Keterbatasan Penelitian Kejadian Dermatitis Kontak

89

BAB VI PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

1. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain study cross sectional. Dengan desain study cross sectional, penelitian dilakukan pada satu waktu tertentu sehingga tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat. Akan tetapi hanya mampu menjelaskan hubungan antar variabel. 2. Penentuan diagnosis dermatitis kontak dilakukan dengan pemeriksaan fisik oleh dokter, dimana dokter memeriksa melalui gambaran umum tanda dan gejala yang dialami oleh pekerja tanpa menggunakan uji tempel yang merupakan uji untuk memperkuat kejadian dermatitis kontak. Hal tersebut disebabkan karena adanya ketebatasan biaya dan waktu penelitian. 3. Penelitian ini tidak melakukan uji konsentrasi bahan kimia yang digunakan karena beragamnya jenis bahan kimia yang digunakan pada proses finishing meubel sehingga sulit untuk menentukan bahan kimia mana yang menyebabkan kejadian dermatitis kontak. Hal tersebut juga disebabkan oleh keterbatasan biaya dan waktu penelitian. 4. Hasil penelitian sangat dipengaruhi oleh ingatan dan kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan terkait variabel lama kontak, frekuensi kontak, riwayat alergi, riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit sebelumnya dalam kuesioner penelitian.

