Pertikaian Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Paisen NAPZA pada Program TC Tahap Fase Primary

dan baru saat ini di ungkapkan. Informan R pun terlihat sangat kesal dengan S. 116 Encounter merupakan sebuah kegiatan group dimana setiap anggota di bebaskan untuk mengespresikan persaannya terhadap anggota lain dengan cara yang pantas dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hal tersebut senada dengan kutipan wawancara yang penulis lakukan dengan kepasalah satu informan, informan D: “encounter merupakan kegiatan dimana anggota keluarga dibebaskan meluapkan perasaannya terhadap anggota lain”. 117 Penulis juga menanyakan mengenai hal serupa kepada konselor pribadi D, Broh Nasrul: “encounter merupakan kegiatan dimana pasien meluapkan persaannya terhadap pasien lainnya, dalam hal ini pasien selama satu minngu diberi pelajaran yaitu mengonrol persaanya sampai kegiatan itu terlakasana”. 118 Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat dalam kegiatan TC encounter adalah wadah yang diperuntukkan untuk pasien mengungkapkan kekesalannya kepada pasien lain. Dalam hal ini pasien juga di ajarkan bagaimana dirinya harus mengkontrol emosinya agar tidak meledak pada saat itu, karena kegiatan encounter hanya di adakan seminggu sekali. Dari hasil obeservasi yang penulis lakukan dalam kegiatan encounter, pada kegiatan ini informan D juga megungkapkan kekesalannya kepada Y pasien lain di fase primary. Informan D kesal karena Y mempunyai sikap yang jorok, Y adalah pasien primary yang 116 Hasil Observasi dalam Kegiatan Encounter, Jakarta Agustus 2014. 117 Wawancara Pribadi terhadap Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014. 118 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014. memang sulit untuk di atur sifatnya yang jorok jarang menggosok gigi, jarang mandi dsb membuat informan D kesal. Informan D memang sangat kesal tetapi cara mengungkapkannya tidak sampai memakai emosi, informan D hanya memberitahu jika yang dilakukan oleh pasien Y adalah salah. Informan D pun memberitahu kepada Y agar Y bisa berubah, hal tersebut tentu untuk kebaikan Y sendiri. Tetapi ada pasien lain yaitu P yang tidak setuju dengan pernyataan informan D, P mengatakan bahwa pasien Y tidak usah diberitahu atau diberi masukan karena tidak akan ada gunanya. P mengatakan kepada informan D bahwa tidak usah perduli terhadap Y karena percuma memberitahu kepada Y tidak akan pernah didengar. Tetapi informan D pun menjawab pendapat P, dia menjelaskan bahwa mereka adalah keluarga yang harus saling mengingatkan satu sama lain bukannya malah menjauhi keluarganya yang mempunyai kesalahan. Setelah berbicara seperti itu P pun terdian dan perdebadatan pun dapat diselesaikan. Dalam hal ini terlihat bahwa perdebatan terjadi antara informan D dan juga P masih bisa diselesaikan atau tidak menggunakan emosi atau kekerasan. 119 Selain encounter pertikaian atau konflik juga sering terjadi dalam kegiatan group, salah satu nya adalah pada saat lecture group. Seperti wawancara yang dilakukan penulis terhadap salah satu informan, Informan D: “kalo pertikaian kecil sih sering dalam kegiatan lecture group, lecture merupakan kegiatan yang di dalam nya berisi seminar. Dalam kegiatan ini banyak perbedaan pendapat antara 119 Hasil Observasi dalam Kegiatan Encounter, Jakarta Agustus 2014. pasien satu dengan pasien lainnya dan itu diperbolehkan ko mba.” 120 Penulis juga menanyakan kepada konselor D mengenai hal serupa, Broh Taufan: “perbedaan pendapat sering terjadi di dalam kegiatan lecture group dimana dalam kegiatan itu banyak perbedaan pendapat hal ini tentu diperbolehkan karena pasien memang harus berperan aktif didalam lingkungannya”. 121 Dari pemaparan kedua informan diatas dapat di lihat bahwa di dalam menjalankan kegiatan yang ada pada program TC pasien pun sering berbeda pendapat antara pasien satu dengan pasien lainnya. Kegiatan lecture group merupakan kegiatan yang di dalamnya berisi seminar yang berhubungan dengan adiksi. Dalam hal ini biasanya pasien sering berdebat karena pengetahuannya yang lebih antara pasien satu dengan pasien lainnya. Tetapi cara pengungkapannya tidak emosional melainkan dengan cara memberi tahu kepada pasien lainnya. Dalam hal ini pertikaian dengan perbedaan pendapat diperbolehkan karena pasien memang dituntut untuk berperan aktif di dalam lingkungannya dalam menjalankan berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC. Kegiatan tersebut dapat menjadi wadah untuk mengembangkan prilaku pasien yang awalnya pasif menjadi lebih aktid di lingkungannya. Dari hasil observasi yang penulis lakukan dalam kegiatan lecture group pada hari senin pukul 11.30 WIB, ada perbedaan pendapat antara informan D dan juga G pasien lain di fase primary. Dalam kegiatan kali ini informan D terlihat menentang pendapat dari G karena menurut 120 Wawancara Pribadi dengan Informan D, Jakarta 15 Agustus 2014. 