3. Menetapkan barang bukti berupa:
• 1 satu lembar uang kontan Rp.20.000,-dua puluh ribu rupiah ; • 1 satu lembar uang kontan Rp.10.000,-sepuluh ribu rupiah
• 2 dua lembar surat undangan Formulir C 6 An. Daniel Aruan dan
Rioyanti Manurung; • Daftar hadir pemilih TPS 03 Kel. Sudirejo II kec. Medan Kota;
• DPT TPS 03 Kel. Sudirejo II Kec. Medan Kota
Dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara An. Seri br. Siahaan;
• 1 satu KTP asli An. JEKSON SITUMORANG; Dikembalikan kepada Terdakwa
4. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah
Rp. 1.000,- seribu rupiah;
d.ANALISIS KASUS
Berdasarkan kasus yang penulis peroleh dari Pengadilan Negeri Medan dengan No.01Pid.S2014.PN.Mdn. Maka penulis mengambil kesimpulan sebagai
berikut : Kejahatan yang telah dilakukan oleh terdakwa adalah Perbuatan yang
diatur dalam Pasal 310 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yakni “Setiap orang yang
dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain danatau memberikan suaranya lebih dari 1 satu kali di 1 satu TPS atau lebih
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun 6 enam bulan dan denda paling banyak Rp.18.000.000,00 delapan belas juta rupiah”. Berdasarkan
ketentuan pidana yang dirumuskan pasal 310 tersebut diatas, maka unsur- unsurnya terdiri atas :
1. Setiap orang
2. Dengan sengaja
3. Pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain danatau
memberikan suaranya lebih dari 1 satu kali di 1 satu TPS atau lebih. Terdakwa yang melakukan kejahatan tersebut dalam proses pemeriksaan
di persidangan telah terbukti memenuhi unsur-unsur dari ketentuan pasal 310 tersebut diatas, yakni sebagai berikut :
1. Unsur Setiap Orang
Unsur orang dalam hal ini adalah Jekson Situmorang yang dalam kasus ini telah memberikan keterangan yang membenarkan bahwa dirinya telah
melakukan tindak pidana penggunaan C6 milik orang lain. Berdasarkan fakta yang di persidangan bahwa terdakwa mampu dan cakap hukum
untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Sehingga unsur setiap orang tersebut telah dipenuhi oleh terdakwa
2. Unsur Dengan Sengaja : Pada Saat Pemungutan Suara Mengaku Dirinya
Sebagai Orang Lain Berdasarkan keterangan saksi serta keterangan terdakwa yang mengakui
telah menggunakan C6 milik orang lain dan melakukannya dalam keadaan sadar. Terdakwa juga mengetahui bahwa formulir C6 yang
dipergunakannya adalah milik orang lain dan dengan sadar menerima uang sebesar Rp.30.000,- tiga puluh ribu rupiah sebagai balasan atas
pemberian suara yang diberikan oleh terdakwa. Sehingga unsur dengan
sengaja terbukti dilakukan oleh terdakwa pada saat pemungutan suara yang mengaku dirinya sebagai orang lain
Fakta di persidangan, keterangan para saksi dan terdakwa, serta barang- barang bukti sehingga terdakwa Jekson Situmorang terbukti telah melakukan
tindak pidana Perbuatan mengaku dirinya sebagai orang lain dan terdakwa haruslah mempertanggungjawabkan perbuatanya tersebut.
3. Pasal 310 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2012 , menetapkan ancaman
pidana penjara paling lama 1 satu tahun 6 enam bulan dan denda paling banyak Rp.18.000.000,- delapan belas juta rupiah.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan berdasarkan putusannya menjatuhi hukuman kepada terdakwa Jekson Situmorang dengan pidana
penjara selama 1 satu bulan dan denda sejumlah Rp. 100.000,- seratus ribu rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar
diganti dengan pidana kurungan selama 3 tiga hari. Panwaslu Kota Medan dalam kasus ini berperan dalam hal melakukan
penerimaan laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilihan Umum. Dimana pada saat terjadinya
penggunaan C6 milik orang lain tersebut yang pertama kali ditemukan oleh Panita Pemungutan Suara yang kemudian dilaporkan kepada Pengawas Pemilu Lapangan
dan diteruskan kepada Pengawas Pemilu Kecamatan dan diserahkan langsung ke Panwaslu Kota Medan. Dalam hal ini, Panwaslu Kota Medan beserta jajaran
Pengawas Pemilu Kecamatan dan Lapangan dianggap telah melakukan kinerja yang baik dan melaksanakan kewajibannya. Hal ini dapat dilihat bahwa saat
kejadian dugaan pelanggaran terjadi, pihak Pengawas langsung memproses dugaan pelanggaran tersebut di hari dan waktu yang sama yakni pada tanggal
09 April 2014 saat pesta demokrasi rakyat tersebut berlangsung. Panwaslu Kota Medan yang telah menerima laporan maka selanjutnya
