21 d.
Tahap implementasi penuh Tahap implementasi penuh atau full implementation stage dicapai ketika
50 dari pelaksana program telah menjalankan program dengan hasil yang memuaskan. Tahap ini ditandai dengan pelaksanaan program telah menjadi
rutinitas yang umum dilakukan pada organisasi, kebermanfaatan yang jelas, dan personel yang terlibat menjadi lebih terampil NIRN, 2013. Perlu waktu kurang
lebih 2-4 tahun untuk sebuah kebijaksanaan atau program mencapai tahap ini, kemudian implementasi harus ditingkatkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah
perubahan faktor-faktor yang terlibat, mencakup pergantian personel, hilangnya champions, pergantian pemimpin, maupun perubahan dalam pembiayaan.
C. Kurikulum Berbasis Budaya Lokal di Kota Yogyakarta
1. Pengertian Budaya
Budaya menurut Matsumoto dalam Spencer-Oatey, 2012: 2 adalah sekumpulan sikap, perilaku, nilai dan norma yang terdapat pada sekelompok
orang yang diturunkan dari generasi ke generasi. Budaya bersifat mempengaruhi pola pikir seseorang terhadap sesuatu hal, namun tidak sama antara satu orang
dengan orang yang lain. Senada dengan Matsumoto, Prosser Budiyanto, 2005: 91 mendefinisikan budaya sebagai tradisi, kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma,
keyakinan dan pola pikir yang terpola dalam suatu masyarakat dan diwariskan ke generasi-generasi selanjutnya, sehingga membentuk identitas pada komunitas
pendukungnya. Kedua definisi budaya tersebut menjelaskan bahwa budaya berupa sikap, perilaku, nilai dan norma yang bersifat mempengaruhi pola pikir dalam
22 suatu komunitas masyarakat, yang membentuk identitas masyarakat sebagai hasil
dari pewarisan dari generasi ke generasi. Budaya memiliki elemen umum yang disebut ethic dan elemen khusus
yang disebut emic Spencer-Oatey, 2012. Etika atau ethic berupa nilai-nilai yang dapat ditemukan di semua budaya. Manusia hidup dengan struktur sosial dan fisik
yang hampir sama, sehingga menciptakan pola yang hampir sama pula dalam proses membentuk sebuah budaya. Etika menyangkut semua aspek kehidupan
manusia Budiyanto, 2005: 92. Akan tetapi, terdapat perbedaan pada setiap budaya dalam menyikapi nilai-nilai yang ada dalam etika, yang diwujudkan dalam
emic. Emic juga dapat di definisikan sebagai perspektif orang yang berada dalam sebuah kebudayaan atau
insider’s perspective Rone, 2008: 243. Elemen emic inilah yang memunculkan keunikan tersendiri pada setiap budaya. Perbedaan
tersebut dapat berupa aturan sosial, bahasa dan hasil kebudayaan.
2. Unsur-Unsur Kebudayaan
Malinowsky dalam Budiyono, 2005: 95-112 mengemukakan bahwa kebudayaan memiliki tujuh unsur yang bersifat universal. Setiap unsur dapat
ditemukan dalam semua kebudayaan, walaupun karakteristik yang ditemukan pada setiap budaya berbeda-beda. Unsur-unsur tersebut, meliputi:
a. Bahasa
Bahasa memegang peranan penting dalam interaksi sosial, karena bahasa dari seseorang mencerminkan identitas dan kepribadian orang tersebut. Bahasa
mencakup bahasa verbal dan bahasa non-verbal. Jandt dalam Budiyono, 2005:
23 96 mengemukakan bahwa bahasa non-verbal dinyatakan dalam berbagai
ekspresi, meliputi: 1
Proxemics, yakni batas-batas jarak untuk komunikasi. 2
Kinesics, yakni bahasa isyarat dan mimik wajah. 3
Chronemics, yakni persepsi mengenai waktu. 4
Paralanguage, yakni nada suara. 5
Silence, yang berkaitan dengan makna dari sikap diam. 6
Haptics, yang berkaitan dengan makna dari sentuhan fisik. 7
Cara berpakaian 8
Olfactics, yakni komunikasi melalui indera penciuman 9
Oculesics, atau isyarat mata. Supriadi dalam Budiyono, 2005: 96 menyatakan bahwa ekspresi
kebudayaan tidak hanya dinyatakan dalam bahasa verbal, namun juga dalam bahasa non-verbal. Makna bahasa non-verbal dalam antar budaya berbeda-beda,
walaupun wujudnya sama. Sebagai contoh, di Indonesia memegang kepala seseorang, terlebih orang yang lebih tua adalah hal yang dianggap menghina.
