Persaingan Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Paisen NAPZA pada Program TC Tahap Fase Primary

Dengan bersaing secara sehat pasien akan mengerti nilai-nilai yang baru agar dapat menjadi prilaku yang jauh lebih baik. permainan sebak bola tidak hanya menjadi wadah bagi pasien untuk bersaing secara sehat tetapi juga membentuk prilakunya agar bisa menjadi jauh lebih baik. Hal tersebut dijelaskan oleh Broh Okto selaku kepala konselor di unit rehabilitasi Halmahera House Jakarta, sebagai berikut: “permainan sepak bola sengaja dibuat agar pasien mengerti nilai-nilai yang baru dari hal-hal yang kecil. Permainan sepak bola tentu akan mengajarkan pasien selain untuk hidup sehat tetapi juga tau bagaimana cara bersaing secara sehat dengan tidak menjatuhkan pasien lainnya.” 107 Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada salah satu pasien primary yang mengikuti permainan sepak bola, informan D: “persaingan terjadi pada kegiatan olah raga pada saat sore hari, kami selaku pasien di ajarkan untuk tetap bersaing secara sehatdengan tidak menjatuhkan satu sama lain”. 108 Dari hasil pemaparan kedua informan tersebut persaingan memang dilakukan. Persaingan itu bersifat kelompok antar kelompok yakni antara pasien fase primary melawan pasien fase re-entry. Persaingan tersebut bersifat sehat karena tidak saling menjatuhkan satu sama lain tetapi dengan tujuan yang sama. Senada keterangan dari informan R sama dengan keterangan informan D yang menjelaskan bahwa persaingan itu ada tetapi persaingan yang bersifat sehat karena dilakukan untuk bersenang-senang. Dalam hal ini sama seperti keterangan informan D dan informan R pun menjelaskan bahwa persaingan biasanya ada karena ingin merebutkan suatu tujuan 107 Wawancara Pribadi dengan Broh Okto Selaku Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi, Jakarta 18 Agustus 2014. 108 Wawancara Pribadi dengan Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014. misalnya pada saat sore hari ketika ada permainan sepak bola antara group primary dan group re-entry, disini informan bersama pasien lain bersaing untuk memenangkan permainan sepak bola. Hal tersebut bisa dilihat dari kutipan wawancara penulis dengan informan R: “Persaingan biasanya dilakukan pada saat ada permainan sepak bola atau permainan lain. Disni saya bersama pasien lain bersaing untuk memenangkan permainan tersebut”. 109 Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada konselor dari informan R, Broh Taufan: “Kalo persaingan ringan contohnya pada saat sore hari yang dijadwalkan untuk berolah raga. Antar kelompok melakukan persaingan dengan bermain sepak bola untuk memenangkan persaingan tersebut.” 110 Dari hasil pemaparan dari kedua informan dapat di lihat bahwa persaingan terjadi pada saat sore hari dalam kegiatan olah raga. Persaingan tersebut bersifat positif karena pasien tidak melakukan dengan cara kekerasan. Hasil pengamatan yang dilakukan penulis pada semua informan pada fase primary tentang pesaingan, memang persaingan terjadi pada saat jadwal untuk kegitan berolah raga pada sore hari. Penulis melihat pasien re-entry dan pasien primary bersaing dalam permainan sepak bola. Mereka bersaing untuk merebutkan suatu tujuan yakni untuk memenangkan pertandingan. 111 Permainan sepak bola memang tidak di adakan setiap hari 109 Wawancara Pribadi dengan Informan R, Jakarta 12 Agustus 2014. 110 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014. 111 Hasil Observasi Pribadi Terhadap Semua Informan, Jakarta Agustus 2014. hanya saja dalam satu minggu sesekali pasti mereka melakukan permainan tersebut.

