Kerja Sama Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Paisen NAPZA pada Program TC Tahap Fase Primary

peran dari konselor sangat lah penting karena agar dapat memperkenalkan pasien terhadap program serta norma-norma yang berlaku serta membantu pasien untuk bertanggung jawab dengan bekerja secara team. Tidak hanya peran konselor yang sangat penting tetapi juga peran ketua kelompok dalam tahapan ini sangat lah penting karena agar pasien baru bisa menyadari bahwa mereka adalah sebuah team yang tujuannya adalah pemulihan dari ketergantungannya terhadap NAPZA. Di dalam membangun sebuah team harus ada kerja sama satu sama lain agar tujuan yang ingin dicapai bisa terlaksana dengan baik. Kerja sama yang di bangun pada tahap ini awalnya cukup sulit biasa nya terjadi di dalam fase induction karena pasien baru yang belum bisa menerima keberadaannya di dalam tempat rehabilitasi. Dibutuhkan peran dari konselor dan juga ketua kelompok terhadap pasien yang baru demi tujuan pemulihan bersama. Peran konselor dalam hal ini adalah membantu mereka agar dapat berpikir positif dan juga membantu mereka untuk menyadari bahwa disini adalah keluarga mereka atau sebuah team yang tujuannya adalah sama-sama ingin sembuh dari ketergantungan dengan begitu mereka bisa dengan baik menjalankan pemulihannya di berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC. Hal tersebut dibenarkan oleh kepala konselor di unit rehabilitasi Halmahera House dari kutipan berikut, Broh Okto: “pada tahap primary terdapat fase induction yang dalam hal ini awalnya cukup sulit untuk membangun kerja sama untuk menjadi sebuah team butuh peran dari konselor, buddy serta ketua kelompok agar pasien sadar tujuan mereka”. 90 Penulis juga menanyakan mengenai hal yang sama kepada salah satu pasien baru di tahapan primary, informan R: “awalnya saya sangat sulit membangun kerja sama, soalnya kan belum bisa menerima jadi masih ga ada pikiran untuk ngejalanin semuanya sama-sama”. Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat diketahui bahwa kerja sama yang di lakukan pada pasien baru di tahapan primary atau berada pada fase induction cukup sulit di lakukan karena berbagai macam faktor, salah satu nya adalah karena pasien yang belum bisa menerima keberadaannya. Dalam hal ini pasien sulit untuk bekerja sama dengan pasien lainnya karena belum bisanya pasien untuk menerima keberadaannya untuk pemulihan. Hal tersebut tentu akan sangat mengganggu pasien di dalam menjalankan berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC. Dari hasil observasi yang dilakukan penulis terhadap informan R yakni pasien baru pada tahap primary fase induction dalam mengikuti kegiatan yang ada di dalam program TC, pasien memang belum bisa menerima keberadaannya terlihat dari kegiatan morning meeting yang di ikuti oleh pasien pada pagi hari. Pasien terlihat diam saja dan sangat pasif dalam kegiatan tersebut tetapi pada saat itu juga peran ketua kelompok membantu pasien agar tidak hanya menjadi penonton tetapi setiap anggota keluarga juga harus berpartisipasi dengan mengambil peran dan tanggung 90 Wawancara pribadi dengan Broh Okto selaku Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi Halmahera House. Jakarta, 18 Agustus 2014. masing-masing untuk memberi kontribusinya terhadap komunitas. Misalnya dengan bertanya, mengeluarkan pendapat agar pasien bisa dengan sendirinya beradaptasi untuk menjalani dalam berbagai kegiatan. 91 Setelah beberapa minggu informan R akhirnya menyadari keberadaannya disini adalah untuk pemulihan dan komunitas ini adalah keluarganya. Informan R juga sudah bisa beradaptasi dengan lingkungannya yang baru, menyadari bahwa dirinya adalah sebuah team yang harus memenangkan suatu tujuan yakni pemulihan dari ketergantungan terhadap NAPZA dan memangkas prilaku-prilaku negatif yang ada di dalam diri informan. Dengan begitu pasien pun bisa menjalani kegiatan bersama-sama dengan pasien lainnya. Berikut adalah kutipan wawancara penulis dengan informan R: “kalo sekarang sih sudah bisa bekerja sama dengan yang lain, soalnya mereka juga baik-baik dan selalu membantu saya dalam berbagai kegiatan”. 92 Kerja sama dilakukan dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC. Kerja sama biasa dilakukan antar sesama pasien dengan saling membantu satu sama lain di setiap kegiatan. Kerja sama ini di bangun untuk kebaikan diri pasien itu sendiri agar pasien bisa hidup rukun dengan pasien lainnya. Hal tersebut di dukung oleh pemaparan dari konselor pribadi informan R, Broh Taufan: “kerja sama dilakukan dalam berbagai kegiatan, karena TC yang bersifat komunitas atau kelompok jadi semuanya dilakukan secara bersama-sama.” 93 91 Hasil Observasi pribadi pada kegiatan Morning Meeting, Jakarta Agustus 2014. 