39 e.
Alat musik agogis atau ritmis Alat musik agogis atau ritmis terdiri dari satu set kendhangan. Kendhang
adalah sejenis drum terbuat dari kayu nangka atau batang kelapaglugu Sunardi Wisnusubroto, 1997: 23. Kendhang berbentuk silinder asimetris dengan dua sisi
dari membran kulit yang ditegangkan dengan tali berbentuk dari kulit pula Sumarsam, 2003: 338. Bagian membran disebut tebokan, terbuat dari kulit sapi
atau kambing. Kendhang diletakkan dengan posisi horizontal diatas gawangan yang disebut plangkan. Kendhang dimainkan dengan jari dan telapak tangan.
Instrumen kendhang terdiri dari kendhang ageng, bathangan, sabet dan ketipung Drummond, 2003, Sumarsam, 2003: 338-339, Sunardi Wisnusubroto,
1997: 24-27. Kendhang ageng, yakni kendhang yang paling besar. Kendhang ageng biasa disebut kendhang bem atau kendhang gendhing. Permainan ritme
kendhang ageng memiliki ciri tenang dan berwibawa. Kendang bathangan atau ciblon, adalah kendhang berukuran sedang. Kendhang bathangan digunakan untuk
gendhing tari. Kendhang bathangan juga dimainkan dalam klenengan. Kendhang sabet adalah kendhang berukuran sedang, sering disebut kendhang wayangan.
Ukuran kendhang sabet lebih besar daripada ciblon, digunakan untuk wayang. Ketipung atau panunthung, adalah kendhang paling kecil. Kendhang ciblon
dimainkan dengan kombinasi kendhang ageng dalam kombinasi yang disebut kendhang kalih.
3. Laras Gamelan
Gamelan memiliki dua laras atau sistem nada, yaitu laras slendro dan laras pelog Drummond, 2003: 2-3. Masing-masing laras memiliki karakteristik
40 sendiri. Tidak ada standar kaku tentang laras gamelan. Oleh sebab itu, gamelan
dapat terdengar out-of-tune jika diukur dengan titi nada orkestra Barat Hardja Susilo, 2003: 1. Laras slendro memiliki lima nada atau pentatonis, yaitu barang,
gulu, dhadha, lima, dan nem. Sementara laras pelog memiliki tujuh nada atau septatonis, yaitu bem, gulu, dhadha, pelog, lima, nem, dan barang. Notasi dan
solmisasi slendro dan pelog dapat dilihat pada tabel 1 Sunardi Wisnusubroto, 1997: 42-43.
Tabel 1. Nama not, notasi dan solmisasi laras pelog dan slendro.
No Pelog
Slendro Nama not
Notasi Solmisasi
Nama not Notasi
Solmisasi
1 Bempanunggul
1 Ji
Barang 1
Ji 2
Gulujangga 2
Roloro Gulu
2 Roloro
3 Dhadha
3 Lutelu
Dhadha 3
Lutelu 4
Pelog 4
Patpapat Lima
5 Malima
5 Lima
5 Malima
Nem 6
Nemenem 6
Nem 6
Nemenem 7
Barang 7
Pipitu
Satu set gamelan yang lengkap memiliki kedua laras. Laras slendro pada zaman dahulu digunakan secara eksklusif untuk mengiringi wayang purwa.
Wayang purwa adalah wayang kulit yang menceritakan epos Ramayana dan Mahabarata. Laras pelog digunakan untuk wayang gedhog. Saat ini, kekhususan
tersebut sudah tidak berlaku lagi. Kedua laras jarang dimainkan secara berurutan karena sistem tuning yang berbeda, terkecuali pada lagu-lagu tertentu seperti
Kodhok Ngorek dan Karonsih Sunardi Wisnusubroto, 1997: 42-46.
