BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Medan, pada tahun 2010 terdapat 28.501 TPUM Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan, salah satunya adalah pusat
makanan jajanan. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh penjual makanan di tempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk
dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makanrestoran, dan hotel
Kepmenkes RI Nomor 942 Tahun 2003.
Salah satu makanan jajanan yang terdapat di Kota Medan adalah bubur ayam. Bubur ayam merupakan makanan yang terbuat dari beras yang direbus dengan air kaldu
dalam waktu yang cukup lama sehingga menjadi lembek dan berair serta setelah bubur ayam matang disajikan dengan kuah kaldu, suwiran daging ayam, kerupuk, cakwe,
bawang goreng dan irisan daun bawang Bahari, 2011.
Bubur ayam merupakan salah satu menu favorit untuk sarapan dimana bubur ayam banyak dikonsumsi oleh masyarakat mulai dari kalangan anak-anak hingga
dewasa karena rasanya yang enak, mengenyangkan, murah, dan bergizi. Namun, bubur ayam yang kita konsumsi sehari-hari mempunyai resiko menjadi tidak aman untuk
dikonsumsi karena terkontaminasi bahan-bahan berbahaya seperti mikroba, bahan kimia atau bahan lainnya yang dapat meracuni atau berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh
karena itu, tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya bahaya dalam makanan baik fisik, kimia, dan biologi harus diperhatikan. Salah satu aspek yang harus diperhatikan
adalah bahan-bahan yang ditambahkan dalam bubur ayam seperti bahan pengental dan
Universitas Sumatera Utara
bahan pengawet non makanan. Salah satu contohnya adalah boraks Kompasiana, 2011.
Boraks merupakan garam natrium tetraborat dengan rumus molekul Na
2
B
4
O
7
10H
2
O Natrium Tetraborat Dekahidrat yang memiliki titik didih sekitar 1575
C dan titik lebur sekitar 743 C, berbentuk serbuk kristal berwarna putih, tidak
larut dalam eter, jika larut dalam air berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat, mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada
suhu 100 C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat serta menguap pada
suhu 140 C dan berubah menjadi asam piroborat sehingga boraks bersifat permanen
Andiarti, 2003. Sejak lama, bleng boraks disalahgunakan oleh produsen nakal untuk
pembuatan kerupuk beras, mie, lontong sebagai pengeras, ketupat sebagai pengeras, bakso sebagai pengenyal dan pengawet, kecap sebagai pengawet, bahkan pembuatan
bubur ayam sebagai pengental dan pengawet. Produsen tersebut membeli bleng dalam bentuk cair di pasar dengan harga yang murah dimana bleng adalah bentuk tidak murni
dari boraks yang terbuat dari campuran garam mineral konsentrasi tinggi yang dihasilkan dari ladang garam atau kawah lumpur. Padahal fungsi boraks yang
sebenarnya adalah digunakan dalam dunia industri non pangan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik, dan pengontrol kecoa Budiawan, 2004.
Berdasarkan reportase investigasi Trans TV di Jakarta Berita Bulan Mei 2011, pedagang bubur ayam keliling yang sempat diliput oleh stasiun TV tersebut
menjelaskan bagaimana cara pedagang bubur ayam membuat buburnya dengan menggunakan boraks. Penjual bubur ayam juga mengakui bahwa ia memang sengaja
Universitas Sumatera Utara
memasukkan boraks ke dalam adonan buburnya saat dimasak. Fungsinya adalah agar bubur ayam menjadi kental lebih dari 6 jam, berwarna putih cerah, tidak mudah
berubah, dan tidak mudah basi. Untuk ukuran beras 2 kg, maka boraks yang dimasukkan sebanyak 12 sendok makan ke dalam adonan buburnya, kemudian
ditambahkan garam dan vetsin. Biasanya proses pembuatan bubur 2 hingga 4 jam, tetapi karena bantuan boraks maka lamanya proses pematangan bubur paling lama cukup
hanya 3 jam saja agar matang sempurna. Penjual bubur ayam tersebut mengakui tidak mengetahui adanya bahaya yang mengancam tubuh manusia bila terus menerus
mengonsumsi bubur yang dicampur dengan boraks. Penjual bubur tersebut juga mengatakan bahwa hampir setiap pedagang bubur ayam selalu mencampurkan boraks
tersebut. Dari tujuh sampel bubur ayam yang diambil dan dibawa ke BPOM, ternyata enam sampel bubur ayam tersebut positif mengandung boraks Pariadi, 2011.
Dari tampilan fisik, bubur ayam yang mengandung boraks akan terasa lengket seperti lem dan teksturnya terlihat padat, tampilan bubur akan tetap sama seperti baru
bahkan terlihat masih basah masih mengandung air jika didiamkan hingga keesokan harinya, dan jika dibiarkan sampai esok hari, bubur ayam tidak berbau basi dan rasanya
tidak berubah Kompasiana, 2011. Boraks yang dicampurkan pada makanan dapat menjadi racun bagi tubuh kita
karena sebenarnya boraks bukan merupakan bahan tambahan makanan. Mengonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya
terakumulasi tertimbun sedikit demi sedikit dalam organ hati, otak, ginjal, dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit.
Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air
Universitas Sumatera Utara
kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya mengganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga mengganggu alat reproduksi pria. Boraks yang
dikonsumsi cukup tinggi dapat menyebabkan demam, anuria tidak terbentuknya urin, koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan
darah menurun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian Oliveoile, 2008. Berdasarkan survei pendahuluan, bubur ayam yang dijual di Kecamatan Medan
Sunggal terlihat kental, berwarna putih cerah, bubur ayam yang tidak berkuah tahan sampai 12 jam, sedangkan bubur ayam yang berkuah hanya tahan sampai 9 jam serta
hampir semua penjual bubur di Kecamatan Medan Sunggal berjualan dari pagi sampai sore hari. Selain itu, bubur ayam yang dijual terkadang habis dalam 1 hari dan terkadang
tidak habis dijual dalam 1 hari. Dilihat dari bentuk bubur ayam yang kental dan awet sampai 12 jam, kemungkinan pedagang menggunakan bahan pengental dan bahan
pengawet. Selain itu waktu menyajikan bubur ayam, penjual bubur tidak memakai sarung tangan, celemek, penjepit makanan, serta tidak mencuci tangan ketika mau
menyajikan bubur ayam. Sedangkan dilihat dari tempat penyimpanan, tempat penyimpanan bubur tidak ditutup rapat, penyimpanan ayam diletakkan di piring dan
dibiarkan terbuka. Hal ini tentu saja tidak memenuhi syarat higiene dan sanitasi makanan. Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang
penerapan higiene sanitasi pengolahan dan analisa boraks pada bubur ayam yang dijual di Kecamatan Medan Sunggal.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah