar harus dirancang untuk mempersuasi tokoh-tokoh yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan orang-orang yang di wilayah tertentu. 15 4 Mewujudkan Tanggung Jawab bersama Secara Nyata. Kelompok belajar perlu sekali melibatkan anggota masyarakat, tokoh masyarakat, termasuk anak-anak di luar sekolah, untuk mengadakan acara bersama sehingga mereka merasa betul-betul ikut memiliki kelompok dan program- programnya. 5 Meningkatkan Peran Tokoh Agama Kalau program kelompok belajar gencar meminta bantuan tokoh agama untuk membantunya, mengapa pendidikan tidak membantunya? Peran mubalig dan tokoh agama ini penting untuk meluruskan anggapan yang keliru sekitar arti pendidikan, menurut ilmu, amal jariyah dan sebagainya. Dari penjelasan diatas partisipasi merupakan peran serta, keterlibatan mental dan pikiran seseorang sebagai anggota masyarakat dalam sebuah perencanaan, pelaksanaan dan mengevaluasi dalm pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Partisipasi dilakukan dengan meningkatkan penyuluhan pendidikan, penciptaan insentif, meningkatkan peran tokoh masyarakat, mewujudkan tanggung jawab bersama secara nyata, meningkatkan peran organisasi dan meningkatkan peran tokoh agama. 16

b. Bentuk Partisipasi Pendidikan Nonformal

Bentuk partisipasi menurut Effendi yang dikutip oleh Siti Irene Astuti D 2011: 58, terbagi atas : 1 Partisipasi Vertikal Partisipasi vertikal pada pendidikan nonformal terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan dimana masyarakat berada sebagai status bawahan, pengikut atau klien. 2 Partisipasi Horizontal Partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa dimana dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal atau dengan yang lainnya. Menurut Basrowi yang dikutip Siti Irene Astuti D 2011: 58 partisipasi yang melibatkan masyarakat dalam membetuk program pendidikan nonformal, yaitu : 1 Partisipasi Fisik Partisipasi fisik adalah partisipasi masyarakat orang tua dalam bentuk menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan untuk anaknya seperti mendirikan dan menyelenggarakan usaha sekolah. 17 2 Partisipasi Non Fisik Partisipasi non fisik adalah partisipasi keikutsertaan masyarakat dalam menentukan arah dan pendidikan nasional dan merata animo masyarakat untuk ilmu pengetahuan melalui penididikan, sehingga pemerintah tidak ada kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah. Berdasarkan pendapat beberapa parah ahli yang memaparkan tentang partisipasi pendidikan nonformal yakni pendidikan nonformal selalu membutuhkan partisipasi masyarakat begitu juga sebaliknya masyarakat sangat membutuhkan pendidikan agar memperoleh ilmu pengetahuan yang layak serta masyarakat mampu memilih pendidikan yang layak agar pemerintah tidak memiliki kesulitan mengarahkan rakyat untuk bersekolah.

c. Macam-macam Partisipasi dalam Masyarakat

Cohen dan Uphoff Siti Irene Astuti D, 2011: 61-62 membedakan partisipasi menjadi empat jenis, yaitu: pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan, kedua, partisipasi dalam pelaksanaan, ketiga, partisipasi dalam pengambilan kemanfaatan, dan keempat, partisipasi dalam evaluasi. Keempat jenis partisipasi tersebut bila dilakukan bersama-sama akan memunculkan aktivitas pembangunan yang terintegrasi secara potensial. 18 1 Partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini berkaitan dengan penentuan alterrnatif dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan yang menyangkut kepentingan bersama. Wujud partisipasi ini antara lain ikut menyumbangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan tanggapan atau penilaian terhadap program yang ditawarkan. 2 Partisipasi dalam pelaksanaan. Partisipasi ini meliputi menggerakkan sumber daya dan dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. 3 Partisipasi dalam pengambilan pemanfaatan. Partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas maupun dengan kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat dari outputsedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari presentase keberhasilan program. 4 Partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi berkaitan dengan pelaksanaan program yang sudah direncanakan sebelumnya, yang bertujuan untuk mengetahui 19 ketercapaian program yang sudah direncanakan sebelumnya. Secara singkat partisipasi menurut Cohen dan Uphoff pada tabel di bawah ini: Tahap Deskripsi 1. Pengambilan Keputusan Penentuan alternatif dengan masyarakat untuk menuju sepakat dari berbagai gagasan yang menyangkut kepentingan bersama. 2. Pelaksanaan Penggerakan sumber daya dan dana. Dalam pelaksanaan merupakan penentu keberhasilan program yang dilaksanakan. 3. Pengambilan Manfaat Partisipasi berkaitan dari kualitas dan kuantitas hasil pelaksanaan program yang bisa dicapai. 4. Evaluasi Berkaitan dengan pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan mengetahui bagaimana pelaksanaan program berjalan. Tabel 1. Tahap Pelaksanaan Program Partisipasi 20 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa esensi partisipasi adalah keterlibatan sikap dan perbuatan nyata dala kegiatan menyusun rencana, melaksanakan, memanfaatkan hasil, dan mengevaluasi, atas suatu program.