121 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014. informan D pendapatnya kurang masuk diakal. Dalam sesi kali ini membahas tentang bagaimana penanganan seorang pecandu yang mengalami depresi. Menurut pendapat G pecandu yang mengalami hal tersebut hendaknya tidak direhabilitasi tetapi dengan penanganan keluarga saja. Informan D pun langsung menentang pendapat dari G karena menurutnya pecandu yang seperti itu lebih baik di rehabilitasi karena dengan begitu pasien agar bisa melupakan kejadian-kejadian yang lalu yang membuatnya menjadi depresi. Dalam hal ini terlihat bagaimana berbedaan pendapat antara informan D dan juga pasien G, tetapi walupun mereka berbeda pendapat masih bisa diselesaikan dengan cara yang baik atau tidak emosional. 122 Dalam hal ini penulis juga menanyakan bagaimana perasaan informan pada saat perbedaan pendapat dengan pasien lain, informan D: “perasaan saya sih biasa aja, kalo saya tau itu tidak benar yaa saya harus menentang pendapat pasien lain”. 123 Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada konselor dari infroman D, Broh Nasrul: “perbedaan pendapat sering terjadi, dalam hal ini saya tidak akan menyalahkan klien”. 124 Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa perbedaan pendapat sering terjadi di dalam berbagai kegiatan, Broh Nasrul selaku konselor tidak akan menyalahkan informan karena informan menentang pendapat pasien lain. Asal itu di lakukan dengan cara yang benar atau tidak dengan cara yang emosional. 122 Hasil Observasi dalam Kegiatan Lecture Group, Jakarta Agustus 2014. 123 Wawancara Pribadi dengan Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014. 124 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Nasrul, Jakarta 13 Agustus 2014. Selain lecture group perbedaan pendapat juga sering terjadi di dalam confrontation group, seperti yang di ungkapkan salah satu informan, Informan R: “perbedaan pendapat juga sering terjadi di dalam kegiatan confrontation, dalam hal ini sering terjadi karena pembahas layak atau tidaknya pasien yang melakukan permohonan di setujui”. 125 Penulis juga menanyakan mengenai hal serupa kepada konselor pribadi informan R, Broh Taufan: “confrontation merupakan kegiatan yang di dalamnya sering terjadi perbedaan pendapat antara pasien satu dengan pasien lainnya”. 126 Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat diketahui bahwa dalam kegiatan lecture group bisa menimbulkan pertikaian karena perbedaan pendapat antara pasien yang satu dengan pasien yang lainnya. Dalam hal ini peran ketua kelompok sangat penting karena agar dapat melerai jika pertiakain terjadi. Pertikaian dalam hal ini tidak menggunakan emosi, pertikaian terjadi karena menentang pihak lawan untuk memenuhi tujuannya yakni informan dapat ikut andil di dalam berbagai kegiatan dengan mengeksplorasikan dirinya. Pertikaian sengaja diperbolehkan dalam berbagai kegiatan misalnya berbedaan pendapat antara pasien satu dengan pasien lainnya. Hal itu dikarenakan pihak konselor mengingkan agar pasien dapat mengungkapkan pendapatnya dengan cara menentang pendapat orang lain tetapi masih dalam koridor atau tidak menggunakan kekerasan. Berikut 125 Wawancara Pribadi dengan Inforam R, Jakarta 12 Agustus 2014. 126 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014. kutipan wawancara yang penulis lakukan dengan kepala unit rehabilitasi, Broh Okto: “dalam berbagai kegiatan pertikaian memang sengaja di perbolehkan misalnya dengan berpedaan pendapat dalam menjalankan kegiatan yang ada di dalam program TC. Kami sebagai konselor memang sengaja memperbolehkan pasien melakukan hal tersebut agar pasien lebih bisa mengeksplorasikan dirinya dan lebih peka terhadap keluarganya sendiri pasien lainnya dalam hal ini pasien memang dituntut untuk bisa aktif di dalam lingkungannya”. 127 Dari pemaparan informan diatas dapat diketahui bahwa dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC, pertikaian memang sengaja di perbolehkan misalnya dengan perbedaan pendapat antara pasien satu dengan pasien lainnya tetapi dengan cara tidak emosional. Hal tersebut dikarenakan agar pasien lebih perduli terhadap pasien lainnya atau lingkungannya dan juga pasien dapat mengeksplorasikan pendapat dirinya dengan cara yang baik di dalam lingkungannya.

