I Can atau Kompetensi Sosial

5 Menjalin hubungan dengan saling percaya Remaja dapat menemukan orang lain orangtua, guru, teman atau orang dewasa lain untuk meminta bantuan, berbagi perasaan dan perhatian. Perkembangan resiliensi merupakan salah satu dari proses perkembangan manusia yang sehat. Proses tersebut terjadi antara kepribadian dan lingkungan individu. Oleh karena itu, untuk mengembangkan resiliensi pada remaja dibutuhkan interaksi dari ketiga aspek tersebut. Akan tetapi, agar interaksi yang terjadi antar ketiganya berhasil, diperlukan lingkungan sosial remaja yang berkualitas. Apabila antara aspek-aspek yang berasal atribut internal dan eksternal seimbang, maka resiliensi dapat tercapai. Sebagai contoh, remaja yang mendapatkan kehangatan dan dukungan dari guru mendukung remaja untuk mengembangkan perilaku positif dengan teman dan orang dewasa lainnya. Selain itu, orangtua juga didukung untuk lebih terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka. Dalam suatu keadaan, dapat ditemukan remaja yang tidak memperoleh dukungan dari orang dewasa di luar keluarga mereka. Remaja tersebut mungkin saja masih mampu mengembangkan resiliensi, khususnya apabila orangtua, saudaranya atau teman-temannya memberikan dukungan. Pada remaja lainnya, mungkin mereka tidak memiliki kesehatan yang baik dan gaya berpikir yang kurang jelas. Pada dasarnya mereka masih mampu mengembangkan resiliensi apabila mereka memiliki kemampuan coping yang efektif, karakter kepribadian yang positif, dan pengasuhan dari orang tua maupun guru Mandleco dan Peery, 2000. Bonnie Benard 1991 mengemukakan bahwa individu yang resilien memiliki empat sifat umum berikut, yaitu : a. Social Competence Social competence kompetensi sosial adalah kemampuan individu untuk merespon dan membangun hubungan yang positif dengan orang lain dalam Desmita, 2009. Aspek ini mencakup kualitas kepekaan, fleksibilitas, empati, dan kepedulian. Selain itu, kemampuan berkomunikasi, rasa humor, dan perilaku prososial lainnya. Werner dan Smith 1982 serta Demos 1989 mengemukakan bahwa, anak-anak resilien terbukti lebih peka mereka mampu memberikan respon yang lebih positif pada orang lain, lebih aktif, lebih fleksibel dan adaptif bahkan ketika masih mereka bayi. Sebagai hasil dari resiliensi, sejak kanak-kanak hingga dewasa, mereka mampu menciptakan hubungan yang lebih positif dengan orang lain, termasuk di dalamnya adalah menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan teman sebayanya Bernad dan Ladd, 1989; Werner dan Smith, 1982 dalam Bonnie Benard, 1991. Hubungan yang terbentuk melalui keberhasilan seorang remaja melakukan hubungan positif dengan orang lain akan mengembangkan rasa percaya remaja pada orang lain Desmita, 2009. Perasaan tersebut memampukan remaja untuk belajar percaya pula pada dirinya sendiri. Remaja percaya bahwa mereka memiliki kemampuan, tindakan dan masa depan yang baik. Melalui hubungan- hubungan yang positif ini pula, membantu remaja untuk terhindar dari perilaku-perilaku yang berisiko dan remaja mampu mengembangkan perilaku yang positif Desmita, 2009. Remaja yang memiliki relasi atau keterikatan yang positif dengan orang lain, mampu menghindari perilaku yang berisiko dibandingkan dengan remaja yang tidak memiliki relasi atau keterikatan yang positif Desmita, 2009. b. Problem-Solving Skill Problem-Solving Skill keterampilan memecahkan masalah merupakan kemampuan yang dimiliki individu untuk membuat suatu perencanaan yang mempermudah pengendalian diri individu dan memanfaatkan akal sehat untuk mencari bantuan dari orang lain dalam Desmita, 2009. Individu semakin mampu untuk berpikir lebih abstrak, reflektif, dan