92 Wawancara Pribadi dengan Informan R, Jakarta 12 Agustus 2014. 93 Wawancar Pribadi dengan Konselor Broh Tufan, Jakarta 13 Agustus 2014. Dari hasil pemaparan kedua informan tersebut dapat diketahui bahwa kerja sama dilakukan dalam berbagai macam kegiatan setiap harinya yang ada di dalam program TC. Kerja sama dilakukan pada setiap pasien, bentuk kerja sama yang dilakukan adalah dengan tanggung jawab dari aktifitas-aktifitas pasien tersebut yang artinya adalah pasien wajib menjalankan peranannya masing-masing yang akan dibantu oleh pasien lainnya demi tujuan yang sama. Dari hasil temuan lapangan terlihat kerja sama yang dilakukan pasien NAPZA pada program TC berlangsung setiap hari pada semua kegiatan karena semua kegiatan membutuhkan kerja sama antar pasien NAPZA selain berkerja sama demi pemulihan, bentuk lain dari kerja sama yang dilakukan antar pasien NAPZA adalah dengan saling tolong menolong antar pasien dalam berbagai kegiatan sehari-hari misalnya kegiatan bangun pagi, morning meeting merupakan kegiatan yang dilakukan setiap pagi untuk mengawali hari, fuction kegiatan kebersihan yang tujuannya untuk melatih pasien untuk hidup lebih sehat, dan group merupakan kegiatan yang di dalamnya terdiri dari berbagai macam kegiatan yang menunjang program therapeutic community. Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu informan pasien primary, terlihat dari kutipan wawancara informan D: “kerja sama dilakukan dalam berbagai kegiatan contohnya morning meeting, lalu function dan group yang ada di program TC”. 94 94 Wawancara Pribadi dengan Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014. Penulis juga menanyakan hal serupa pada konselor dari informan D, yakni broh Nasrul: “kerja sama dilakukan dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC, bentuk kerja sama ialah dengan saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuannya. Kerja sama dilakukan dari awal pagi hari sampai malam pada malam hari. Kegiatan yang dilakukan biasanya morning meeting, function, group”. 95 Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa kerja sama dilakukan dalam setiap kegiatan yang ada di dalam program TC. Kegiatan yang dilakukan adalah bangun pagi, ketika bangun pagi untuk mengawali hari ada proses kerja sama yang dilakukan antara informan D dengan pasien lainnya yang sebelumnya pada saat di luar tidak pernah dilakukan oleh informan D yaitu dengan cara saling tolong menolong, membantu satu sama lain dengan membangunkan pasien lain agar bisa memulai aktifitas-aktifitas sehari-hari. Karena ketika sudah berada dalam program pasien harus mengikuti semua kegiatan TC yang bersifat komunitas atau kelompok jadi semua kegiatan tidak bisa dilakukan sendiri melainkan harus dilakukan bersama-sama dan saling bekerja sama. Selain bangun pagi kedua informan juga mengatakan bahwa kegiatan lain yang harus dilakukan dengan bekerja sama adalah dalam kegiatan morning meeting, morning meeting merupakan pertemuan yang dilakukan setiap pagi dan dihadiri oleh seluruh anggota rumah yang bertujuan sebagai pembuka hari yang selalu dipimpin oleh mayor on dutty staff. 96 Dalam hal ini semua informan sebagai anggota keluarga harus bekerja sama dengan pengatur rumah atau CODChief, untuk mau 95 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Nasrul, Jakarta 14 Agustus 2014. 96 Hasil Observasi Pribadi pada Kegiatan Morning Meeting, Jakarta Agustus 2014. mengikuti kegiatan ini di setiap paginya. Selain itu dalam kegiatan morning meeting kerja sama yang dilakukan informan dengan pasien lain adalah dengan saling tolong menolong mengingatkan akan kesalahan pasien lain atau memotivasi pasien lain demi pemulihan bersama. 97 Karena dalam kegiatan morning meeting ada tahapan memberi peringatan antar pasien dan juga memotivasi antar pasien lain agar bisa jauh lebih baik dan membantu pasien lain yang sedang mempunyai masalah. Selain kegiatan morning meeting menurut kedua informan kegiatan yang membutuhkan kerja sama adalah fuction. Kedua informan menyebutkan bahwa kegiatan lain yang membutuhkan kerja sama antar pasien dalam kegiatan sehari- hari pada program TC adalah fuction, function merupakan kegiatan rutin yang dilakukan pasien untuk membersihkan rumah rehabilitasi. Fuction dilakukan setiap harinya pada pagi dan sore hari dengan tujuan yakni mengajarkan pasien untuk hidup lebih bersih dan teratur. Dalam kegiatan ini pasien diwajibkan untuk saling bekerja sama antar sesama pasien karena dalam kegiatan ini tidak bisa dilakukan sendiri melainkan harus berkordinasi antar pasien agar pembagian tugas bersih-bersih bisa adil dan tidak pilih-pilih. 