d. Partisipasi Pendidik

Pendidik merupakan individu-individu yang berada di sekolah maupun luar sekolah yang berhubungan langsung maupun tidak langsung terhadap manajemen kependidikan, memiliki kesadaran sosial dan mempunyai pengaruh terhadap ilmu pendidikan Syaiful Sagala, 2007: 269 Departemen Pendidikan Nasional 2007: 46-48, mengartikan partisipasi pendidikan sebagai proses pendidik dan masyarakat terlihat aktif baik secara individual maupun kolektif, secara langsung maupun tidak langsung dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawas atau pengevaluasian pendidikan di sekolah maupun luar sekolah. Partisipasi sebagai prasyarat penting bagi peningkatan mutu. Partisipasi menuntut adanya pemahaman yang sama atau obyektif dari sekolah dan orang tua dalam tujuan sekolah. Artinya, partisipasi tidak cukup dipahami oleh sekolah sebagai bagian yang penting bagi keberhasilan sekolah dalam 21 peningkatan mutu, karena tujuan mutu menjadi sulit diperoleh jika pemahaman di dalam dunia intersubyektif peserta didik, orang tua, pendidik menunjukkan kesenjangan pengetahuan tentang mutu. Artinya, partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu berhasil jika ada pemahaman yang sama antar pendidik dalam menjadikan anak berprestasi Siti Irene Astuti D, 2011: 193 Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa pendidik berperan secara langsung maupun tidak langsung dalam pengambilan keputusan, perencanaan, pengawasan atau pengevaluasian pendidikan di sekolah.

e. Faktor Penyebab Timbulnya Partisipasi

Untuk dapat berpartisipasi dalam suatu program kegiatan seseorang harus mempunyai pengetahuan dan kemampuan mengenai bidang partisipasi tersebut. Dalam hal ini latar belakang pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap partisipasi seseorang. Seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih tinggi derajat partisipasinya dalam pembangunan. Kesiapan seseorang untuk berpartisipasi juga sangat berpengaruh terhadap partisipasi seseorang sehingga yang jadi masalah apakah masyarakat sekitar sudah siap untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan pendapat dari Pariata Westra, disamping faktor tersebut di atas, 22 faktor persepsi juga mempengaruhi tingkat partisipasi. Karena partisipasi menentukan terbentuknya sikap terhadap sesuatu mamupun perilaku tertentu. Apabila masyarakat mempunyai persepsi yang baik terhadap suatu program partisipasi maka program yang dbentuk akan terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.

2. Pendidikan Nonformal

a. Pengertian Pendidikan Nonformal

Pendidikan merupakan hal mutlak yang wajib dimiliki oleh semua individu, didalam setiap ajaran agama menganjurkan agar setiap individu wajib berusaha untuk mendapatkan pendidikan. Menurut Dwi Siswoyo 2007: 15 menyatakan adanya pendidikan adalah setua dengan adanya kehidupan manusia itu sendiri. Dengan perkembangan perabadan manusia, berkembang pula isi dan bentuk termasuk perkembangan penyelenggaraan pendidikan. Ini sejalan dengan kemajuan manusia dalam pemikiran dan ide-ide tentang pendidikan. Dalam dunia pendidikan proses, pendidikan dibagi menjadi dua yaitu pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi serta yang setaraf dengannya terhitung didalamnya yaitu aktifitas study yang bertujuan akademis secara umum. Archibald Callaway 23 dalam Saleh Marzuki 2012: 99 mendefinisikan pendidikan nonformal sebagai suatu bentuk kegiatan belajar yang berlangsung di luar sekolah dan Universitas. Anak-anak yang tidak memiliki kesempatan mengikuti pendidikan formal sepatutnya dibanyak mungkin di jangkau melalui pendidikan nonformal agar mereka mendapatkan pembekalan yang memadai untuk kehidupannya. Pendidikan non formal menjawab kebutuhan pendidikan yang disesuaikan dengan konteks lokal masyarakat setempat yang tidak dapat dijawab oleh pendidikan formal Depdiknas: 2009. Frederick H, Harbison Breembeck, 1983 dalam Saleh Marzuki 2012: 103 mendefinisikan pendidikan luar sekolah sebagai pembentukan skills dan pengetahuan di luar sistem sekolah formal. Pengertian di luar sistem adalah penyelenggaraannya tidak sepenuhnya mengikuti kaedah-kaedah pendidikan konvensional, sebagaimana di sekolah, organisasi penyelenggaraannya tidak mengikuti struktur sekolah yang mengikuti jenjang secara ketat. Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud dengan pengertian pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. 24 Undang Undang No. 20 Tahun 2003 juga memamparkan beberapa jenis lembaga pendidikan yang menyediakan layanan pendidikan non formal di Indonesia, yaitu : a Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda BP-PLSP adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional di bidang Pendidikan Luar Sekolah. b Balai Pengembangan Kegiatan Belajar BPKB adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi di bidang Pendidikan Luar Sekolah. c Sanggar Kegiatan Belajar SKB adalah unti pelaksana teknis Dinas Pendidikan KabupatenKota di bidang Pendidikan Luar Sekolah. d Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat PKBM adalah suatu lembaga milik masyarakat yang pengelolaannya menggunakan azas dari, oleh, dan untuk masyarakat. e Lembaga PNF sejenis merupakan lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, yang memberikan pelayanan pendidikan nonformal berorientasi life skills keterampilan. Berdasarkan penjelasan dan pendapat para ahli tentang penngertian pendidikan nonformal dapat disimpulkan bahwa pendidikan nonformal adalah pendidikan yang tidak terikat dengan pendidikan formal yang dapat diikuti oleh siapa pun, dimana pun dan kapan pun. Pendidikan nonformal dilaksanakan dengan berstruktur dan berjenjang sama halnya dengan pendidikan formal.