fleksibel. Selain itu, individu diharapkan mampu untuk berusaha mencari solusi atau alternatif pemecahan masalah baik masalah yang berkaitan dengan kognitif maupun sosial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Halverson dan Waldrup 1974 dalam Benard, 1991, anak-anak yang ada di pra-sekolah, yang dapat memperlihatkan bahwa mereka mampu menjadi agen perubahan dalam situasi yang kacau sekalipun terbukti akan menjadi anak yang aktif dan kompeten pada saat duduk di bangku sekolah lanjutan. Lingkungan disekitar remaja memiliki andil besar untuk membantu remaja menjadi pribadi yang kuat. Remaja membutuhkan lingkungan yang menunjang dirinya dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Lingkungan memberikan tanggung jawab dan kesempatan pada remaja untuk berpartisipasi aktif salah satunya dengan memberi kesempatan remaja untuk memecahkan masalah. Menurut Burn dan Lofquist 1996, dalam Desmita, 2009 seseorang yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan dan menentukan strategi yang berpengaruh pada kehidupannya dapat merasa memiliki dan menyadari keputusan dan strategi tersebut yang bermanfaat, efektif, logis sehingga mereka berusaha untuk melaksanakannya. c. Autonomy Pada dasarnya, autonomy otonomi adalah kesadaran individu tentang identitas dirinya dan kemampuan individu untuk bertindak secara independen Benard, 1991. Selain itu, individu juga dapat menggunakan sebagian kendali dalam lingkungannya dan interaksinya dengan orang lain. Para peneliti mengidentifikasi aspek ini sebagai sebuah kemampuan individu untuk melepaskan diri dari lingkungan keluarga yang tidak kondusif Benard, 1991. Remaja yang sadar akan identitasnya sendiri mampu mendefinisikan dirinya dan membentuk self-image mereka Desmita, 2009. Melalui kemampuan otonomi, remaja belajar untuk mandiri dengan cara melakukan suatu pekerjaan sendiri dan mencari bantuan yang diperlukan. Remaja juga dibantu untuk menumbuhkan inisiatif dan membentuk pribadi yang independen. Remaja yang memiliki kesadaaran akan dirinya sebagai sosok yang mandiri juga akan membentuk kekuatan dalam dirinya. Kekuatan tersebut nantinya akan menentukan bagaimana remaja harus bertindak ketika menghadapi masalah. d. Sense of Purpose and Future Sense of purpose and future kesadaran akan tujuan dan masa depan adalah kesadaran individu akan tujuan, aspirasi pendidikan, ketekunan, pengharapan dan masa depan yang cemerlang dalam, Desmita, 2009. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Brook dkk 1989 dalam Benard, 1991 tentang risiko dan faktor pelindung pada remaja yang menggunakan narkoba dan mengkonsumsi alkohol, ditemukan bahwa orientasi pada prestasi yang tinggi menjadi faktor pelindung yang dapat mengimbangi efek dari konsumsi alkohol yang dilakukan teman sebaya. Werner dan Smith 1982 dalam Benard, 1991 mengemukakan bahwa rasa kesatuan dan percaya diri yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal merupakan komponen yang efektif dalam mengatasi tekanan dalam kehidupan. Harapan yang tinggi dan realistis adalah salah satu hal penting yang harus dimiliki remaja karena dengan demikian mereka memiliki motivasi yang tinggi. Menurut Hoy dan Miskel 2001, dalam Desmita, 2009 harapan membuat seseorang percaya bahwa dengan bekerja keras mereka akan mencapai prestasi yang tinggi. Ketika remaja mampu mengembangkan resiliensi dalam kehidupannya, mereka memiliki prediksi yang positif terhadap masa depan mereka Henderson Milstein, 2003 dalam Desmita, 2007. Remaja mampu mengembangkan diri sesuai dengan apa yang mereka inginkan dan mengukir prestasi baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam masyarakat.