c. Pertikaian

conflict Bentuk ketiga dari interaksi sosial adalah pertikaian. Di dalam menjalankan program TC tidak di pungkiri telah terjadi banyak pertikaian dari para pasien, seperti yang di jelaskan oleh salah satu informan fase primary, informan D: “dalam fase ini pertikaian sering terjadi, karena banyaknya pasien yang sulit untuk di beritahu”. 112 Penulis juga menanyakan hal serupa kepada konselor D, yakni Broh Nasrul: “dalam fase primary pertikaian hampir sering terjadi karena banyak pasien yang belum bisa mengatur emosinya dan juga ketika ada pasien lain yang sulit untuk diberi tahu”. 113 Dari pemamparan kedua informan tersebut dapat di lihat bagaimana pertikaian bisa terjadi di dalam kegiatan yang ada pada program TC. Pertikaian sendiri terjadi karena pada fase ini pasien belum bisa mengatur emosinya dengan baik. Hal tersebut tentu akan menggangu kegiatan yang sedang dijalani oleh pasien. Pertikaian sering dialami oleh semua informan di fase primary, baik informan R maupun informan D. Pertikaian biasanya terjadi karena salah satu dari pasien sulit untuk diatur serta dari sindiran-sindiran yang diberikan oleh pasien lain kepada informan yang berujung kepada pertikaian, biasanya pertikaian terjadi di dalam kegiatan maupun di luar 112 Wawancara dengan Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014. 113 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Nasrul, Jakarta 14 Agustus 2014. kegiatan. Hal tersebut bisa di lihat dari kutipan wawancara yang penulis lakukan terhadap informan R: “Pertikaian sering terjadi karena ada pasien yang susah untuk diatur dan susah untuk dibilangin dengan cara yang baik”. 114 Penulis juga menanyakan hal serupa kepada konselor pribadi dari informan R, Broh Taufan: “pertiakain sering terjadi karena berbagai macam faktor salah satunya karena pasien lain yang sulit untuk di atur oleh pasien lainnya. Dengan kejadian seperti itu akan dapat menimbulkan konflik walaupun disini adalah komunitas tetapi tidak dipungkri jika di dalam suatu komunitas terjadi banyak konflik”. 115 Dari hasil pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa pertikaian memang sering terjadi di dalam kegiatan yang ada di program TC. Pertikaian terjadi karena beberapa faktor yang salah satunya adalah jika ada salah satu pasien yang sulit untuk di beri masukan oleh pasien lainnya, padahal masukan tersebut adalah untuk kebaikan dirinya sendiri. Dari hasil observasi yang di lakukan penulis, pertikaian memang terjadi karena ada salah satu pasien yang sulit untuk diberitahu oleh pasien lainnya. Terlihat pada saat informan R mengikuti kegiatan encounter pada hari kamis sore. Informan R mengungkapkan kekesalannya kepada S pasien lain di fase primary dengan cara menyatakan dirinya bahwa informan R sudah kesal dengan S, karena sifat nya yang jorok sulit untuk di beritahu. Informan R mengungkapkan dengan cara berteriak kepada pasien S karena rasa kesal di dalam dirinya di simpan selama satu minggu 114 Wawancara Pribadi dengan Informan R, Jakarta 12 Agustus 2014. 115 Wawancara Pribadi dengan Konselor, Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014. dan baru saat ini di ungkapkan. Informan R pun terlihat sangat kesal dengan S. 116 Encounter merupakan sebuah kegiatan group dimana setiap anggota di bebaskan untuk mengespresikan persaannya terhadap anggota lain dengan cara yang pantas dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hal tersebut senada dengan kutipan wawancara yang penulis lakukan dengan kepasalah satu informan, informan D: “encounter merupakan kegiatan dimana anggota keluarga dibebaskan meluapkan perasaannya terhadap anggota lain”. 117 Penulis juga menanyakan mengenai hal serupa kepada konselor pribadi D, Broh Nasrul: “encounter merupakan kegiatan dimana pasien meluapkan persaannya terhadap pasien lainnya, dalam hal ini pasien selama satu minngu diberi pelajaran yaitu mengonrol persaanya sampai kegiatan itu terlakasana”. 118 Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat dalam kegiatan TC encounter adalah wadah yang diperuntukkan untuk pasien mengungkapkan kekesalannya kepada pasien lain. Dalam hal ini pasien juga di ajarkan bagaimana dirinya harus mengkontrol emosinya agar tidak meledak pada saat itu, karena kegiatan encounter hanya di adakan seminggu sekali. Dari hasil obeservasi yang penulis lakukan dalam kegiatan encounter, pada kegiatan ini informan D juga megungkapkan kekesalannya kepada Y pasien lain di fase primary. Informan D kesal karena Y mempunyai sikap yang jorok, Y adalah pasien primary yang 116 Hasil Observasi dalam Kegiatan Encounter, Jakarta Agustus 2014. 117 Wawancara Pribadi terhadap Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014. 118 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014.