b. Tujuan Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal adalah suatu kebutuhan karena di mana pun di dunia ini pasti ada sekelompok orang yang 25 memerlukan layanan pendidikan sebelum mereka masuk sekolah, sesudah mereka menyelesaikan sekolah, ketika merekan tidak mendapatkan kesempatan sekolah, dan bahkan ketika mereka sedang bersekolah. Sebelum mereka masuk sekolah, kita kenal pendidikan usia dini yang subjek didiknya bukan sekedar hanya anak balita tetapi juga para pengasuhnya, baik orang tua maupun orang-orang lain yang memiliki tanggung jawab mengasuh mereka. Bagi mereka yang sudah menyelesaikan sekolah, pendidikan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan atau keterampilan untuk mengikuti perkembangan zaman, baik di dunia kerja maupun bukan, serta kesempatan mengisi waktu luang, pendidikan rekreatif, dan pendidikan profesi. Bagi mereka yang dengan segala macam alasan alasan tidak berkesempatan untuk bersekolah, pendidikan ini diperlukan untuk mengganti dengan pendidikan bertahanv hidup dengan layak. Sedangkan bagi mereka yang sedang bersekolah, pendidikan ini berfungsi untuk melengkapi atau menambah pengetahuan dan keterampilan tertentu karena di sekolah hanya sedikit memperoleh kebutuhan pokok pembelajaran yang diperlukan. Semua dimaksudkan untuk meningkatkan kecakapan agar mereka dapat mengatasi kesulitan- kesulitan hidup, atau dengan kata lain dapat mengatasi lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. 26 Santoso S. Hamijoyo 1983 dalam Saleh Marzuki 2012: 106 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nonformal adalah agar individu dalam lingkungan sosial dan alam dapat secara bebas dan bertanggung jawab menjadi pendorong ke arah kemajuan. Menurut Jansen 1983 dalam Saleh Marzuki 2012: 107 pendidikan nonformal atau pendidikan sosial bertujuan untuk membimbing dan merangsang perkembangan sosial ekonomi suatu masyarakat ke arah peningkatan taraf hidup. Membimbing dan merangsang merupakan upaya yang sungguh-sungguh dan sistematik agar terjadi perkembangan usaha oleh peserta didik untuk mencukupi dirinya sendiri dan keluarganya. Bimbingan juga dapat merupakan bimbingan kelompok sehingga timbul suatu gerakan untuk meningkatkan kesejahteraan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Berdasarkan pendapat beberapa para ahli yang memaparkan tentang tujuan pendidikan nonformal dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan nonformal ingin menciptakan individu yang memiliki tanggung jawab besar terhadap sosial dan lingkungan dan dapat merangsang perkembangan sosial ekonomi masyarakat ke arah peningkatan taraf hidup masyarakat.