Akan tetapi, di Amerika, memegang kepala seseorang adalah tanda kasih sayang, dan memegang pundak adalah wujud motivasi. Lain lagi di China, seseorang akan
marah apabila dipegang pundaknya karena dipercaya akan memadamkan api keberuntungan yang ada di pundak.
b. Sistem teknologi
Perkembangan teknologi juga mempengaruhi kebudayaan, salah satu diantaranya adalah munculnya budaya pop. Teknologi pada saat ini didominasi
24 oleh negara-negara industri seperti Amerika, China dan Jepang. Padahal, sistem
teknologi di Indonesia sebelum penjajahan termasuk handal, seperti mampu membuat Candi Borobudur dan perahu Phinisi. Akan tetapi, penjajahan bangsa
Belanda selama tiga setengah abad membuat pola pikir masyarakat Indonesia menjadi pasif, karena Belanda membatasi pendidikan di Indonesia. Akibatnya,
masyarakat Indonesia masih cenderung sebagai konsumen pasif, atau dengan kata lain belum dapat memanfaatkan hasil karya dalam negeri secara optimal.
c. Sistem mata pencaharian
Penduduk Indonesia pada tahun 2020 diprediksikan akan mencapai 240 juta jiwa Budiyono, 2005: 99. Kondisi Indonesia yang heterogen dalam
masyarakat maupun kondisi alam, memunculkan mata pencaharian yang heterogen pula. Mata pencaharian masyarakat di kota-kota besar mayoritas
berkaitan dengan industri, jasa dan teknologi informasi. Sementara itu, pada pedesaan, mata pencaharian yang digeluti meliputi sektor pertanian dan
perikanan. d.
Organisasi sosial Organisasi sosial adalah lembaga sosial yang menghimpun sekelompok
orang yang memiliki kesamaan persepsi sosial untuk mewujudkan visi dan misi lembaga tersebut Budiyono, 2005: 99. Fokus organisasi sosial adalah perilaku
sosial dalam kelompok tersebut. Contoh organisasi sosial adalah Muhammadiyah dan Nahdatul Ummah.
25 e.
Sistem ilmu pengetahuan Sistem ilmu pengetahuan mencakup ilmu maupun pengetahuan. Ilmu
pengetahuan berkaitan dengan pola pikir seseorang. Pola pikir dan ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari sejarah, peristiwa dan waktu. Pola pikir
yang terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan akan membawa perubahan yang berarti pada sebuah budaya. Sebaliknya, pola pikir yang tertutup
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dapat membuat sebuah kebudayaan mengalami kemunduran.
f. Religi
Religi atau agama berasal dari kesadaran manusia akan adanya jiwa Tylor dalam Budiyono, 2005: 105. Manusia sadar akan adanya jiwa yang bersifat
abstrak dari kesadaran akan hal yang hidup dan mati. Keyakinan yang dianggap paling tua adalah animisme. Keyakinan tersebut berkembang dengan meyakini
adanya makhluk-makhluk halus di sekeliling manusia. Semua benda yang bergerak di alam digerakkan oleh banyak dewa-dewa. Lalu ada pula kepercayaan
monoteisme, yakni meyakini adanya satu kekuatan yang mengatur semuanya. Pusat dari kepercayaan adalah adanya upacara ritual. Upacara ritual
termasuk pada komponen religi. Koentjaraingrat dalam Budiyono, 2005: 105 menyatakan adanya lima komponen dalam religi, yakni:
1 Emosi keagamaan, yakni kekaguman akan hal yang bersifat ghaib.
2 Sistem keyakinan, yaitu konsepsi tentang Tuhan, alam ghaib, alam dunia,
akhirat, keagamaan, kesusilaan, dan aturan tentang tingkah laku manusia.
26 3
Sistem upacara ritual, yakni kegiatan dan aktivitas manusia sebagai wujud kepatuhan pada Tuhan.
4 Peralatan upacara ritual.
5 Umat agama, yakni kesatuan sosial yang menganut dan melaksanakan sistem
religi tersebut. g.
Kesenian Seni adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia sebagai dorongan akan
estetika. Seni dapat diciptakan secara individu maupun oleh sekelompok orang, dan dapat dinikmati secara individu maupun bersama-sama. Seni dapat pula
dilihat sebagai refleksi cara hidup individu atau sekelompok orang. Seni memiliki wujud yang bermacam-macam, seperti seni musik, seni tari, seni rupa, dan seni
kriya. Berdasarkan asal munculnya kesenian, dapat dikategorikan menjadi
kesenian lokal dan kesenian nasional. Berdasarkan masa kemunculannya, dapat dikategorikan sebagai seni tradisional dan seni modern. Seni tradisional sering
diistilahkan dengan seni yang mencirikan suatu kebudayaan tertentu. Seni budaya tradisional adalah seni budaya yang berkembang di suatu daerah secara turun
temurun Yoeti dalam Budiyono, 2005: 105.
3. Konsep Budaya Lokal