98 Selain fuction kegiatan lain yang dilakukan bersama- sama adalah group. Semua informan mengatakan dalam group membutuhkan kerja sama antara pasien satu dengan pasien lainnya. Misalnya saja dalam group seminar atau group lainnya, sama halnya dengan kegiatan morning meeting di dalam group ini kerja sama dilakukan 97 Hasil Observasi Pribadi Dalam Kegiatan Morning Meeting Terhadap semua Informan, Jakarta Agustus 2014. 98 Hasil Observasi Pribadi Dalam Kegiatan Function Terhadap Semua Informan, Jakarta Agustus 2014. antara pengatur rumah dengan anggota rumah agar group yang sudah dijadwalkan bisa berjalan dengan baik. misalnya pengatur rumah mengatur anggota rumah agar tepat waktu dalam menghadiri group yang sudah di jadwalkan agar tidak ada pasien yang telat. Dalam bekerja sama antara pasien satu dengan pasien lainnya dalam menjalankan berbagai kegiatan yang ada pada program TC tentu akan berdampak kepada interaksi yang dilakukan pasien dengan pasien lainnya, hal tersebut dapat dilihat dari kutipan wawancara yang dilakukan penulis terhadap informan D: “dengan bekerja sama dengan pasien lainnya kegiatan yang dijalankan akan menjadi lebih baik sehingga interaksi yang dijalankan juga akan menjadi lebih baik” 99 Pernyataan tersebut didukung oleh Broh Narul, yakni konselor pribadi dari informan D: “dengan bekerja sama dengan saling tolong menolong satu sama lain akan berdampak kepada berbagai kegiatan yang akan dijalankan pasien dan hal tersebut tentu akan dapat mempengaruhi interaksi yang dijalankan pasien dengan pasien lainnya” 100 Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat diketahui bahwa dalam bekerja sama antara pasien satu dengan pasien lainnya akan berdampak pada berbagai macam kegiatan yang dijalankan pada program TC, sehingga ketika pasien dapat bekerja sama dengan baik dalam berbagai kegiatan dengan pasien lainnya tentu interaksi yang dilakukan juga akan menjadi lebih baik dan pasien juga dapat lebih fokus di dalam menjalankan proses pemulihannya. 99 Wawancara Pribadi dengan Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014. 100 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Nasrul, Jakarta 12 Agustus 2014. Dalam membangun kerja sama antar pasien kedua informan mengalami kendala yakni jika ada salah satu pasien yang sulit untuk diatur atau diberi tahu. Hal tersebut akan bisa menggangu kegiatan yang setiap hari di jalankan. Berikut kutipan wawancara penulis dengan salah satu informan, yakni informan R: “kendala sih pasti ada, biasanya ada salah satu pasien yang sulit untuk diatur”. 101 Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada konselor dari informan R, Broh Taufan: “saya lihat kendala klien pada saat membangun kerja sama dengan pasien lain adalah ketika pasien lain tidak bisa di ajak kompromi dengan klien” 102 Dari hasil pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa dalam bekerja sama, informan juga mengalami kendala yakni jika ada salah satu pasien tidak bisa diatur atau tidak bisa untuk diajak kompromi. Dengan begitu dalam menjalani kegiatan informan akan terganggu dan akan berakibat tidak baik kepada interaksinya. Dari informan R dan informan D pada saat mereka sedang kesal atau bahkan sedang marah tidak sama sekali mengganggu kerja sama yang mereka lakukan dengan pasien lain dalam kegiatan yang mereka kerjakan sehari-hari. 103 Dari pengamatan penulis, kerja sama yang dilakukan semua informan berjalan cukup baik karena semua kegiatan yang dilakukan harus dengan kerja sama antar pasien. Kerja sama ini bersifat tolong menolong, tolong menolong untuk saling mengingatkan akan kesalahan yang 101 Wawancara Pribadi dengan Informan R, Jakarta 12 Agustus 2014. 102 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014. 103 Hasil Observasi terhadap Informan R dan Informan D dalam kegiatan Group, Jakarta Agustus 2014. dilakukan pasien lain atau membantu satu sama lain. Semua informan saling bergotong royong dan saling tolong menolong dalam menjalankan semua kegiatan selain itu semua informan juga mengingatkan akan kesalahan yang dilakukan pasien lain. Itu semua dilakukan semata-mata demi tujuan bersama yaitu pulih dari ketergantungan terhadap NAPZA dan juga merubah tingkah laku yang negatif menjadi tingkah laku yang positif. Dengan bekerja sama antara pasien satu dengan pasien lainnya sehingga kegiatan yang dijalankan pada program TC akan menjadi lebih baik dan interaksi yang dilakukan pasien satu dengan pasien lainnya juga akan menjadi lebih baik.