c. Konsep Dasar Pendidikan Nonformal

Konsep dasar pendidikan nonformal merupakan sebuah konsep yang sangat diperlukan karena merupakan sebuah 27 kerangka umum untuk menganalisis atau sebagai cara menerangkan fenomena-fenomena pendidikan yang sedang atau sering terjadi di masyarakat. Alasan kedua karena lapangan pendidikan nonformal belum diteliti secara seksama dan sistematik pada masa lalu. Bahkan mungkin sampai sekarang masih sedikit hasil-hasil penelitian di bidang tersebut. Menurut Saleh Marzuki 2012: 136-140 menjelaskan empat konsep dasar pendidikan nonformal yang perlu diketahui, antara lain : a Pertama : pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Artinya, pendidikan merupakan upaya manusia untuk mengubah dirinya ataupun orang lain selama ia hidup. b Kedua : kebutuhan belajar minimum yang esensial minimum essential learning needs. Yang dimaksud dengan kebutuhan belajar disini adalah sesuatu yang harus diketahui dan dapat dikerjakan oleh anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, sebelum mereka merasa bertanggung jawab sebagai orang dewasa. c Ketiga : proses pertumbuhan manusia dalam masyarakat transisi memerlukan layanan pendidikan guna membantu pertumbuhan individu secara efektif. Perjalanan anak menuju proses dewasa melaui beberapa tahap masa balita, masa kanak- kanak 6-12 tahun yang terkait dngan kebutuhan akan sekolah dasar, masa remaja 13-18 tahun yang terkait dengan kebutuhan sekolah menengah, dan pascaremaja atayu dewasa awal 19-24 tahun terkait dengan pemenuhan kebutuhan pendidikan tinggi atau sekolah menengah. d Keempat : konsep dasar ini terkait dengan pendidikan dalam pengembangan pedesaan. Pembangunan pedesaan berkembang bersama dengan meningkatnya produksi dan pendapatan, termasuk juga pemerataan pendapatan, memperluas 28 kesempatan kerja, kesehatan yang lebih baik, dan peningkatan keadilan sosial. Berdasarkan beberapa konsep dasar yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep dasar pendidikan nonformal yaitu pendidikan yang selalu dipandang sebagai sebuah proses belajar sepanjang hayat manusia baik laki-laki maupun perempuan, baik balita maupun oran dewasa. Pendidikan nonformal selalu memberikan layanan dan membantu pertumbuhan individu secara efektif serta mengembangkan dan membangun bersama guna untuk meningkatkan produksi dan pendapatan demi peningkatan keadilan sosial.

d. Tugas Pokok Pendidikan Nonformal

Pendidikan formal dan nonfomal saling memiliki ketergantungan, semakin nyata ketika semua orang yang ada di dunia merasakan perlunya mengembangkan pendidikan nonformal. Menurut Saleh Marzuki 2012: 140-141 tugas pokok pendidikan nonformal pada negara industri dan negara berkembang memiliki perbedaan. Tugas pokok pendidikan nonformal pada negara industri diantarana 1 Pendidikan Nonformal PNF membantu menyiapkan anak-anak prasekolah untuk memasuki sekolah melalui play group, pusat pengasuhan day care center, program pendidikan ini bisa melalui televisi; 2 PNF bertugas melengkapi 29 atau complements sekolah dengan memberi pengalaman belajar melalui ekstrakulikuler seperti olah raga, kegiatan seni dan budaya, organisasi remaja dan pemuda; 3 PNF menindaklanjuti sekolah dngan menyajikan berbagai program pendidikan berkelanjutan atau kesempatan pendidikan lanjut setelah keluar dari sekolah atau menyelesaikan sekolah. Pada negara industri dan negara berkembang tentu saja tugas PNF memiliki perbedaan karena paa dasarnya banyak anak yang berada di daerah terpencil dan khususnya pedesaan, tidak dapat mengikuti atau menyelesaikan sekolah baik dasar maupun menengah. Apabila dicermati tugas PNF pada negara berkembang adalah: 1 sebagai persiapan memasuki dunia sekolah; 2 sebagai suplemen atau tambahan pelajaran karena mata pelajaran yang disajikan di sekolah terbatas; 3 sebagai komplemen atau pelengkap karena kecakapan tertentu memang tidak diajarkan di sekolah tetapi tetap dipandang perlu, sementara kurikulum sekolah tidak mampu menampungnya; 4 sebagai pengganti substitusi karena anak-anak yang tidak pernah sekolah harus memperoleh kecakapan sama atau setara dengan sekolah.

e. Peran Pendidikan Nonformal dalam Mengatasi Anak Putus

Sekolah Menurut UU RI NO 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 1 Pendidikan Nonformal diselenggarakan 30 bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan Nonformal dapat dijadikan sebagai bentuk layanan yang dirancang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Menurut Saleh Marzuki 2009: 46 adapun peran pendidikan nonformal dalam mengatasi anak putus sekolah adalah: a Pendidikan Luar Sekolah sebagai Pendidikan Dasar Setiap individu mempunyai hak untuk mendapatkan paket minuman berupa pengetahuan, skills, dan sikap menjadi manusia dewasa yang memuaskan agar dapat mengarahkan dirinya pada kemajuan kualitas hidup dalam masyarakat. b Pendidikan Luar Sekolah sebagai Penyebar Informasi Salah satu tipe dari pendidikan nonformal adalah sebagai penyebar informasi yaitu menyebar informasi apapun yang belum dimengerti oleh masyarakat luas, baik berupa peraturan, pengetahuan, dan ketentuan hasil penelitian. 31 c Pendidikan Luar Sekolah sebagai Program Pelatihan Pendidikan luar sekolah memberikan pelengkap pengetahuan yang sudah diperoleh dari pendidikan formal. Pengetahuan pelengkap tersebut berupa keterampilan yang dapat diberikan melalui pelatihan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran pendidikan pendidikan nonformal bagi anak putus sekolah adalah sebagai pendidikan dasar, sebagai sarana informasi dan pendidikan nonformal dapat dilakukan sebagai sarana pelatihan.