d. Akomodasi

accomodation Bentuk terakhir dari interaksi sosial adalah akomodasi yang merupakan suatu keadaan dimana suatu pertikaian atau konflik, mendapat penyelesaian sehingga terjalin kerja sama yang baik kembali. Dari keterangan yang diberikan oleh semua informan di dalam fase primary akomodasi berlangsung jika pertikaian sudah tidak bisa dilerai oleh sesama pasien atau ketua kelompok melainkan harus dengan mayor yang bertugas. Semua informan pun sering mengalami pertikaian dalam kegiatan sehari-hari tetapi jika sampai mayor yang bertugas turun langsung 127 Wawancara Pribadi dengan Broh Okto Selaku Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi Halmahera House, Jakarta 18 Agustus 2014. untuk menyelesaikan pertikaian semua informan tidak pernah mengalaminya. Berikut kutipan wawancara yang penulis lakungan dengan salah satu informan, Informan R: “pertikaian sering terjadi tetapi masih bisa diselesaikan dengan sesama pasien atau ketua kelompok, tetapi jika pertikaian sudah tidak bisa diselesaikan dengan ketua kelompok maka ketua kelompok akan menyerahkan kepada mayor atau staff yang bertugas”. 128 Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada konselor R, Broh Tuafan: “pertiakain memang sering terjadi tetapi masih bisa diselesaikan dengan sesama pasien atau dengan ketua kelompok. Jika memang tidak bisa maka diserahkan kepada mayor yang bertugas”. 129 Dari hasil pemaparan kedua informan diatas dapat di lihat bahwa pertikaian memang sering terjadi antara pasien satu dengan pasien lainnya tetapi masih bisa diselesaikan dengan sesama pasien atau ketua kelompok. Pertikaian yang terjadi dapat diselesaikan dengan cara yang baik. Dalam hal ini pasien dapat menjalin kerja sama yang baik kembali. Dari observasi yang dilakukan penulis terhadap kegitan encounter akomodasi dilakukan oleh COD atau Chief yang bertugas sebagai pelerainya dan ketika pertikaian mereka sudah diselesaikan hubungan mereka pun langsung kembali membaik. Terlihat ketika Chief melerai pertikaian antara informan R dan pasien S, dengan cara memberitahu bahwa mereka adalah keluarga jadi tidak boleh ada pertikaian yang 128 Wawancara Pribadi dengan Informan R, Jakarta 12 Agustus 2014. 129 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014. berlanjut, mereka semua mempunyai tujuan yang sama jadi tidak boleh ada yang mengucilkan satu sama lain. Penulis juga menanyakan kepada informan lain tentang bagaimana bentuk penyelesaian jika terjadi pertikaian antara pasien satu dengan pasien lainnya, Informan D: “ketika terjadi pertikaian, bentuk penyelesaian adalah dengan adanya chief atau ketua kelompok yang bertugas”. 130 Penulis juga menanyakan mengenai hal serupa kepada konselor D, Broh Nasrul: “jika terjadi pertikaian maka chief akan membantu menyelesaikannya”. 131 Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa jika ada pertikaian harus langsung di selesaikan dengan bantuan chief atau ketua kelompok yang sedang bertugas. Sehingga kerja sama dapat terjalin kembali. Bentuk penyelesaian adalah dengan cara bermusyawarah bersama pasien lainnya agar pertiakaian yang ada tidak berlanjut sampai keuar kegiatan.

2. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA pada Program

Theraputic Community Tahap Fase Re-Entry a. Kerja Sama Kerja sama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang terjadi antar pasien NAPZA pada program TC. Fase re-entry merupakan fase kedua yang ada di dalam program TC. Fase re-entry merupakan pengembangan sikap dan prilaku bertanggung jawab serta mempersiapkan 130 Wawancara Pribadi dengan Informan D, Jakarta 15 Agustus 2014. 131 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Nasrul, Jakarta 14 Agustus 2014.