C. Konformitas

1. Pengertian Konformitas

David G. Myers 2012 menyatakan bahwa konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan agar sesuai dengan orang lain. Konformitas bukan hanya bertindak sesuai dengan tindakan yang dilakukan orang lain. Konformitas juga berarti individu dipengaruhi bagaimana orang lain bertindak David G. Myers, 2012. O.Sears, Freedman, dan Pepalu, 2000 menggambarkan konformitas sebagai suatu cara individu menampilkan suatu perilaku yang disebabkan karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut. Baron dan Byrne 2004 menyatakan bahwa konformitas remaja adalah sebuah perilaku yang menjadi bentuk penyesuaian diri remaja. Berdasarkan pengertian konformitas dari beberapa tokoh, peneliti menyimpulkan bahwa konformitas merupakan kecenderungan individu untuk meniru perilaku yang dilakukan orang lain sebagai suatu bentuk penyesuaian diri.

2. Penyebab Munculnya Konformitas

Individu melakukan perilaku konform disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu:

a. Perilaku Orang Lain Memberikan Informasi yang Bermanfaat

Interaksi yang terjadi antara individu dengan orang lain, perilaku ataupun perkataan yang muncul merupakan sumber informasi bagi individu. Ketika seorang individu melakukan suatu hal yang sama dengan orang lain, maka individu tersebut akan mendapatkan manfaat dari pengetahuan mereka. Tingkat konformitas yang didasarkan pada informasi ditentukan oleh dua aspek, yaitu : 1 Kepercayaan terhadap kelompok Ketika individu memiliki kepercayaan yang besar terhadap kelompoknya sebagai sumber informasi, maka besar kemungkinan individu tersebut menyesuaikan diri terhadap kelompoknya. Apabila dalam suatu kelompok terdapat informasi penting yang tidak diketahui individu sebelumnya, maka konformitas dapat semakin meningkat. Tingkat keahlian setiap anggota kelompok merupakan salah satu faktor yang menentukan ada tidaknya kepercayaan individu terhadap kelompok. Tingkat keahlian yang dimaksud antara lain, sejauh mana anggota tersebut menguasai suatu informasi dan sejauh mana anggota tersebut memiliki hak untuk menyampaikan suatu informasi. Semakin tinggi tingkat keahlian anggota kelompok, semakin tinggi pula tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap pendapat kelompok O. Sears, Freedman, dan Pepalu, 2000. 2 Kepercayaan yang lemah terhadap penilaian sendiri Konformitas akan menurun manakala tingkat kepercayaan individu pada penilaiannya sendiri tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah keyakinan individu pada kemampuannya sendiri. Tingkat keyakinan individu terhadap kemampuannya sendiri dipengaruhi oleh sulit atau tidaknya penilaian yang dibuat oleh individu yang bersangkutan. Individu akan cenderung mengikuti penilaian yang dibuat orang lain ketika rasa percaya individu pada dirinya sendiri rendah. Hal tersebut dapat terjadi apabila penilaian yang dibuat oleh individu terhadap dirinya sendiri tergolong sulit O.Sears, Freedman, dan Pepalu, 2000.

Dokumen yang terkait

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Kecemasan Remaja Putri Pada Masa Pubertas Dalam Menghadapi Perubahan Fisik Di Smp Swasta Betania Medan

10 93 92

KONFORMITAS REMAJA TERHADAP KELOMPOK TEMAN SEBAYA DALAM PERILAKU SEKSUAL

0 3 2

Hubungan antara konformitas kelompok sebaya dengan kenakalan pada remaja awal siswa MTS al Hidayah Depok

0 12 119

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA Hubungan Antara Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Dengan Konsep Diri Pada Remaja.

0 2 17

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN KONSEP DIRI PADA REMAJA Hubungan Antara Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Dengan Konsep Diri Pada Remaja.

0 2 11

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Smk Al-Islam Surakarta.

1 7 20

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Smk Al-Islam Surakarta.

0 4 16

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan Perilaku Merokok Pada Remaja SMK AL-Islam Surakarta.

5 30 19

Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Konformitas Kelompok Teman Sebaya Dengan Konsep Diri RemajaHubungan Antara Kecerdasan Emosional Dan Konformitas Kelompok Teman Sebaya Dengan Konsep Diri Remaja

0 0 9

Hubungan antara konformitas kelompok teman sebaya dengan resiliensi pada remaja awal - USD Repository

0 1 192