3. Anak Usia Sekolah

a. Pengertian Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah baik tingkat pra sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas merupakan suatu masa usia anak yang sangat berbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode ini didapatkan banyak permasalahan yang dialami anak, baik dalam masalah kesehatan, moral, tumbuh kembang dan proses belajar sangat menentukan kualitas anak di kemudian hari. Menurut devinisi WHO World Health Organization anak usia sekolah yaitu golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya anak yang berusia 7-12 tahun. 32 Menurut Wong 2009 anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun yang artinya sekolah merupakan pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lain. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu. Berdasarkan pendapat beberapa para ahli tentang pengertian anak usia sekolah dapat disimpulkan bahwa anak usia sekolah merupakan anak yang berumur 6-12 tahun yang masih sangat memerlukan perhatian orang tua baik secara moral, fisik, tumbuh kembang, kesehatan dan proses belajar. Anak pada usia ini harus sudah bisa belajar memiliki tanggung jawab terhadap orang tua, teman sebaya maupun orang lain.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Anak

Anak belajar, tumbuh dan berkembang dari pengalaman yang diperolehnya dari kehidupan keluarga, untuk sampai pada penemuan bagaimana anak menempatkan dirinya ke dalam keseluruhan kehidupan di mana anak berada. Setiap anak dilahirkan dengan perbedaan kemampuan, bakat dan minat. Untuk memberikan kesempatan mendapatkan perolehan sehingga anak dapat berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan bakat dan 33 minat mereka, sehingga timbul beberapa macam faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar anak. Menurut Hall 1983 dalam R. Semiawan Conny 2008: 11 menyatakan ada dua mekanisme yang mempengaruhi belajar anak pada setiap tindakan yaitu akomodasi dan asimilasi. Akomodasi adalah perubahan respons terhadap tuntutan lingkungan anak yang mencakup perkembangan skema yang baru dari adaptasi yang sudah ada. Asimilasi merupakan proses memberi respons terhadap stimulus anak. R. Semiawan Conny 2008: 11-14 menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak, yaitu: 1 Pemenuhan Kebutuhan Psikologis Secara umum diketahui bahwa dalam perkembangan anak perlu dipenuhi berbagai kebutuhan, yaitu kebutuhan primer, pangan, sandang, dan perumahan serta kasih sayang, perhatian, penghargaan terhadap dirinya dan peluagn mengkualitaskan dirinya. Lingkungan sekolah dan lingkungan sosial merupakan bekal yang baik untuk anak dalam menghadapi masa depan. Pendidikan yang potensial berakar dari pergaulan biasa, khususnya orang tua dan anak. Setiap pergaulan merupakan suatu lapangan yang memiliki kemungkinan kesiapan untuk berubah menjadi situasi pendidikan dimana mendidik dilandasi oleh nilai moral tertentu dan mengacu pada perwujudan potensi bakat tertentu, yaitu suatu tindakan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan psikologis. 2 Inteligensi, Emosi, dan Motivasi Prestasi belajar anak bukan hanya dipengaruhi oleh kemampuan intelektual yang bersifat kognitif, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor nonkognitif seperti emosi, motivasi, kepribadian serta sebagian memiliki pengaruh dari 34 lingkungan. Keseimbangan antara intelektual dan emosional diperlukan untuk berkonsentrasi terhadap materi pelajaran yang dihadapi, mengatasi stres atau kecemasan dalam persoalan tertentu. 3 Pengembangan Kreatif Seiap anak dilahirkan dengan bakat yang merupakan potensi kemampuan yang berbeda-beda dan terwujud karena interaksi yang dinamis antara keunikan individu dan pengaruh lingkungan. Berbagai kemampuan yang teraktualisasikan beranjak dari berfungsinya otak anak. Berdasarkan penjelasan di atas tentang faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak dapat disimpulkan bahwa peran orang tua sangat mempengaruhi prestasi belajar anak. Orang tua harus memperhatikan pemenuhan kebutuhan psikologis pada anak, intelegensi, emosi dan motivasi, serta pengembangan kreativitas anak agar anak dengan mudah beradaptasi di lingkungan masyarakat dan lingkungan sosial.

