Pertikaian Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA pada Program

d. Akomodasi

Akomodasi merukapakan bentuk terakhir di dalam interaksi sosial. Dalam menjalankan berbagai kegiatan akomodasi sering terjadi. Akomodasi merupakan suatu keadaan dimana suatu pertikaian atau konflik mendapat penyelesaian sehingga terjalin kerja sama yang baik kembali. Dari keterangan yang diberikan oleh semua informan di dalam fase re-entry akomodasi berlangsung jika pertikaian sudah tidak bisa dilerai oleh sesama pasien melainkan harus dengan ketua kelompok atau mayor yang bertugas. Semua informan pun sering mengalami pertikaian dalam kegiatan sehari-hari tetapi jika sampai mayor yang bertugas turun langsung untuk menyelesaikan pertikaian semua informan tidak pernah mengalaminya. Berikut kutipan wawancara yang penulis lakungan dengan salah satu informan, Informan W: “pertikaian sering terjadi tapi masih bisa diselesaikan dengan sesama pasien atau ketua kelompok”. 155 Hal tersebut di dukung oleh pemaparan dari konselor W, Broh Tuafan: “pertiakain memang sering terjadi tetapi masih bisa diselesaikan dengan sesama pasien atau dengan ketua kelompok.” 156 Dari hasil pemaparan kedua informan diatas dapat di lihat bahwa pertikaian memang sering terjadi antara pasien satu dengan pasien lainnya tetapi masih bisa diselesaikan dengan adanya ketua kelompok yang bertugas. Pertikaian yang terjadi dapat diselesaikan dengan cara yang baik 155 Wawancara Pribadi dengan Informan W, Jakarta 14 Agustus 2014. 156 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014. yaitu dengan cara bermusyawarah antara pasien satu dengan pasien lainnya atau memberi pengertian kepada pasien yang saling berdebat dengan begitu pasien dapat menjalin kerja sama yang baik kembali. Dari observasi yang dilakukan penulis terhadap kegitan confrontation akomodasi dilakukan oleh COD atau Chief yang bertugas sebagai pelerainya dan ketika pertikaian mereka sudah diselesaikan hubungan mereka pun langsung kembali membaik. Terlihat ketika Chief melerai pertikaian antara informan W dan pasien A, dengan cara memberikan pengertian kepada kedua pasien tersebut. 157 Penulis juga menanyakan kepada informan lain tentang bagaimana bentuk penyelesaian jika terjadi pertikaian antara pasien satu dengan pasien lainnya, Informan AM: “ketika terjadi pertikaian, bentuk penyelesaian adalah dengan adanya chief atau ketua kelompok yang bertugas”. 158 Penulis juga menanyakan mengenai hal serupa kepada konselor AM, Broh Latif: “jika terjadi pertikaian maka ketua kelompok yang bertugas akan membantu menyelesaikannya”. 159 Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa jika ada pertikaian harus langsung di selesaikan dengan bantuan chief atau ketua kelompok yang sedang bertugas. Sehingga kerja sama dapat terjalin kembali. Bentuk penyelesaian adalah dengan cara bermusyawarah bersama pasien lainnya agar pertiakaian yang ada tidak berlanjut sampai keluar kegiatan. 157 Hasil Observasi dalam Kegiatan Confrontation, Jakarta Agustus 2014. 158 Wawancara Pribadi dengan Informan AM, Jakarta 10 Agustus 2014. 159 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Latif, Jakarta 13 Agustus 2014.

B. Analisis

1. Interaksi Sosial Antar Paisen NAPZA pada Program

Therapeutic Community di RSKO Jakarta Bedasarkan hasil temuan data yang penulis lakukan mengenai interaksi sosial antar pasien NAPZA pada program therapeutic community, penulis dapat mengetahui bahwa berlangsungnya suatu proses interaksi sosial didasarkan pada berbagai bentuk di dalam menjalankan program TC. Maka, untuk dapat melihat gambaran mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalam program TC dapat berjalan dengan baik atau tidak, penulis menggunakan teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini, yang mana sebagian besar menggunakan teori kelompok mandiri. Teori kelompok mandiri menekankan pada pengakuan para anggota terhadap kelompok bahwa dirinya memiliki masalah dapat dilihat pada bab 4 hal, 76 Dalam hal ini, pengguna NAPZA dapat menceritakan pemasalahannya kepada kelompok mengenai kecanduannya terhadap NAPZA dan pasien lainnya yang sudah menjalani pemulihan juga dapat membagi pengalamannya di masa lalu untuk bersama-sama membuat suatu perencanaan di masa depan bagi pasien yang masih membutuhkan pertolongan. Pasien yang merasa dirinya bermasalah akan mendapatkan manfaat berdasarkan prinsip-prinsip terapi, seperti berbagai macam kegiatan yang di jalankan, saran, nasehat, dsb serta pasien lain yang menolong pun juga akan mendapatkan kepuasan psikologis karena telah menolong orang lain, seperti yang dijelaskan dalam teori kelompok mandiri bab 2 h. 47.