akan menggelar kasus di dalam SENTRA GAKKUMDU yang terdiri dari Kepolisian dan Kejaksaan yang didalamnya akan mengkaji berdasarkan barang-
barang bukti yang berhasil dikumpulkan, apakah laporan dugaan pelanggaran tersebut termasuk kedalam tindak pidana Pemilihan Umum atau tidak termasuk
kedalamnya. Pada saat pengkajian kasus ini, Panwaslu Kota Medan dengan adanya SENTRA GAKKUMDU berhasil memanggil para saksi yang terdiri atas
Ketua Panwaslu Kota Medan sendiri yakni Helen N.M.Napitupulu, afrijon,dan M.Gading Hasyim Nasution yang merupakan pihak dari panitia penyelanggaraan
Pemilihan Umum dan Pengawas Pemilihan Umum. Kemudian SENTRA GAKKUMDU semakin menguatkan bahwa kasus tersebut termasuk ke dalam
tindak pidana Pemilihan Umum Legislatif dengan berhasil mengumpulkan barang bukti :
1 1 satu lembar uang kontan Rp.20.000,-dua puluh ribu rupiah ;
2 1 satu lembar uang kontan Rp.10.000,-sepuluh ribu rupiah
3 2 dua lembar surat undangan Formulir C 6 An. Daniel Aruan
dan Rioyanti Manurung; 4
Daftar hadir pemilih TPS 03 Kel. Sudirejo II kec. Medan Kota; 5
DPT TPS 03 Kel. Sudirejo II Kec. Medan Kota 6
1satu KTP asli An. JEKSON SITUMORANG; Panwaslu Kota Medan sering mengalami hambatan dalam pengumpulan
barang bukt terhadap berbagai laporan dugaan mengenai pelanggaran Pemilihan
Umum. Namun dalam kasus yang melibatkan Jekson Situmorang ini, Panwaslu Kota Medan dapat dengan mudah menemukan barang bukti tersebut. Hal ini tidak
terlepas dari kinerja Panwaslu serta tersangka sendiri yang mengakui perbuatannya. Kasus tersebut bergulir hingga ke Pengadilan Negeri Medan dan
menetapkan Jekson Situmorang sebagai terdakwa. Peran Panwaslu Kota Medan pada kasus ini, dalam menanggulangi tindak
pidana Pemilihan Umum lebih bersifat upaya penal atau dengan kata lain lebih bersifat penindakan. Kasus C6 merupakan salah satu tindak pidana yang banyak
terjadi di Kota Medan pada Pemilihan Umum Legislatif di Tahun Formulir C6 yang bertujuan sebagai undangan untuk memilih pada Pemilihan Umum
Legislatif. Kasus ini juga menjadi salah satu tindak pidana yang banyak ditemukan oleh dan menjadi kasus yang paling banyak diterima oleh Panwaslu
Kota Medan dan hingga saat ini masih sulit untuk melakukan pengawasan terhadap prosedur penggunaan C6 ini.
Formulir C6 yang merupakan pemberitahuan atau undangan kepada masyarakat untuk memberikan hak suaranya pada saat Pemilihan Umum
Legislatif, merupakan hasil dari ketetapan KPU, KPU Provinsi,dan KPU KabupatenKota, dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih
sementara, dan daftar pemilih tetap.
73
73
R.I.,Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang “Penyelenggaraan Pemilihan Umum”,Bab 1,Bagian kedelapan,Paragraf 1, Pasal 42.
Setelah KPU menetapkan daftar pemilih tetap, maka KPU akan mengirimkan formulir tersebut kepada daerah pemungutan
suara yang selanjutnya oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara KPPS akan memberikan formulir C6 yakni formulir untuk memberikan hak suara
memilih kepada sang pemilih. Penyerahan formulir C6 ini berlangsung paling lama 3 tiga hari sebelum jadwal pemungutan suara. Prosedur selanjutnya adalah
jika dalam 3 tiga hari sebelum pemungutan suara, pemilih yang sudah terdaftar di Daftar Pemilih Tetap DPT, Daftar Pemilih tambahan DPtb, dan Daftar
Pemilih Khusus DPK yang ditujukan bagi penyandang cacat, belum menerima formulir C6 atau formulir teleh diterima kemudian hilang, maka pemilih dapat
meminta kepada Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara KPPS setempat dengan menunjukkan kartu tanda penduduk KTP atau identitas
lainnya.
74
Peran Panwaslu Kota Medan dalam hal ini adalah seharusnya tidak dapat mengganggap bahwa kelemahan yang terdapat pada KPU bukan bagian dari
Dari segi prosedur tersebut pelaksaaan pembagian formulir C6 telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga pada saat ditemukannya Daftar
Pemilih Tambahan ataupun Formulir C6 sendiri dinyatakan hilang, pihak penyelenggara Pemilihan Umum Legislatif berusaha tetap melayani masyarakat
agar mereka tetap memiliki hak untuk memilih. Sehingga pada dasarnya kedudukan formulir C6 sendiri adalah selain memberikan hak suara kepada
pemilih yang telah terdaftar juga untuk menghindari terjadinya penggunaan hak suara atas nama orang lain ataupun menggunakan hak suara lebih dari satu kali.