c. Kepedulian Anak terhadap Pendidikan

Menurut Boyatzis dan McKee 2005, kepedulian merupakan wujud nyata dari empati dan perhatian. Ketika kita bersikap terbuka kepada orang lain, maka kita dapat menghadapi masa-masa sulit dengan kreativitas dan ketegaran. Empati mendorong kita untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Empati akan muncul ketika kita memulai rasa ingin tahu kita terhadap orang lain dan pengalaman-pengalaman mereka. Kepedulian didasarkan pada hasrat secara penuh untuk membina ikatan dengan orang lain dan untuk memenuhi kebutuhan mereka. 35 Kepedulian juga dapat didefenisikan sebagai sesuatu yang memiliki tiga komponen, yaitu : 1. Pemahaman dan empati kepada perasaan dan pengalaman orang lain. 2. Kesadaran kepada orang lain. 3. Kemampuan untuk bertindak berdasarkan perasaan tersebut dengan perhatian dan empati. Kepedulian anak terhadap pendidikan merupakan salah satu wujud empati anak usia sekolah terhadap pendidikan dan hasrat seorang anak untuk menyelesaikan pendidikan tersebut. Konsep kepedulian anak terhadap pendidikan menurut Sihombing dalam Mustikasari 2010: 29 yaitu menekankan anak untuk berpartisipasi pada setiap kegiatan pembelajaran disekolah maupun di luar sekolah. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan anak yang cerdas, terampil, mandiri, dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai dengan kebutuhan anak. Menurut Buchari, dkk 2010 : 209 faktor yang menyebabkan turunnya tingkat kepedulian anak terhadap pendidikan yakni : 36 a. Internet Dunia maya yang sangat transparan dalam mencari suatu informasi malah menjadi sarana yang menyebabkan lunturnya kepedulian sosial. Manusia menjadi lupa waktu karena terlalu asyik menjelajah dunia maya. Tanpa disadari mereka lupa dan tidak menghiraukan lingkungan masyarakat sekitar, sehingga rasa peduli terhadap lingkungan sekitar kalah oleh sikap individualisme yang terbentuk dari kegiatan tersebut. b. Sarana Hiburan Seiring dengan kemajuan teknologi maka dunia hiburan akan turut berkembang. Karakter anak-anak yang suka bermain akan menjadikan anak sebagai korban dalam perkembangan sarana hiburan. Anak yang terlalu lama bermain game akan mempengaruhi kepedulannya terhadap sesama. Mereka tidak berhubungan langsung dengan sesamanya. Hal tersebut mengharuskan orang tua untuk meningkatkan pengawasan terhadap anak- anaknya. c. Tayangan TV 37 Televisi merupakan salah satu sarana untuk mencari hiburan dan memperoleh informasi yang up to date, namun sekaran ini banyak tayangan di TV yang tidak mendidik anak-anak. Diantaranya adalah acara gosip dan sinetron. Secara tidak langsung penonton diajari berbohong, memfitnah orang lain, menghardik orang tua, dan tayangannya jauh dari realita kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya. d. Masuknya Budaya Barat Pengaruh budaya barat yang bersifat immaterial dan cenderung berseberangan dengan budaya timur akan mengakibatkan norma-norma dan tata nilai kepedulian yang semakin berkurang. Masyarakat yang kehilangan rasa kepedulian akan menjadi tidak peka terhadap lingkungan sosialnya, dan akhirnya dapat menghasilkan sistem sosial yang apatis. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas kepedulian anak terhadap pendidikan merupakan salah satu wujud empati anak terhadap pendidikan dan hasrat anak untuk menyelesaikan pendidikan tersebut. Faktor yang mempengaruhi turunnya tingkat kepedulian anak terhadap pendidikan yakni karena adanya 38 pengaruh dari budaya barat, tontonan televisi, internet dan sarana hiburan.

d. Peran Orang Tua pada Anak Usia Sekolah

Menurut Wahit Iqbal Mubarak 2006: 259 peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam sesuatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil, sementara untuk posisi tersebut merupakan identifikasi dari status tentang seseorang dalam suatu sistem sosial dan merupakan perwujudan aktualisasi diri. Menurut Gracia Zhuo 2008: 71 peran orang tua adalah pertama kali tahu bagaimana perkembangan dan perubahan pada karakter dan kepribadian anak. Orang tua harus selalu realistis dalam memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan anak. Menurut Melinda J. Vitale 2007: 39 peran orang tua sangat dibutuhkan dalam perkembangan psikologi anak. Orang tua merupakan motivasi dan membantu dalam kecemasan dan mencari tahu apa yang mesti dilakukan untuk terus mengembangkan identitas dan kemandirian anak, sehingga diharapkan orang tua dapat memberikan perhatian dan kasih sayang sepenuhnya pada anak. Kedekatan anak dengan orang tua memiliki makna dan peran yang sangat dalam disetiap aspek kehidupan keluarga. 39 Berdasarkan beberapa penjelasan dan pendapat para ahli tentang peran orang tua pada anak usia sekolah adalah orang tua merupakan sosok yang sangat dibutuhkan oleh anak, karena peran orang tua dapat memberikan perhatian dan kasih sayang. Tanpa adanya peran dari orang tua anak sulit untuk berkembang, terlebih lagi dalam mencapai tingkat kemandirian.

