Hubungan antara Konformitas Kelompok Teman Sebaya dan Resiliensi
penyalahgunaan narkoba, kehamilan, konflik dengan orang tua hingga bunuh diri.
Pada dasarnya, setiap individu memiliki kemampuan dalam diri mereka. Kemampuan tersebut membuat individu mampu menghadapi
permasalahan yang mereka hadapi. Kemampuan tersebut dikenal dengan resiliensi. Resiliensi merupakan kemampuan adaptasi individu dan
penyesuaian diri pada kejadian besar dalam hidup atau stresor yang kronik Werner, 1990 dalam Mandleco dan Peery, 2000. Resiliensi juga dilihat
sebagai kemampuan yang dimiliki individu, kelompok atau masyarakat yang membuat mereka mampu menghadapi, mencegah, meminimalisir atau bahkan
menghilangkan dampak negatif yang berasal dari kondisi kehidupan yang sulit menjadi suatu hal yang dapat diatasi Desmita, 2007. Barbara L.
Mandleco,PhD,RN dan J. Craig Peery,PhD 2000 menyatakan bahwa resiliensi adalah kapasitas untuk merespon, bertahan, berkembang, dan
berkuasa walaupun berada di dalam keadaan pengalaman hidup menjengkelkan yang menjadi stresor.
Perubahan besar dalam kehidupan remaja menuntut mereka untuk mempertahankan diri dan beradaptasi dengan lingkungannya. Dengan
demikian, remaja tidak melakukan perilaku-perilaku yang kurang adaptif sebagai akibat dari permasalahan yang mereka hadapi. Henderson dan
Milstein 2003 menyatakan bahwa remaja yang resilien mampu memecahkan masalah dalam kehidupannya, berpikir kritis dan memiliki
inisiatif serta memiliki kesadaran yang jelas pada suatu tujuan dan memiliki
prediksi positif terhadap masa depannya dalam Desmita, 2007. Remaja resilien memiliki kompetensi positif yang dapat membantu mereka bertahan
dan berhasil dalam lingkungan dengan stres yang tinggi Mcknight dan Loper, 2002. Remaja yang resilien juga menjadi lebih bertanggung jawab
dan berorientasi pada prestasi dibandingkan dengan teman-teman mereka yang tidak resilien. Mereka lebih matang secara sosial dan mampu menyerap
nilai-nilai yang positif. Selain itu, mereka menjadi lebih perhatian, empati, dan tanggap sosial dibandingkan dengan teman-teman mereka yang kesulitan
melakukan coping. Grotberg 1995 mengemukakan bahwa resiliensi terbentuk dari tiga
aspek, yaitu I Have, I Am, dan I Can. I Am merupakan aspek resiliensi yang
berkaitan dengan gambaran kepribadian positif yang dimiliki oleh remaja itu sendiri. I Can adalah aspek dari resiliensi yang berkaitan dengan hal-hal yang
dapat dilakukan oleh remaja yang berhubungan dengan keterampilan sosial dan interpersonal atau kompetensi sosial. Kompetensi sosial tersebut
merupakan hasil pembelajaran remaja melalui interaksinya dengan orang lain. I Have yaitu bentuk dukungan sosial yang berasal dari lingkungan disekitar
individu terhadap dirinya. Individu yang dapat mengembangkan ketiga aspek tersebut dengan baik akan mampu bertahan dan mengahadapi situasi-situasi
yang sulit. Hal tersebut membentuk individu mengembangkan resiliensi dalam dirinya. Ketiga aspek pembentuk tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri.
Resiliensi dapat berkembang dalam diri individu manakala terjadi interaksi diantar ketiga aspek tersebut Desmita, 2009.
