43 e.
Lancaran Gong buka lalu irama I seseg. Setelah 3 gongan, tempo sedang. Irama
dapat diturunkan ke irama II, namun untuk menyelesaikan komposisi harus kembali ke irama I yang dipercepat dan diakhiri suwuk.
f. Ketawang
Gong buka lalu irama I yang diperlambat sedikit demi sedikit. Sekitar 16 keteg atau satu gongan, tempo harus sudah pada irama II. Tempo dinaikkan
sedikit lalu dilanjutkan suwuk untuk mengakhiri gendhing. g.
Ladrangan Gong buka lalu irama I yang diperlambat, lalu masuk pada irama II.
Waktu masuk ke irama II disesuaikan dengan kebutuhan. Jika diperlukan, tempo dapat diturunkan ke irama III dan IV. Gendhing ladrangan harus diakhiri pada
irama II. Apabila dari irama IV maka tempo harus naik bertahap ke irama III lalu masuk irama II, baru diakhiri suwuk.
5. Tujuan Belajar Karawitan bagi Anak Usia Dini
Karawitan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak secara menyeluruh. Belajar karawitan yang sesuai untuk anak usia dini meliputi tiga hal,
yakni mendengarkan, melihat dan menirukan. Selain itu, karawitan tidak hanya mengasah keterampilan musikal, tetapi juga mengasah kepekaan batin, serta
membiasakan anak berperan dalam kehidupan sosial sesuai dengan budaya setempat. Oleh sebab itu, tujuan akhir belajar karawitan tidak semata-mata pada
pementasan saja.
44 Bermain gamelan pada dasarnya adalah proses intuitif, sehingga cocok
dengan tahapan kognitif anak usia dini. Walaupun ada patokan notasi, namun bermain gamelan lebih pada belajar melalui imitasi, mencoba langsung serta trial-
and-error. Anak bermain dengan rasa atau perasaan, bukan pikiran. Belajar karawitan merangsang ketajaman penggunaan panca indera. Selain itu, anak
mampu memanfaatkan tangan untuk berbagai aktivitas Santrock, 2007:49 –50;
Slamet Suyanto, 2005:53 –67. Bermain karawitan tidak hanya mengasah
keterampilan musikal, tetapi juga membiasakan anak berperan dalam kehidupan sosial sesuai dengan budaya setempat, dalam hal ini budaya Jawa Dally, 2005.
Bermain karawitan juga mencakup semua aspek perkembangan anak usia dini, antara lain tampak pada:
a. Aspek nilai agama dan moral
Aspek nilai agama dan moral mencakup perilaku sopan, dibiasakan berperilaku baik saat bermain gamelan, dan mengucapkan salam. Gamelan
diperlakukan tidak seperti alat musik lainnya, tetapi seperti memperlakukan manusia. Ketika bermain gamelan, posisi duduk tidak boleh sembarangan. Saat
lewat di depan gamelan, pengrawit harus menundukkan badan seperti saat lewat di depan orang tua dan mengucapkan “nuwun sewu” atau “permisi” dalam Bahasa
Jawa. b.
Aspek sosial dan emosional Aspek sosial dan emosional dapat diamati ketika menunggu giliran dan
menghormati gamelan. Bermain gamelan tidak bisa dilakukan sendiri, sehingga
45 membiasakan anak untuk bersosialisasi. Anak juga belajar dengan trial and error,
belajar dengan terus-menerus memperbaiki kesalahan yang dibuat sampai bisa. c.
Aspek bahasa Aspek bahasa meliputi membiasakan anak untuk mendengarkan dan
mengetahui titi nada. Mendengarkan menjadi prioritas utama dalam belajar gamelan. Anak harus mau mendengarkan alat musik yang lain. Selain itu, anak
juga belajar menggunakan bahasa Jawa. d.
Aspek kognitif Anak belajar pola suara, imitasi, mengingat dan menghafal ritme, dan
membedakan tinggi rendah suara. Imitasi adalah cara dasar belajar gamelan. Selain itu, anak juga belajar mengenali lambang bilangan dalam alat musik
gamelan, beserta suara yang menyertai. e.
Aspek fisik motorik Aspek fisik motorik tampak ketika anak belajar memukul gamelan secara
langsung. Anak belajar mengendalikan koordinasi mata dan tangan. Selain itu, anak juga belajar mengontrol kekuatan tangan ketika memainkan gamelan.
6. Strategi Belajar Karawitan bagi Anak Usia Dini