4. Kelompok Belajar

a. Pengertian Belajar

Pemahaman terhadap makna belajar memiliki arti penting, karena perencanaan pembelajaran yang didasarkan pada konsep belajar yang tepat dapat mendukung efektivitas proses belajar. Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. W.S Winkel dalam Zainal Arifin Ahmad 2012: 6 merumuskan pengertian belajar sebagai suatu aktivitas mentalpsikis yang berlangsung dalam interkasi aktif dalam lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dal pengetahuan dan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Menurut Skinner dalam Trianto 2010: 17 belajar adalah suatu perilaku pada saat orang belajar, maka responnya akan menurun. Perubahan tersebut akan nyata dalam sebuah aspek tingkah laku. Belajar merupakan suatu perubahan yang relative 40 permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau pelatihan. Belajar adalah proses yang aktif suatu fungsi dari keseluruhan lingkungan disekitarnya. Morris L. Bigge dalam Zainal Arifin Ahmad 2012: 16 menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan terus-menerus dalam kehidupan individu yang tidak didapatkan dari keturunan atau tidak terjadi secara genetik. Perubahan yang terjadi pada setiap individu meliputi perubahan pemahaman, tingkah laku, persepsi, dan motivasi. Belajar senantiasa merujuk pada perubahan sistematis dalam tingkah laku yang terjadi sebagai konsekuensi dari pengalaman dalan situasi-situasi tertentu. Setiap belajar selalu memiliki sebuah teori sebagai alat untuk mengukur perubahan. Teori yang menjelaskan bagaimana proses terjadinya perubahan tingkah laku pada peserta didik disbut teori belajar. Teori belajar selalu menjelaskan kejadian yang sebenarnya dalam konteks perubahan tingkah laku pesesrta didik. Menurut Zainal Arifin Ahmad 2012: 18-20 menyatakan bahwa perkembangan teori belajar dibagi menjadi tiga macam yaitu teori belajar behavioristik, teori belajar humanistik dan teori belajar kognitif. Pada teori belajar pendidik harus memahami bahwa peserta didik tidak hanya orang dewasa yang mudah dalam proses 41 berfikir. Pendidik juga harus lebih memahami peserta didik pada anak pra sekolah dan anak yang sedang bersekolah. Teori belajar seharusnya dipraktekkan secara murni oleh pendidik kepada peserta didik, agar stimulus yang mereka miliki dapat berjalan sesuai dengan proses belajar. Dari berbagai definisi belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa pada intinya belajar mengandung hal-hal yang pokok. Hal pokok yang terdapat pada belajar adalah belajar merupakan proses usaha yang memerlukan waktu tertentu, terdapat perubahan tingkah laku peserta didik selama proses belajar, perubahan belajar terjadi melalui pengalaman dan latihan, tingkah laku belajar menjadi sesuatu yang relatif mantap dan belajar terjadi karena adanya interaksi dengan lingkungannya.

b. Pengertian Kelompok Belajar

Menurut Tohirin 2007: 291 kelompok belajar merupakan suatu cara dimana peserta didik memperoleh kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Kelompok belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan orang lain yang beranggotakan beberapa orang 5-6 orang, yang ditujukan sebagai sarana untuk bertukar pengalaman dan pendapat. Menurut Uzer Usman 2008: 94 kelompok belajar merupakan kelompok belajar merupakan suatu proses 42 pembelajaran yang melibatkan beberapa orang dalam interksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, dalam pengambilan kesimpulan atau pemecahan masalah pada proses pembelajaran. Menurut Aunur Raman 2011 menemukan beberapa ciri umum kegiatan kelompok belajar : 1 Kelompok belajar merupakan suatu aktivitas belajar pada diri seseorang mamupun banyak orang yang disadari atau disengaja. 2 Kelompok belajar merupakan interaksi individu dengan orang lain, teman sebaya dan lingkungan. 3 Hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan kelompok belajar berupa tingkah laku. Berdasarkan penjelasan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kelompok belajar merupakan kegiatan yang dilakukan lebih dari satu orang yang berguna untuk sebagai alat bertukar pengalaman. Kelompok belajar memberikan perubahan yang positif pada tingkah laku anak.

