26 3
Sistem upacara ritual, yakni kegiatan dan aktivitas manusia sebagai wujud kepatuhan pada Tuhan.
4 Peralatan upacara ritual.
5 Umat agama, yakni kesatuan sosial yang menganut dan melaksanakan sistem
religi tersebut. g.
Kesenian Seni adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia sebagai dorongan akan
estetika. Seni dapat diciptakan secara individu maupun oleh sekelompok orang, dan dapat dinikmati secara individu maupun bersama-sama. Seni dapat pula
dilihat sebagai refleksi cara hidup individu atau sekelompok orang. Seni memiliki wujud yang bermacam-macam, seperti seni musik, seni tari, seni rupa, dan seni
kriya. Berdasarkan asal munculnya kesenian, dapat dikategorikan menjadi
kesenian lokal dan kesenian nasional. Berdasarkan masa kemunculannya, dapat dikategorikan sebagai seni tradisional dan seni modern. Seni tradisional sering
diistilahkan dengan seni yang mencirikan suatu kebudayaan tertentu. Seni budaya tradisional adalah seni budaya yang berkembang di suatu daerah secara turun
temurun Yoeti dalam Budiyono, 2005: 105.
3. Konsep Budaya Lokal
Definisi budaya lokal mengarah pada definisi sebuah budaya dalam sebuah komunitas manusia dalam cakupan wilayah tertentu. Budaya lokal
mencakup ciri khas budaya yang dalam cakupan wilayah yang lebih sempit. Budaya lokal adalah sikap, perilaku, nilai-nilai, norma-norma, tradisi, bahasa dan
27 kesenian dalam suatu komunitas masyarakat di wilayah tertentu yang membentuk
identitas masyarakat sebagai hasil dari pewarisan dari generasi ke generasi Budiyanto, 2005: 92.
Budaya lokal di Indonesia sendiri sangat beragam, karena budaya Indonesia merujuk pada budaya multietnis Budiyanto, 2005: 92. Secara fisik,
wilayah Indonesia terdiri dari 13.000 pulau besar dan kecil dengan ciri khas alam masing-masing. Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut dihuni beragam
kelompok kesukuan dengan bahasa daerah masing-masing. Dari segi agama, penduduk Indonesia menganut beragam agama. Enam agama resmi di Indonesia
adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Selain itu, masih banyak penduduk yang menganut agama-agama lokal, contohnya Sunda Wiwitan
di Jawa Barat. Oleh sebab itu, untuk menghindari kerancuan istilah, budaya Indonesia didefinisikan sebagai budaya nasional, sehingga pengertian budaya
lokal yang dimaksud berarti budaya yang ada di bagian wilayah tertentu dalam wilayah Republik Indonesia. Konteks budaya lokal pada pembahasan kali ini
adalah budaya lokal yang ada di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
4. Kurikulum Berbasis Budaya Lokal
Kurikulum berbasis budaya lokal atau kurikulum muatan lokal bermakna bahwa kurikulum yang berlaku di suatu sekolah harus dikaitkan dengan keadaan
lingkungan alam, lingkungan sosial dan budaya tempat sekolah berada. Pengembangan kurikulum muatan lokal dilaksanakan untuk mengimbangi
kelemahan kurikulum sentralisasi, dengan harapan peserta didik tidak terlepas dari kehidupan sosial budaya di lingkungannya. Pemerintah Republik Indonesia
28 melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 0412U1987 tanggal 11 Juli 1987 merintis adanya kurikulum berbasis kekuatan masyarakat daerah atau budaya lokal. Pelaksanaan surat keputusan
tersebut dijabarkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 173-CKepM87 tertanggal 7 Oktober 1987. Pelaksanaan
kurikulum muatan lokal telah dilakukan sejak Kurikulum 1984, dan lebih intensif mulai Kurikulum 1994 dalam bentuk bidang studi.
Pelaksanaan kurikulum berbasis budaya lokal di sekolah dalam lingkup Kota Yogyakarta diperkuat dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008
mengenai Sistem Penyelenggaraan Pendidikan. Pasal 7 ayat 3 menegaskan bahwa pengembangan budaya lokal dilaksanakan dalam bentuk pendidikan berbasis
keunggulan lokal. Selanjutnya, pasal 28 ayat 1 tentang Standar Isi Pendidikan menjelaskan bahwa semua pelajaran dan bidang keahlian pada jalur formal
maupun non formal wajib memasukkan muatan lokal sebagai keunggulan daerah. Muatan lokal diterapkan untuk semua jenjang pendidikan; meliputi Taman
Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Hal tersebut guna mendukung visi pendidikan daerah Kota Yogyakarta
seperti tercantum pada pasal 3, yaitu pendidikan yang berkualitas, berbudaya, berkebangsaan, berwawasan global, dan terjangkau masyarakat.
5. Muatan Lokal dalam Kurikulum Berbasis Budaya Lokal di Kota Yogyakarta