72 Gambar 6. Histogram komponen-komponen variabel kesiapan lembaga sekolah
dalam mengimplementasikan muatan lokal karawitan. Variabel kesiapan lembaga sekolah memiliki tiga komponen, yaitu
komponen motivasi, kapasitas umum dan kapasitas khusus. Pada gambar 5, dapat dilihat bahwa sekolah dengan skor total tertinggi memiliki skor komponen
motivasi yang paling tinggi pula. Sebaliknya, sekolah nomor 17 mendapatkan skor 0 pada komponen motivasi. Artinya, sekolah tersebut tidak memiliki
motivasi untuk mengimplementasikan muatan lokal karawitan. Berdasarkan analogi R=MC
2
dari Scaccia 2014: 4, sekolah dianggap tidak bisa mengimplementasikan inovasi secara efektif sebelum masalah-masalah yang ada
pada komponen tersebut diselesaikan.
2. Deskripsi Komponen Motivasi
Komponen motivasi mengukur tingkat motivasi sekolah dalam mengimplementasikan muatan lokal karawitan. Komponen motivasi berdasarkan
kisi-kisi instrumen memiliki 13 butir valid. Skor maksimal ideal komponen motivasi adalah 13. Rata-rata ideal diperoleh dari setengah skor maksimal ideal,
73 yakni 6,5. Standar deviasi ideal diperoleh dari sepertiga rata-rata ideal, yakni 2,17.
Rata-rata ideal dan standar deviasi ideal menghasilkan lima kategori berdasarkan kurva normal pada tabel 8.
Tabel 8. Lima kategori kurva normal komponen motivasi.
Rumus interval Interval data
Kategori
x ≥ μ + 1,5 SD
x ≥ 10
Sangat Tinggi μ + 0,5 SD ≤ x μ + 1,5 SD
8 ≤ x 10 Tinggi
μ - 0,5 SD ≤ x μ + 0,5 SD 5 ≤ x 8
Sedang μ - 1,5 SD ≤ x μ - 0,5 SD
3 ≤ x 5 Rendah
x μ - 1,5 SD
x 3 Sangat Rendah
Tabel 8 menggambarkan distribusi skor pada komponen motivasi. Nilai x adalah skor total yang didapatkan pada komponen motivasi
.
Sekolah dengan skor sebesar
10 hingga
13 memiliki
motivasi sangat
tinggi untuk
mengimplementasikan muatan lokal karawitan
.
Sekolah dengan skor total 8 dan 9 memiliki motivasi yang tinggi untuk mengimplementasikan muatan lokal
karawitan
.
Sekolah dengan skor total 5 hingga 7 memiliki motivasi sedang untuk mengimplementasikan muatan lokal karawitan
.
Sekolah dengan skor 3 dan 4 memiliki motivasi yang rendah untuk mengimplementasikan muatan lokal
karawitan
,
sedangkan sekolah dengan skor total 0 hingga 2 memiliki motivasi yang sangat rendah untuk mengimplementasikan muatan lokal karawitan
.
Hasil komponen motivasi Taman Kanak-kanak dalam mengimplementasikan muatan
lokal karawitan di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada gambar 7
.
74 Gambar 7. Pie chart komponen motivasi dalam mengimplementasikan muatan
lokal karawitan. Gambar 7 menunjukkan perbandingan motivasi sekolah sampel untuk
mengimplementasikan karawitan. 13 sekolah 28 termasuk pada kategori sangat rendah. 9 sekolah 20 termasuk kategori rendah. 23 sekolah 50
termasuk pada kategori tingkat kesiapan sedang. Satu sekolah 2 yang termasuk kategori sangat tinggi. Persentase motivasi untuk mengimplementasikan
muatan lokal karawitan pada tiap sekolah dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Histogram persentase motivasi sekolah dalam implementasi karawitan.
75 Motivasi rata-rata Taman Kanak-kanak di Kota Yogyakarta untuk
mengimplementasikan muatan lokal dari sampel yang diambil adalah 32,44. Persentase motivasi tertinggi sebesar 100 diperoleh sekolah nomor 37 dengan
skor total 13. Sebaliknya, sekolah nomor 17 mendapatkan skor 0 pada komponen motivasi, sehingga sekolah tersebut dianggap tidak memiliki motivasi untuk
mengimplementasikan muatan lokal karawitan. Range data komponen motivasi yang diperoleh sebesar 13 dengan median 5,00. Modus terdapat pada skor 6
dengan frekuensi 12 sekolah atau 26,10 dari sampel. Standar deviasi komponen motivasi sebesar 2,24. Koefisien variasi atau varians data sebesar 5,01. Gambaran
indikator komponen motivasi dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Histogram indikator komponen motivasi sekolah dalam implementasi karawitan.
Gambar 9 menunjukkan enam indikator komponen motivasi, meliputi keuntungan relatif, kesesuaian, kompleksitas, uji coba, dapat diamati dan prioritas.
Keenam indikator tidak muncul pada responden nomor 17. Analisis per indikator adalah sebagai berikut:
76 a.
Keuntungan relatif Hampir seluruh responden, yakni 44 dari 46 responden 95,65 setuju
bahwa muatan lokal karawitan masih relevan untuk dilestarikan. Berdasarkan wawancara lebih lanjut, semua responden menyatakan bahwa karawitan perlu
dikenalkan sejak usia dini. Pengenalan karawitan menurut responden meliputi bernyanyi tembang dolanan Jawa, mendengarkan rekaman, melihat latihan
karawitan dan memainkan gamelan secara langsung. b.
Kesesuaian 29 responden 63,04 menyatakan bahwa muatan lokal karawitan sesuai
dengan visi misi sekolah. Sisanya, 17 responden 36,94 menyatakan bahwa muatan lokal karawitan tidak sesuai dengan visi misi sekolah. Sekolah-sekolah
tersebut memiliki visi dan misi berbasis Islam. Terdapat responden yang mengaitkan gamelan dengan sisi mistik, terutama gamelan yang ada di kraton dan
gamelan kuno, sehingga ragu untuk mengimplementasikan karawitan di lembaga yang diampu.
c. Prioritas
41 responden 89,13 merasa muatan lokal karawitan perlu dilaksanakan di lembaga sekolah yang dipimpin. Akan tetapi, hanya 19 responden 41,30
yang menyatakan bahwa muatan lokal akan diprioritaskan sebagai program unggulan sekolah. Beberapa sekolah mengkaitkan tidak diprioritaskannya
karawitan karena kurang sesuai dengan visi misi dan sudah ada program unggulan tersendiri.
77 d.
Kompleksitas Indikator kompleksitas menggambarkan tingkat kesulitan pelaksanaan
muatan lokal karawitan di tingkat Taman Kanak-kanak, yakni terkait dengan peserta didik dan guru kelas. 5 responden 10,87 menyatakan bahwa seluruh
peserta didik wajib mengikuti karawitan. 41 responden menjawab tidak karena menganggap keikutsertaan peserta didik bersifat pilihan. Selain itu, terdapat
kesulitan untuk mengalokasikan waktu apabila karawitan ditetapkan sebagai muatan lokal wajib bagi Taman Kanak-kanak dengan peserta didik mencapai 100
anak. Sebanyak 15 responden 32,61 menyatakan bahwa selain peserta didik, guru kelas juga perlu dibina untuk dapat bermain karawitan.
e. Uji coba
Hanya satu sekolah 2,17 yang pernah menguji cobakan muatan lokal karawitan di sekolah. Satu sekolah pernah menguji cobakan muatan lokal
karawitan pada tahun ajaran 2014-2015. 7 dari 46 sekolah 15,22 menyatakan tersedia waktu untuk menguji coba muatan lokal karawitan pada tahun ajaran
2015-2016. f.
Dapat diamati Hanya satu dari 46 responden 2,17 memenuhi indikator observability
atau dapat diamati. Muatan lokal karawitan dapat diamati dengan adanya jadwal yang tetap, terdapat fokus evaluasi dan telah menetapkan indikator penilaian
untuk anak. Sekolah tersebut telah menjalankan muatan lokal karawitan pada tahun ajaran 2014-2015, walaupun belum memiliki fokus evaluasi bagi siswa.
78
3. Deskripsi Komponen Kapasitas Umum