4. Irama Gamelan
Komposisi lagu dalam karawitan dapat dimainkan dalam beberapa irama atau tempo, yang menunjukkan cepat lambat permainan gendhing atau lagu. Irama
dapat pula didefinisikan sebagai sebuah konsep yang mencakup perluasan atau penyempitan unit struktural diikuti dengan pergantian tingkat kerapatan
41 instrument-instrumen tertentu Sumarsam, 2003: 347. Irama paling mudah
dikenali dari permainan saron panerus. Tahapan irama meliputi Sunardi Wisnusubroto, 1997:58-59:
a. Irama 12
Irama dengan tempo paling cepat, sehingga saron panerus tidak bisa menggandakan pukulan balungan. Irama ini hanya digunakan untuk sampak dan
suwuk gropakan, yang umum digunakan pada wayang kulit. b.
Irama I Irama I adalah yang paling sering digunakan untuk pemula. Pada irama I,
saron panerus dapat menggandakan setiap nada balungan sebanyak dua kali. Irama I juga digunakan untuk mengiringi tari yang bertempo cepat.
c. Irama II
Pada irama II, saron panerus dapat menggandakan setiap nada balungan sebanyak empat kali. Irama II digunakan untuk mengiringi tarian yang lembut.
d. Irama III
Pada irama III, saron panerus dapat menggandakan setiap nada balungan sebanyak delapan kali. Irama III masih dapat digunakan untuk mengiringi tarian,
terutama tari gambyong. e.
Irama IV Irama dengan tempo paling lambat, sehingga tidak cocok digunakan untuk
mengiringi tari. Irama IV hanya cocok digunakan untuk klenengan. Sebuah komposisi gendhing melewati beberapa tahapan irama. Setiap
tahapan irama dapat dipercepat maupun diperlambat tergantung penggunaan.
42 Beberapa jenis komposisi gendhing Sunardi Wisnusubroto, 1997:60-62, antara
lain: a.
Sampak Gong buka lalu masuk ke irama 12 seseg. Setelah 12 kempulan irama
melambat namun masih pada irama 12. Untuk berhenti, tempo dapat dipercepat lalu suwuk. Sampak tidak bisa diturunkan ke irama I karena akan menjadi bentuk
srepegan. b.
Srepegan Gong buka lalu irama I seseg. Setelah 12 kempulan, tempo melambat
namun masih pada irama I. Untuk berhenti, tempo dapat dipercepat lalu suwuk. Srepegan tidak bisa dinaikkan ke irama 12 karena akan menjadi bentuk sampak.
Selain itu, srepegan tidak bisa diturunkan ke irama II karena akan menjadi bentuk ayak-ayakan.
c. Ayak-ayakan
Gong buka lalu irama I seseg. Setelah 5 atau 6 kempulan, tempo melambat dan masuk irama II. Irama dapat diturunkan ke irama III, namun untuk
menyelesaikan komposisi harus kembali ke irama II dan diakhiri suwuk. d.
Ketawang rancagan kodhok ngorek atau monggang Gong buka lalu masuk ke irama 12 seseg. Sekitar 3 gongan, tempo
diturunkan ke irama I. Tempo dinaikkan kembali ke irama 12 untuk mengakhiri gendhing lalu suwuk dengan ritardando.
43 e.
Lancaran Gong buka lalu irama I seseg. Setelah 3 gongan, tempo sedang. Irama
dapat diturunkan ke irama II, namun untuk menyelesaikan komposisi harus kembali ke irama I yang dipercepat dan diakhiri suwuk.
f. Ketawang
Gong buka lalu irama I yang diperlambat sedikit demi sedikit. Sekitar 16 keteg atau satu gongan, tempo harus sudah pada irama II. Tempo dinaikkan
sedikit lalu dilanjutkan suwuk untuk mengakhiri gendhing. g.
Ladrangan Gong buka lalu irama I yang diperlambat, lalu masuk pada irama II.
Waktu masuk ke irama II disesuaikan dengan kebutuhan. Jika diperlukan, tempo dapat diturunkan ke irama III dan IV. Gendhing ladrangan harus diakhiri pada
irama II. Apabila dari irama IV maka tempo harus naik bertahap ke irama III lalu masuk irama II, baru diakhiri suwuk.
5. Tujuan Belajar Karawitan bagi Anak Usia Dini