tersebut hanya orang-orang yang mau merokok yang akan diterima sebagai anggota.
4. Konformitas Kelompok Remaja
Frekuensi bertemu antara remaja dengan kelompok teman sebaya yang tergolong sering, dapat memicu meningkatnya interaksi sehingga
kohesivitas remaja terhadap kelompok teman sebaya cenderung bertambah. Kohesivitas yang semakin kuat mengembangkan iklim
kelompok dan norma kelompok. Norma tersebut dikenal sebagai norma tingkah laku yang merupakan pemberian kelompok teman Ewert, 1983
dalam Mönks, Knoers, dan Siti Rahayu, 2006. Pemimpin dalam kelompok menjadi orang yang menentukan norma tingkah laku yang
berlaku. Pada dasarnya, norma yang dibuat ada yang positif dan negatif. Akan tetapi, bahaya yang ditimbulkan oleh norma tersebut adalah remaja
menjadi kehilangan identitas dirinya sendiri. Apa yang ada dalam kelompok bisa saja merupakan hal-hal yang sangat bertentangan dengan
yang sudah diperoleh remaja dalam keluarganya. Remaja yang memiliki kontrol eksternal tinggi, memungkinkan mereka untuk lebih peka terhadap
pengaruh kelompok. Temuan Lefcourt 1966 dalam Mönks, Knoers, dan Siti Rahayu, 2006 memperlihatkan bahwa seseorang yang termasuk kelas
sosial lebih rendah, memiliki skor tinggi pada kontrol eksternal. Dalam kehidupan remaja, mereka yang berasal dari kelas sosial rendah cenderung
lebih sering melakukan konformitas dengan kelompoknya. Apabila
kelompok remaja tersebut memberikan banyak keuntungan bagi remaja, maka mereka cenderung akan melakukan apa yang menjadi tuntutan
kelompok. Konformitas dapat berupa perilaku-perilaku yang positif dan
perilaku-perilaku yang negatif. Konformitas positif tampak dari perilaku meluangkan waktu bersama untuk melakukan aktivitas yang bermanfaat
bagi lingkungan, motivasi untuk berusaha memperoleh prestasi khususnya dalam bidang akademik, dan tak jarang hobi bersama. Meningkatnya
kedekatan remaja dengan dengan kelompok teman sebayanya mencerminkan adanya kepedulian remaja untuk mengenali diri mereka
sendiri. Aktivitas bercerita dengan teman membantu remaja menggali perasaan, mendefinisikan tentang identitas dan harga diri mereka
Buhrmester, 1996 dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2009. Konformitas juga dapat muncul dalam perilaku negatif. Ronni
Rambe 1997, dalam Sarwono dan Meinarno 2009 meneliti tentang perkelahian pelajar. Keterlibatan remaja dalam perkelahian atau tawuran
pelajar muncul karena adanya tekanan dalam kelompok. Perilaku tersebut didasari oleh solidaritas antar anggota yang kemudian muncul dalam
perilaku konformitas yang membuat perkelahian atau tawuran tidak dapat dihindari.
Perilaku merokok,
meminum minuman
beralkohol, menggunakan obat-obatan, dan perilaku seks pranikah menjadi contoh
konformitas dalam perilaku negatif yang sering dilakukan oleh remaja. Menurut Brown dan Klute 2003 dalam Papalia, Olds, dan Feldman 2009