terbebas dari ketergantungan mereka terhadap NAPZA. Hal tersebut tentu sudah menjadi satu contoh dimana para pasien secara tidak
langsung mendapatkan pelatihan untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik kelak, sebagaimana yang terdapat dalam definisi teori
kelompok pendidikan dapat dilihat pada bab 2, h. 37. Kerja sama tersebut juga diterapkan oleh semua informan, salah satunya ialah
informan R yang mana dirinya menyadari bahwa kegiatan yang di jalankan secara bersama-sama akan bermanfaat dikehidupannya kelak.
Kerja sama yang dilakukan adalah dengan cara saling membantu serta saling menolong satu sama lain di dalam berbagai kegiatan dapat
dilihat pada bab 4, h. 80. Hal ini telah membuktikan bahwa kerja sama yang di lakukan dengan saling tolong menolong dalam berbagai
kegiatan yang di jalankan pasien bersama pasien lainnya mempunyai tujuan dan akan bermanfaat bagi semua, sebagaimana yang dijelaskan
oleh Soerjono Soekanto bab 2, no.3 h. 49. b.
Persaingan Berdasarkan
hasil temuan
lapangan penulis,
dalam menjalankan pemulihan sebagai pasien sebenarnya persaingan tidak
boleh terjadi tetapi dalam hal ini konselor sengaja memberikan kegiatan agar pasien dapat menumbuhkan persaingan yang ada di
dalam dirinya secara sehat sebagaimana yang telah dijelaskan oleh broh Okto selaku kepala konselor di unit rehabilitasi Halmahera House
Jakarta dapat dilihat pada bab 4, h. 86. Persaingan dalam hal ini terjadi antara kelompok dan kelompok, antara kelompok primary dan
re-entry dalam kegiatan ini pasien dapat mengetahui bahwa persaingan tidak hanya berarti negatif tetapi juga dapat berarti positif dengan
bersaing terhadap yang lain namun secara damai dan tidak saling menjatuhkan dapat dilihat pada bab 2, h. 30. Persaingan yang di buat
oleh konselor berupa adanya kegiatan yang ada pada sore hari dengan melakukan permainan sepak bola antara pasien primary dan juga
pasien re-entry. Pada kegiatan tersebut terlihat adanya persaingan antara kelompok primary dan juga kelompok re-entry yang sangat
antusias untuk memenangkan permainan tersebut. Dalam kegiatan tersebut tentu dapat membangun rasa kepercayaan diri pasien untuk
dapat memenangkan permainan tersebut terhadap pasien lainnya karena dalam hal ini pasien lain akan berperan sebagai lawan.
Disamping itu kegiatan olah raga ini tidak hanya membantu pasien untuk hidup sehat, namun juga dapat melekatkan hubungan antara
pasien dengan kelompoknya yang mana dapat membantu pasien agar bisa menjalankan pemulihannya dengan baik.
c. Pertikaian
Berdasarkan hasil temuan penulis, pertikaian sering terjadi di dalam interaksi sosial antara pasien satu dengan pasien lainnya.
Pertikaian yang terjadi biasanya karena ada salah satu pasien yang sulit untuk diberitahu oleh pasien lainnya sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh informan D dapat dilihat pada bab 4, h. 89, padahal hal tersebut dilakukan oleh pasien lain agar pasien dapat mempunyai
prilaku yang lebih baik. Bentuk pertikaian yang terjadi dalam berbagai
kegiatan yang ada pada program TC biasanya karena perbedaan pendapat antara pasien satu dengan pasien lainnya namun dalam hal ini
pertikaian bisa diselesaikan dengan cara bermusyawarah, sebagaimana yang terdapat dalam pengertian pertikaian pada bab 2 h. 30.
Berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC dapat menjadi wadah untuk pasien dalam mengeluarkan pendapatnya. Salah
satu kegiatan yang sering menimbulkan pertikaian adalah kegiatan encounter dapat dilihat pada bab 4, h. 91, dalam kegiatan ini dapat
terlihat adanya proses perdebadatan antara pasien satu dengan pasien lainnya untuk memecahkan suatu permasalahan. Pasien akan
diperbolehkan mengeluarkan pendapatnya masing-masing dengan cara mengeluarkannya di dalam berbagai kegiatan yang telah disediakan hal
ini dapat menjadi suatu solusi dalam mengembangkan prilaku pasien yang tadinya pasif menjadi lebih aktif di dalam lingkungannya agar
suatu saat mereka bisa berfungsi dalam memberdayakan diri mereka melalui kelebihan yang dimiliki, sebagaimana yang telah dijelaskan
pada bentuk teori kelompok pemecahan masalah dan pembuatan keputusan pada bab 2 h. 38. Teori kelompok pemecahan masalah ini
melibatkan penerima pelayanan dan pemberi pelayanan, dimana dalam hal ini pasien yang mempunyai masalah sebagai penerima pelayanan
dapat menemukan suatu solusi untuk bisa memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Sedangkan bagi para pemberi pelayanan yakni
konselor telah menjadikan kegiatan encounter sebagai sarana para bagi para pasien untuk dapat membantu pasien lainnya dengan
mengeluarkan pendapatnya agar pasien dapat berperan aktif di dalam menjalankan berbagai kegiatan pada program TC.
d. Akomodasi
Berdasarkan hasil temuan lapangan penulis, akomodasi juga sering terjadi dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC,
dalam hal ini akomodasi adalah suatu kedaan dimana suatu pertikaian atau konflik dapat diselesaikan. Dalam menjalankan berbagai kegiatan
pasien tidak luput dari pertikaian dengan pasien lainnya, dengan begitu akomodasi sangat penting karena sebagai wadah untuk menyelesaikan
pertikaian yang terjadi dan dapat membangun kerja samanya kembali. Hal ini dapat di lihat dari berbagai kegiatan yang dijalani pasien,
kegiatan tersebut salah satu nya adalah kegiatan encounter dimana dalam kegiatan tersebut pertikaian dengan bentuk perbedaan pendapat
sering terjadi. Dalam hal ini chief atau ketua kelompok yang bertugas akan berperan sangat penting dalam hal akomodasi, karena lewat
dirinyalah akomodasi dapat terjadi. Dapat di lihat dalam kegiatan primary ketika Chief melerai pertikaian antara informan R dan pasien
S karena perbedaan pendapat, dengan cara memberitahu bahwa mereka adalah keluarga jadi tidak boleh ada pertikaian yang berlanjut, mereka
semua mempunyai tujuan yang sama untuk sama-sama dapat pulih dari ketergantungan jadi tidak boleh ada yang mengucilkan pasien satu
dengan pasien lainnya dapat dilihat pada bab 4, h. 98. Selain itu dalam fase re-entry akomodasi juga sangat diperlukan karena tidak
dipungkiri pertikaian dengan perbedaan pendapat dalam fase ini juga
sering terjadi. Dapat di lihat dari kegiatan confrontation akomodasi dilakukan oleh COD atau Chief yang bertugas sebagai pelerainya dan
ketika pertikaian mereka sudah diselesaikan hubungan mereka pun langsung kembali membaik. Terlihat ketika Chief melerai pertikaian
antara informan W dan pasien A, dengan cara memberikan pengertian kepada kedua pasien tersebut dapat dilihat pada bab 4, h. 109. Hal
tersebut membuktikan bahwa adanya ketua kelompok dalam kegiatan econfrontation dapat melerai suatu pertikaian dan mendapatkan
penyelesaian sebagaimana telah dijelaskan oleh Soerjono Sokeanto pada bab 2 h. 31.
117
BAB V PENUTUP
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi sosial yang terjadi antar pasien NAPZA pada program therapeutic community. Penelitian ini
dilakuakan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Interaksi Sosial disini mencangkup pada bentuk-bentuk interaksi sosial, bentuk-bentuk interaksi sosial
meliputi kerja sama, persaingan, pertikaian dan akomodasi yang mempengaruhi interaksi sosial mereka.