Sesuai dengan salah satu tugas perkembangannya, remaja mulai belajar menerima perubahan yang terjadi pada dirinya dan mulai membangun
hubungan dengan sesama jenis ataupun lawan jenis. Menurut Desmita 2009 salah satu karakteristik remaja adalah mengembangkan keinginan untuk
menjalin relasi dengan orang lain dan memperoleh bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, pada usia remaja menjadi masa dimana mereka banyak
berinteraksi dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis. Pengaruh teman sebaya mencapai puncaknya pada usia 12-13 tahun. Sikap,
pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku remaja banyak dipengaruhi oleh teman sebaya daripada keluarga Hurlock, 1990. Kelompok teman
sebaya menjadi media bagi remaja untuk menguji dirinya sendiri dan orang lain. Pada saat berada dalam kelompok teman sebaya, remaja mulai
membentuk dan memperbaiki konsep dirinya. Kedekatan remaja dengan kelompok teman sebaya menimbulkan
keterikatan yang memicu adanya tekanan dalam kelompok dan konformitas. Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan agar sesuai dengan
orang lain. Konformitas juga berarti individu dipengaruhi bagaimana orang lain bertindak Myers, 2012. Konformitas cenderung membuat individu
kehilangan identitas dan kebebasannya. Tingkat kepercayaan individu terhadap dirinya sendiri juga akan menurun dikarenakan konformitas. Di satu
sisi, individu yang resilien cenderung akan lebih percaya diri dan bangga terhadap dirinya sendiri. Hal ini memberikan gambaran jika individu yang
konform dengan kelompoknya mungkin saja individu tersebut tidak dapat
menjadi peribadi yang resilien. Akan tetapi, pada dasarnya konformitas dilakukan individu semata-mata sebagai bentuk penyesuaian diri O.Sears,
Freedman, dan Pepalu, 2000. Remaja melakukan konformitas cenderung karena perasaan senasib sepenanggungan, hanya temanlah yang mengerti apa
yang sedang mereka rasakan, dan merasa memperoleh keuntungan dengan berada dalam kelompok teman sebaya. Remaja tidak jarang menceritakan
permasalah yang mereka hadapi pada teman sebayannya. Solusi yang diberikan oleh teman sebaya akan menjadi bahan pertimbangan bagi remaja
dalam menyelesaikan masalahnya. Ketika individu memiliki kepercayaan yang besar pada kelompoknya, maka kemungkinan besar individu tersebut
akan berusaha sama dengan kelompoknya O.Sears, Freedman, dan Pepalu, 2000.
Oleh karena itu, konformitas kelompok teman sebaya menjadi salah satu
tempat remaja
mengembangkan aspek-aspek
penting dalam
pembentukan resiliensi. Salah satunya adalah mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal seperti keterampilan komunikasi dan menjalin
hubungan yang dilandasi rasa saling percaya dengan orang lain. Keterampilan-keterampilan
tersebut menjadi
bagian dalam
proses mengembangkan kompetensi dalam diri remaja. Selain itu, dalam
konformitas remaja juga mengembangkan rasa saling menyayangi, empati, cinta dan kepedulian terhadap orang lain. Hal tersebut dapat memicu
terbentuknya kepribadian remaja yang semakin positif. Konformitas kelompok teman sebaya juga menjadi bentuk dukungan sosial yang diperoleh
remaja melalui lingkungan sosialnya. Salah satunya adalah melalui hubungan yang dilandasi oleh rasa percaya antar teman dalam kelompok.
Adanya dukungan dari teman khususnya dalam bentuk konformitas kelompok membuat remaja merasa memperoleh penguatan untuk menjalani
kehidupannya walaupun masalah yang mereka hadapi cukup berat. Remaja mampu menemukan dirinya yang sebenarnya dalam interaksinya dalam
kelompok. Pada situasi seperti itu, resiliensi dapat berkembang dengan baik karena didukung oleh lingkungan khususnya teman sebaya yang baik. Akan
tetapi, perlu kewaspadaan ketika remaja cenderung berada pada bentuk konformitas yang membuat mereka kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
Ketika hal tersebut yang terjadi dan pengaruh kelompok teman sebaya cukup tinggi frekuensinya, remaja akan cenderung menuruti apapun keinginan
kelompok. Beberapa diantaranya tidak jarang terjerumus pada perilaku- perilaku yang kurang adaptif. Remaja cenderung melarikan diri dari masalah
dan bahkan lebih banyak membuat masalah-masalah baru. Hal ini
menurunkan perkembangan resiliensi dalam diri remaja.
Keterangan : Garis
: hubungan tidak langsung Garis
: hubungan langsung
Bagan 1. Kerangka Penelitian Remaja Awal
Stresstantanganperubahan kehidupan
dan tugas perkembangan yang baru
Proses pengembangan aspek-aspek Resiliensi, yaitu I Have atau dukungan
sosial, I Am atau kepribadian yang positif, dan I Can atau kompetensi
remaja Interaksi remaja dengan kelompok
teman sebaya semakin intens
Pribadi remaja yang resilien Konformitas
Pribadi remaja yang tidak resilien
Remaja mampu menemukan
kekhasannya diantara anggota kelompok
Remaja kehilangan keyakinan terhadap
dirinya sendiri dalam kelompok