b. Persaingan

competition Bentuk kedua dari interaksi sosial adalah Persaingan. Berbeda dengan kerja sama dalam tahapan ini persaingan memang sengaja dibuat untuk tujuan yang baik kepada pasien yaitu agar pasien mengerti dan memahami bahwa mereka bisa bersaing secara sehat atau tidak saling menjatuhkan dan dengan bersaing pasien akan mencapai tujuan yang diinginkan. Hal tersebut di jelaskan oleh kepala unit rehabilitasi Halmahera House, Broh Okto: “dalam fase primary sebetulnya tidak diperkenankan terjadi persaingan antar pasien. Namun dalam program TC persaingan sengaja dibuat dalam satu kegiatan. Contohnya adalah kegiatan olah raga yang didalam nya terdapat beberapa permainan. Dengan begitu pasien akan mengerti tentang arti persaingan namun secara sehat dan dapat menumbuhkan keinginan dalam diri pasien agar dapat memenangkan permainan tersebut”. 104 104 Wawancara Pribadi dengan Broh Okto Selaku Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi Halmahera House, Jakarta 18 Agustus 2014. Penulis juga menanyakan hal serupa kepada salah satu Informan, yakni inforrman R: “dalam fase ini persaingan di luar akal sehat sih ga ada yaa mba, tetapi kalo persaingan yang sehat ada kaya setiap sore ada waktu untuk olah raga nah disitu di isi dengan bermain sepak bola, biasanya antara kelompok primary sama re-entry sih.” 105 Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa sebenarnya persaingan tidak dianjurkan berada dalam fase ini, pasien dilarang untuk bersaing dengan pasien lainnya diluar kegiatan yang terdapat pada program TC. Hanya saja persaingan sengaja dibuat di dalam kegiatan agar pasien bisa menumbuhkan prilaku yang baik dengan bersaing secara sehat dan juga menumbuhkan keinginan dalam diri pasien agar dapat mencapai suatu tujuan yakni kemenangan. Dari hasil observasi yang penulis lakukan dalam kegiatan olah raga pada saat sore hari, penulis melihat persaingan itu memang benar-benar sengaja di buat untuk pasien. Konselor dengan sengaja memperbolehkan pasien untuk bermain sepak bola melawan fase yang lain, pada saat itu fase primary melawan fase re-entry. Terlihat bahwasanya persaingan bersifat sehat karena dalam hal ini konselor menumbuhkan nilai-nilai yang baru kepada pasien agar pasien bisa berprilaku secara baik. Dalam permainan sepak bola tersebut terlihat pasien fase primary sangat antusias untuk memenangkan permainan tersebut. Baik fase primary maupun re- entry sama-sama bersaing untuk memenangkan permaianan tersebut. 106 105 Wawancara Pribadi dengan Informan R, Jakarta 12 Agustus 2014. 106 Hasil Observasi Terhadap Kegiatan Olah Raga, Jakarta Agustus 2014. Dengan bersaing secara sehat pasien akan mengerti nilai-nilai yang baru agar dapat menjadi prilaku yang jauh lebih baik. permainan sebak bola tidak hanya menjadi wadah bagi pasien untuk bersaing secara sehat tetapi juga membentuk prilakunya agar bisa menjadi jauh lebih baik. Hal tersebut dijelaskan oleh Broh Okto selaku kepala konselor di unit rehabilitasi Halmahera House Jakarta, sebagai berikut: “permainan sepak bola sengaja dibuat agar pasien mengerti nilai-nilai yang baru dari hal-hal yang kecil. Permainan sepak bola tentu akan mengajarkan pasien selain untuk hidup sehat tetapi juga tau bagaimana cara bersaing secara sehat dengan tidak menjatuhkan pasien lainnya.” 107 Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada salah satu pasien primary yang mengikuti permainan sepak bola, informan D: “persaingan terjadi pada kegiatan olah raga pada saat sore hari, kami selaku pasien di ajarkan untuk tetap bersaing secara sehatdengan tidak menjatuhkan satu sama lain”. 108 Dari hasil pemaparan kedua informan tersebut persaingan memang dilakukan. Persaingan itu bersifat kelompok antar kelompok yakni antara