c. Manfaat Kelompok Belajar

Menurut Sadker dalam Miftahul 2011: 66 menjabarkan beberapa manfaat anak usia sekolah mengikuti kelompok belajar yaitu: 43 1 Anak lebih memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi. 2 Anak yang mengikuti kelompok belajar lebih memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar. 3 Anak lebih peduli dengan teman-temannya, dan diantara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif dalam proses belajar mereka nanti. 4 Anak lebih dapat menerima teman dengan baik walaupun dari etnis, ekonomi dan asal usul yang berbeda.

d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran pada Kelompok

Belajar Seperti belajar dan pembelajaran pada umumnya, pembelajaran pada kelompok belajar memiliki kelemahan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari mengikuti kelompok belajar adalah: 1 Pembelajaran pada kelompok belajar tidak membosankan karena setiap peserta didik harus memiliki keaktifan dalam menciptakan kekreatifan yang mereka miliki 2 Pengetahuan dapt diperoleh dari diskusi dari satu anak dengan anak lainnya. Setiap anak dapat 44 bertukar pikiran sesuai dengan pengalaman mereka masing-masing, sehingga anak lebih mudah memahami apa yang mereka pelajari dari kelompok belajar. 3 Menciptakan rasa sosial yang tinggi dan memiliki pengaruh yang besar pada lingkungan tempat tinggal anak. 4 Meningkatkan kemampuan untuk berkooperatif. Selain kelebihan program kelompok belajar juga memiliki kelemahan yaitu: 1 Pada saat pembelajaran pada kelompok belajar situasi ruangan kurang kondusif karena anak mengeluarkan suara. 2 Pada anak yang kurang memiliki kekreatifan,anak akan kurang mampu bergaul dengan teman lainnya. 3 Mengatur waktu pembelajaran karena usia dan kemampuan anak yang berbeda-beda.

B. Penelitian yang Relevan

1. Hasil penelitian yang dilaksakan oleh Elvi Hidayati pada tahun 2010 mengenai Hubungan Aktifitas Kelompok Belajar dengan Prestasi Belajar Anak di Kabupaten Jember. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa : 1 dengan adanya kelompok belajar peserta didik di Kabupaten Jember anak lebih memiliki rasa tanggung jawab 45 yang besar dan lebih pandai dalam berinteraksi dengan anak lainnya. 2 Dengan adanya kelompok belajar tingkat kreatifitas dan keterlibatan anak dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga adanya peningkatan dalam prestasi belajar anak. 3 Faktor pendukung dengan adanya kelompok belajar tersebut tingkat kualitas anak semakin bertambah dan mendapatkan dukungan dari orang tua untuk memenuhi kebutuhan anaknya di sekolah; sedangkan faktor penghambat adalah kurangnya sarana belajar mengajar, kurang aktifnya pembelajaran peserta didik, dan sebagian kecil orang tua beranggapan kurang pentingnya mengikuti program kelompok belajar. Penelitian yang relevan di atas, berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu mengenai partisipasi program kelompokbelajar guna mengatasi ketidak pedulian anak usia sekolah. Di sini terdapat kesamaan subjek sebagai dasar penelitian yaitu mengenai partisipasi pendidikan nonformal dengan membentuk kelompok belajar sore hari. Adapun perbedaan antara penelitian yang relevan di atas dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu terdapat pada objek lembaga yang berbeda. 2. Penelitian yang dilaksanakan oleh Kartika Wandini pada tahun 2008 mengenai pengaruh Pola Asuh Belajar, Lingkungan Pembelajaran, Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Akademik Anak Usia Sekolah di Kota Bogor. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa: 1 Anak-anak usia sekolah membutuhkan fasilitas pendidikan yang mencukupi, 46 kekurangan fasilitas belajar dapat mengakibatkan anak kurang dapat mengaktualisasi kemampuan dasar dalam belajar. 2 Orang tua berfungsi sebagai dorongan mengarahkan tujuan belajar anak sehingga anak mampu menciptakan tingkat percaya diri, rasa tanggung jawab dan terbentuk motivasi belajar yang tinggi. 3 Keadaan lingkungan berfungsi sebagai penentu atau pendorong yang mampu membantu anak usia sekolah dalam penentuan keberhasilan belajar mereka. Penelitian yang relevan di atas, berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan objek penelitian terdapat pada anak usia sekolah. Terdapat perbedaan antara penelitian diatas dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada subjek yang diteliti. Pada penelitian di atas, subjek yang diteliti adalah pola asuh, lingkungan belajar dan motivasi pada anak. Sedangkan subjek dari penelitian yang akan dilakukan adalah partisipasi program nonformal pada Kelompok Belajar yang sudah berada diluar pengamatan namun masih berada dilingkup wilayah cakupan anak usia sekolah.

C. Kerangka Berfikir