B. Kejadian Dermatitis Kontak

Menurut Djuanda 1987, Dermatitis kontak ialah dermatitis karena kontaktan eksternal yang menimbulkan fenomen sensitisasi atau toksik. Sedangkan menurut John, SC 1998 dalam Occupational Dermatology, dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor. Penelitian mengenai dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di wilayah Ciputat Timur tahun 2012 menunjukkan bahwa 40.2 33 orang dari 82 pekerja mengalami dermatitis kontak. Menurut Cohen Rice 2004 dalam Ruhdiat 2006, bahan kimia selalu dan merupakan penyebab terbesar terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Sehingga kejadian dermatitis kontak dalam penelitian ini disebabkan karena pekerja proses finishing meubel kayu menggunakan berbagai jenis bahan kimia dalam proses kerjanya serta adanya kontak dengan serbuk kayu. Seperti yang diutarakan oleh Harrianto 2008 bahwa kecenderungan untuk semakin banyak menggunakan bahan-bahan industri, yang merupakan substansi allergen dan iritan, dapat menyebabkan kenaikan prevalensi dermatitis kontak. Serbuk kayu merupakan salah satu bahan iritan yang dapat menyebabkan kejadian dermatitis kontak Strait, 2001; Djuanda, 2003. Adanya kandungan substansi kimia dari getah tumbuh- tumbuhan yang ada dalam serbuk kayu dapat menyebabkan dermatitis kontak Djuanda, 1987. Berdasarkan hasil observasi lapangan, bahan kimia yang digunakan pekerja proses finishing meubel kayu adalah wood filler untuk pendempulan, wood stain untuk pewarnaan, sanding sealer untuk politur sebagai cat dasar, thinner dan spirtus sebagai bahan campuran, dan sanding melamic clear sebagai cat akhir untuk pengkilapan. Bahan dasar dari bahan-bahan tersebut adalah resin nitrosellulosa diasamkan dengan asam nitrat asam sulfat, melamine formaldehid dan fenol, alkyd glyserol dan asam phtalat, shellac kelenjar insekta dan pigmen. Kemudian spirtus dan thinner yang digunakan sebagai bahan campuran mengandung methanol, xylen, toluene, butyl alcohol, butyl cellosove, isopropyl alcolol. Bahan-bahan tersebut seperti formaldehid, asam nitrat, asam sulfat, xylen, dan toluen merupakan bahan yang berbahaya pada kulit karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Tanda dan gejala kelainan kulit yang dialami oleh 33 orang 40.2 pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah berupa gatal, perih, kemerahan, papula tonjolan padat, vesikel tonjolan berisi air, krusta, licenifikasi kulit mengkilap, kulit mengelupas, hyperkeratosis penebalan kulit. Tanda dan gejala tersebut mencakupi pernyataan dalam Djuanda dan Sularsito 2002 yang menyebutkan pada penderita dermatitis kontak kulit terasa pedih atau panas, kering, adanya eritema kemerahan, vesikel atau bula, papula, krusta, fisura, edema, skuama, dan likenifikasi kulit mengkilap, menebal, menghitam. Gambar 6.1 Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu berlokasi pada bagian tangan yaitu punggung tangan, telapak tangan, sela jari tangan, dan pergelangan tangan. Menurut Permana 2010, tangan merupakan lokasi tersering terkena dermatitis. Lebih dari sepertiga penyakit kulit akibat kerja berlokasi ditangan Wilde dkk, 2008. Hal tersebut terjadi karena pekerja menggunakan tangannya secara langsung dalam mengaplikasikan bahan kimia yang digunakan dalam proses kerja sehingga tangan mengalami kontak langsung dengan bahan kimia maupun serbuk kayu yang ada pada meubel. Kejadian tersebut juga didukung oleh perilaku pekerja yang tidak menggunakan APD berupa sarung tangan pada saat melakukan pekerjaan sebagai pembatas kontak langsung pada kulit dan personal hygiene pekerja yang buruk. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, 100 82 orang pekerja proses finishing tidak menggunakan APD yang berupa sarung tangan sehingga risiko terjadinya dermatitis kontak semakin meningkat. Faktor personal hygiene juga mendukung kejadian dermatitis kontak. Pengamatan yang dilakukan terhadap personal hygiene pekerja didapatkan bahwa 100 82 orang pekerja memiliki personal hygiene yang buruk, dimana menurut beberapa sumber yaitu Hipp 1985 dan Rietschel 1985 dalam Utomo 2007 serta Djuanda Sularsito 2002 menyatakan bahwa personal hygiene merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis kontak. Dalam pengamatan peneliti, setelah melakukan pekerjaannya, pekerja tidak langsung mencuci tangan untuk membersihkan bahan-bahan kimia yang menempel pada kulit tangan melainkan langsung istirahat dan melakukan pekerjaan lain sehingga risiko dermatitis kontak pun meningkat. Seperti halnya tujuan pelaksanaan personal hygiene adalah untuk, menghilangkan minyak dan keringat, sel-sel kulit mati, dan bakteri, menghilangkan bau badan, memelihara integritas permukaan kulit, menstimulasi sirkulasi peredaran darah seseorang, serta meningkatkan dan menjaga derajat kesehatan seseorang Pradjawanto, 2009. Sehingga pekerja dengan personal hygiene yang buruk lebih besar risikonya terhadap dermatitis kontak. Sebagian besar pekerja mencuci tangan dengan menggunakan air yang ditampung di ember atau penampungan lain yang tidak melngalir, padahal telah tersedianya sarana mencuci tangan di setiap tempat kerja yang berupa kamar mandi. Bahkan, sebagian besar pekerja mencuci tangan menggunakan spirtus dan thinner dengan alasan lebih mudah menghilangkan noda bahan kimia yang menempel ditangan. Padahal menurut Koh dan Goh 1996, larutan pelarut seperti thinner dan kerosene dapat pula mengakibatkan dermatitis kontak iritan kumulatif bila sering digunakan secara salah sebagai pembersih kulit. Berdasarkan observasi, diketahui juga bahwa pada sebagian besar sarana yang mendukung personal hygiene, disediakan sabun yang fungsinya bukan untuk mencuci tangan melainkan untuk mencuci pakaian danatau perabotan dapur. Kesalahan penggunaan sabun ini bisa menjadi penyebab yang memperparah kondisi dermatitis kontak. Karena menurut Cohen 1999, pemilihan jenis sabun pencuci tangan juga dapat berpengaruh terhadap kebersihan sekaligus kesehatan kulit pekerja. Dari variabel-variabel lama kontak, frekuensi kontak, usia, masa kerja, riwayat alergi, riwayat atopi, riwayat penyakit kulit sebelumnya yang diteliti dalam penelitian ini, terdapat 4 variabel yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak yaitu usia rata-rata 35 tahun, masa kerja rata-rata 89 bulan, riwayat atopi, dan riwayat penyakit kulit sebelumnya. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang telah dijelaskan sebelumnya, sehingga diharapkan untuk peneliti selanjutnya untuk melakukan uji tempel yang berguna untuk memperkuat pemeriksaan dermatitis kontak. Di bawah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja proses finishing meubel kayu di Ciputat Timur tahun 2012.

C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bengkel Di Kelurahan Merdeka Kota Medan Tahun 2015

6 71 101

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu Di Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2012

0 45 183

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bengkel Motor di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2012

1 22 165

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

13 89 171

Perbedaan Pengetahuan Antara Sebelum Dan Sesudah Intervensi Penyuluhan Menggunakan Media Leaflet Tentang Penyebab Dermatitis Dan Pencegahannya Pada Pekerja Proses Finishing Mebel Kayu Di Ciputat Timur Tahun 2013

1 33 160

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Stylist Dan Kapster Di Wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2012

0 18 202

Faktor-faktor yang berhubungan dengan heat strain pada pekerja pabrik kerupuk di wilayah Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2014

9 78 112

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA INDUSTRI TAHU DAERAH PLOSO KECAMATAN JATI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2015

0 1 72

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BENGKEL MOTOR DI WILAYAH KOTA KENDARI TAHUN 2016

0 0 8

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GEJALA DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BENGKEL KELURAHAN MERDEKA KOTA MEDAN TAHUN 2015

0 1 17