Deskripsi Komponen Kapasitas Khusus

83 Berdasarkan hasil wawancara, bantuan yang didapatkan berupa Bantuan Operasional Sekolah Daerah BOSDA dan Jaminan Pendidikan Daerah JPD.

4. Deskripsi Komponen Kapasitas Khusus

Komponen kapasitas khusus atau invention-related capacity mengukur kapasitas khusus sekolah berkaitan dengan muatan lokal karawitan. Komponen kapasitas khusus berdasarkan kisi-kisi instrumen memiliki 25 butir valid. Skor maksimal ideal komponen kapasitas khusus adalah 25. Rata-rata ideal diperoleh dari setengah skor maksimal ideal, yakni 12,5. Standar deviasi ideal diperoleh dari sepertiga rata-rata ideal, yakni 4,17. Rata-rata ideal dan standar deviasi ideal menghasilkan lima kategori berdasarkan kurva normal pada tabel 10. Tabel 10. Lima kategori komponen kapasitas khusus. Rumus interval Interval data Kategori x ≥ μ + 1,5 SD x ≥ 19 Sangat Tinggi μ + 0,5 SD ≤ x μ + 1,5 SD 15 ≤ x 19 Tinggi μ - 0,5 SD ≤ x μ + 0,5 SD 10 ≤ x 15 Sedang μ - 1,5 SD ≤ x μ - 0,5 SD 6 ≤ x 10 Rendah x μ - 1,5 SD x 6 Sangat Rendah Tabel 10 menggambarkan distribusi skor pada komponen kapasitas khusus. Nilai x adalah skor total yang didapatkan pada komponen kapasitas khusus . Sekolah dengan skor sebesar 19 hingga 25 memiliki kapasitas khusus sangat tinggi untuk mengimplementasikan muatan lokal karawitan . Sekolah dengan skor total 15 hingga 18 memiliki kapasitas khusus yang tinggi untuk mengimplementasikan muatan lokal karawitan . Sekolah dengan skor total 10 hingga 14 memiliki kapasitas khusus sedang untuk mengimplementasikan muatan lokal karawitan . Sekolah dengan skor total 6 hingga 9 memiliki kapasitas khusus yang rendah untuk mengimplementasikan muatan lokal karawitan , sedangkan 84 sekolah dengan skor total 0 hingga 5 memiliki kapasitas khusus yang sangat rendah untuk mengimplementasikan muatan lokal karawitan . Hasil komponen kapasitas khusus Taman Kanak-kanak dalam implementasi muatan lokal karawitan di Kota Yogyakarta dapat dilihat pada gambar 13 . Gambar 13. Pie chart komponen kapasitas khusus dalam implementasi muatan lokal karawitan. Gambar 13 menunjukkan bahwa dari 46 sampel yang diteliti, 20 sekolah 42 termasuk pada kategori sangat rendah . 17 sekolah 37 termasuk kategori rendah. Sementara itu, 8 sekolah 17 termasuk pada kategori tingkat kesiapan sedang. Satu sekolah 2 yang termasuk kategori sangat tinggi. Persentase kapasitas khusus untuk mengimplementasikan muatan lokal karawitan pada tiap sekolah dapat dilihat pada gambar 14. 85 Gambar 14. Histogram persentase kapasitas khusus sekolah. Rata-rata kapasitas khusus Taman Kanak-kanak di Kota Yogyakarta dari sampel adalah 24,78. Persentase kapasitas khusus tertinggi sebesar 88,00 diperoleh sekolah nomor 37 dengan skor total 22. Range data komponen kapasitas khusus yang diperoleh sebesar 21 dengan median 6,00. Modus terdapat pada skor 2 dan 5 dengan masing-masing persentase 15,20. Standar deviasi komponen motivasi sebesar 4,00. Koefisien variasi atau varians data sebesar 16,08. Gambaran indikator komponen kapasitas khusus dapat dilihat pada gambar 15. Gambar 15. Histogram indikator komponen kapasitas khusus sekolah. 86 Gambar 15 menunjukkan empat indikator komponen kapasitas khusus. Indikator yang paling banyak muncul adalah indikator pengetahuan, kemampuan dan keterampilan berkaitan dengan karawitan. Indikator yang paling sedikit muncul adalah indikator hubungan antar organisasi. Analisis per indikator adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan, kemampuan dan keterampilan berkaitan dengan karawitan 9 dari 46 kepala sekolah 19,57 tidak mengetahui adanya anjuran kurikulum berbasis muatan lokal yang dicetuskan oleh Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. 13 responden 28,26 mengetahui strategi untuk mengajarkan karawitan, sementara 14 responden 30,43 mengetahui materi karawitan. Berdasarkan wawancara lebih lanjut, kepala sekolah mengetahui strategi dari guru maupun masyarakat. Sehubungan dengan guru, sebanyak 23 responden 50,00 menyatakan bahwa guru kelas mendukung implementasi muatan lokal karawitan di sekolah yang diampu. Akan tetapi, hanya satu sekolah 2,17 yang sudah memiliki guru karawitan. Sekolah tersebut juga sudah memiliki alokasi dana untuk kegiatan karawitan dan pemeliharaan gamelan. Dua sekolah 4,35 memiliki alokasi dana untuk gaji guru karawitan. b. Penggerak program Sebanyak 41 kepala sekolah 89,13 mendukung pelaksanaan muatan lokal karawitan di sekolah. Akan tetapi, hanya satu 2,17 dari 46 responden yang telah sampai pada tahap mengorganisasi, mengawasi dan mengevaluasi muatan lokal karawitan. Berdasarkan hasil wawancara, hal tersebut disebabkan karena terdapat guru selain kepala sekolah yang menjadi penggerak program. 87 c. Iklim implementasi Hal terpenting dalam implementasi muatan lokal karawitan adalah keberadaan gamelan. 4 sekolah 8,70 memiliki gamelan, dalam kondisi lengkap maupun tidak lengkap. Sisanya, 42 sekolah 91,30 tidak memiliki alat musik gamelan. 8 responden 17,39 memiliki rencana untuk membeli perangkat gamelan, sementara 15 responden 32,60 memilih mencari pinjaman gamelan. 26 responden 56,52 menilai lingkungan sekolah kondusif untuk melaksanakan muatan lokal karawitan. Berkaitan dengan ruangan, 24 sekolah 52,17 memiliki ruangan yang layak dipakai untuk karawitan. d. Hubungan antar organisasi 5 sekolah 10,87 pernah membahas muatan lokal karawitan dengan komite sekolah. Kelompok kesenian karawitan dapat ditemukan di lingkungan sekitar 18 sekolah 39,13, namun hanya 3 sekolah 6,52 yang memiliki kerjasama dengan kelompok kesenian tersebut. Selain itu, terdapat masyarakat yang memiliki gamelan di sekitar lingkungan 16 sekolah 34,78, namun hanya 4 sekolah 8,70 yang melakukan kerjasama. Satu sekolah 2,17 memiliki kerjasama dengan perguruan tinggi dan pemerintah dalam implementasi karawitan.

B. Pembahasan