Dimana hal ini sangat merugikan banyak pihak dan melanggar asas Pemilihan Umum itu sendiri. Namun hal yang terjadi di dalam masyakat masih terdapat
penyalahgunaan penggunaan formulir C6 tersebut yang mengakibatkan adanya pelanggaran tindak pidana Pemilihan Umum.
74
http:www.beritasatu.compemilu2014-aktualitas167892-kpps-sampaikan-formulir-c6-tiga- hari-sebelum-pemungutan-suara.html, diakses pada Tanggal 07 November 2014
tanggungjawabnya dikarenakan perbedaan instansi. Hal yang disebabkan masing- masing instansi penyelenggaraan Pemilu menjadi tanggung jawab bersama demi
menyukseskan Pemilihan Umum yang sesuai dengan ketentuan. Panwaslu tetaplah menjadi pendamping para instansi tersebut dalam melaksanakan tugasnya
hingga hal-hal yang kemungkinan terjadi seperti tindak pidana Pemilihan Umum akan menjadi pekerjaan rumah terhadap Panwaslu sendiri. Khususnya Panwaslu
Kota Medan yang akan berperan sebagai pengawas proses Pemilihan Umum hingga menyelesaikan temuan dan laporan dugaan pelanggaran Pemilihan Umum
tersebut. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang hanya
menjatuhkan pidana penjara 1 satu bulan dan denda sejumlah uang Rp.100.000,- seratus ribu rupiah dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar
diganti dengan pidana kurungan selama 3 tiga hari. Menurut penulis, hal ini tidak mewujudkan tujuan pemidanaan itu sendiri dan akan menjadi beban
tersendiri bagi Panwaslu Kota Medan. Mengingat perbuatan terdakwa Jekson Situmorang dengan sengaja atau menyadari perbuatannya mengaku sebagai orang
lain dalam melakukan pemungutan suara terhadap wakil rakyat. Dan didalam pertimbangan Hakim, Hakim berpendapat hal yang memberatkan terdakwa
adalalah perbuatan terdakwa telah mengurangi kredibilitas agenda nasional dalam kegiatan Pemilihan Umum. Seharusnya Majelis Hakim memberikan hukuman
yang lebih memberatkan sesuai dengan ketentuan Pasal 310 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2012 yakni pidana penjara paling lama 1 satu tahun 6 enam
bulan dan denda paling banyak Rp 18.000.000,- delapan belas juta rupiah.
Menurut pendapat Richard D.Schwartz dan Jerome H.Sknolnck dalam buku Hukum Penitensier, tulisan Dr.Marlina,S.H.M.Hum, mengemukakan bahwa
sanksi pidana dimaksudkan untuk, mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana to prevent recidivism, mencegah orang lain melakukan perbuatan yang
sama seperti yang dilakukan si terpidana to deterother from the performance of similar acts, menyediakan saluran untuk mewujudkan motif-motif balas to
provide a channel for the expression of retaliatory motives
75
75
Dr.Marlina, Hukum Penitensier,Bandung,PT.Refika Aditama,2011 hal.23
. Berdasarkan tujuan pemidanaan sendiri, putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan tidak akan
memberikan efek jera bagi terdakwa serta masyarakat pada umumnya. Mengingat proses Pemilihan Umum adalah yang terlihat mudah namun memberikan efek
besar bagi sistem pemerintahan Indonesia. Suara rakyat yang akan menentukan bagaimana Indonesia kedepannya dan bagaimana pemerintahan akan dijalankan.
Panwaslu Kota Medan telah melakukan semua upaya penanggulangan untuk memperbaiki sistem penyelenggaraan pemilihan umum dari waktu ke waktu, yang
diawali dengan upaya penanggulangan yang bersifat non penal hingga yang bersifat penal. Hal yang diharapkan adalah instansi selanjutnya bagaimana
menuntaskan tindak pidana Pemilihan Umum tersebut akan diselesaikan dengan penjatuhan pidana bagi terdakwa. Seharusnya ada kerjasama yang baik diantara
instansi-instansi tersebut. Setidaknya isntansi lain seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan tidak menganggap tindak pidana Pemilihan Umum ini sesuatu hal
tindak pidana yang biasa dan tidak terlalu mempengaruhi keadaan stabilitas masyarakat. Sehingga proses penyelenggaraan Pemilihan Umum dan peran
Panwaslu dapat berjalan dengan baik dan tindak pidana pemilihan umum mengalami penurunan di setiap pesta demokrasi Indonesia.
4. Upaya Non Penal