A. Kesimpulan
Setelah menyelesaikan
penelitian tersebut
penulis dapat
menyimpulkan bahwa berlangsungnya suatu proses interaksi sosial didasarkan pada berbagai bentuk di dalam menjalankan program
therapeutic community. Maka, untuk dapat melihat gambaran tentang bentuk-bentuk interaksi sosial antar pasien NAPZA pada program TC,
penulis menggunakan teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini, yang mana sebagian besar menggunakan teori kelompok mandiri. Teori
kelompok mandiri menekankan pada pengakuan para anggota terhadap kelompok bahwa dirinya memiliki masalah. Dalam hal ini, pengguna
NAPZA dapat menceritakan pemasalahannya kepada kelompok mengenai kecanduannya terhadap NAPZA dan pasien lainnya yang sudah menjalani
pemulihan juga dapat membagi pengalamannya di masa lalu untuk bersama-sama membuat suatu perencanaan di masa depan bagi pasien
yang masih membutuhkan pertolongan. Hal tersebut tentu akan dapat
mempengaruhi interaksi sosial yang akan dijalankan pasien NAPZA pada program therapeutic commmunity dalam proses pemulihan. Dan bentuk-
bentuk interaksi sosial antar pasien NAPZA pada program therapeutic community di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta sebagai berikut:
a. Kerja Sama
Bentuk interaksi sosial antar pasien NAPZA yang pertama adalah kerja sama, kerja sama dilakukan dalam berbagai kegiatan
baik yang terjadwal maupun yang tidak terjadwal. Kerja sama dilakukan dengan sesama pasien, konselor maupun orang lain.
Bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pasien adalah dengan saling tolong menolong satu sama lain, memberi tahu akan
kesalahan yang dilakukan pasien lain dan begitu juga sebaliknya. Itu semua dilakukan semata-mata demi tujuan bersama yaitu pulih
dari ketergantungan terhadap NAPZA dan juga merubah tingkah laku yang negatif menjadi tingkah laku yang positif. Dengan
bekerja sama antara pasien satu dengan pasien lainnya kegiatan yang dijalankan pada program TC akan menjadi lebih baik
sehingga interaksi yang dilakukan pasien satu dengan pasien lainnya juga akan menjadi lebih baik. Selain itu pasien akan
menjadi lebih fokus dalam menjalankan pemulihannya, karena dalam hal ini pasien tidak bisa melakukan berbagai kegiatan
dengan sendiri membutuhkan kerja sama dengan saling tolong menolong antara pasien satu dengan pasien lainnya agar kegiatan
yang dijalankan bisa berjalan dengan baik, dengan begitu proes
pemulihan yang dijalankan akan berjalan dengan baik. Sikap saling tolong menolong satu sama lain akan mempengaruhi interaksi
sosial yang dilakukan pasien di dalam menjalankan berbagai kegiatan yang ada pada program TC, sehingga ketika pasien sudah
keluar pasien bisa mengaplikasikan sikap tolong menolong baik di lingkungan keluarga, teman maupun masyarakat.
b. Persaingan
Bentuk interaksi yang kedua adalah persaingan, persaingan ini terjadi di dalam kegiatan yang ada pada program therapeutic
community. Ada dua macam persaingan yang terjadi, yang pertama antara individu dengan individu dan yang kedua adalah
kelompok dengan kelompok. Persaingan individu disini biasanya terjadi karena mereka berpikir siapa yang bisa menjadi jauh lebih
baik dalam menjalankan berbagai kegiatan setiap harinya karena dengan begitu mereka bisa cepat untuk naik ke fase yang
berikutnya sedangkan persaingan kelompok biasanya terjadi karena mereka mengikuti permainan pada saat sore hari dan
mengharuskan mereka untuk bersaing secara sehat. Dengan bersaing pasien akan menggali potensi yang ada di dalam dirinya
masing-masing. Seperti halnya persaingan kelompok dengan kelompok, yang terjadi antara kelompok pasien fase primary
melawan kelompok pasien re-entry pada saat kegiatan sore hari yakni bermain sepak bola, dalam hal ini pasien harus menjadi
sebuah team yang saling bekerja sama antara pasien satu dengan