Pemilihan Umum Era Demokrasi Parlementer : Pemilu 1955 Pemilihan Umum Era Orde Baru 1966-1998

Kesebelas Pemilihan Umum tersebut yang telah berlangsung, Pemilihan Umum di bawah hukum konstitusi UUDS 1950 dan UUD 1945 tidak mengenal mekanisme penyelesaian forum peradilan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum. Mekanisme penyelesaian hukum lewat peradilan suatu PHPU baru dikenal sesudah Perubahan Konstitusi, UUD NRI 1945 menyediakannya melalui Mahkamah Konstitusi MK.

1. Pemilihan Umum Era Demokrasi Parlementer : Pemilu 1955

Pemilihan Umum 1955 berlangsung dengan sistem Pemilu proporsional yang dikombinasikan dengan sistem daftar diikuti oleh lebih dari 30 partai politik dan lebih dari 100 organisasiperkumpulan dan perseorangan untuk memilih 257 anggota DPR dan menghasilkan 28 peserta Pemilu yang memperoleh kursi DPR dan menghasilkan komposisi 4 empat besar partai. Dengan demikian, baik dalam Pemilu untuk memilih anggota DPR maupun untuk memilh anggota Konstituante, tidak ada parpol yang memperoleh suara mayoritas mutlak, sehingga tujuan Pemilu yang semula dimaksudkan menghasilkan parlemen yang stabilitas pemerintahan dan mampu menghasilkan Konstitusi Baru untuk menggantikan UUDS 1950 tidak berhasil, bahkan berujung pada krisis ketatanegaraan yang mendorong lahirnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 sebagai akibat kegagalan Konstituante menghasilkan konstitusi baru, bahkan DPR hasil Pemilu 1955 pun dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960. Kegagalan Pemilu pada masa ini, juga mengakibatkan pengisian jabatan anggota lembaga perwakilan dilakukan melalui sistem pengangkatan. Di bidang Kepartaian, terdapat penyederhanaan partai politik melalui regulasi Presiden yang mengatur mengenai Syarat-syarat dan Penyederhanaan Kepartaian dan Peraturan Presiden yang mengatur mengenai Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-partai sehingga pasa masa tersebut hanya terdapat 10 sepuluh partai politik yang diakui pemerintah. Pemilu 1955 yang penyelenggaraannya dilakukan oleh partai-partai politik peserta Pemilu dan Pemerintah yang bertujuan untuk memilih anggota DPR dan Badan Konstituante

2. Pemilihan Umum Era Orde Baru 1966-1998

Konteks format politik Orde Baru yang dilaksanakan pada Tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 telah menggunakan sistem Pemilu proporsional yang bukan murni melainkan disesuaikan dengan tujuan dan format politik Orde Baru. Hal ini dapat dilihat dari ciri-ciri Pemilu Orde Baru yakni dominannya posisi Presiden Soeharto sebagai pusat politik Indonesia, penataan terhadap infrastruktur politik,serta dominannya peranan politik militer. Pemilu Orde Baru juga ditandai dengan penghilangan hak pilih secara massal atas bekas anggota PKI beserta organisasi massa pendukungnya dan anggota organisasi terlarang lainnya. Pemilu pada masa ini penyelenggarannya hannya di dominasi oleh Pemerintah dan hanya bertujuan untuk memilih sebagia anggota DPR, dan DPRD, karena sebagian anggotanya diangkat oleh Pemerintah, yaitu dari ABRI sebagai kompensasi atas tidak dipergunakannya hak pilih anggota ABRI TNI dan Polri.

3. Pemilu Era Transisi Reformasi : Pemilu 1999

Dokumen yang terkait

Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Proses Verifikasi Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014(Studi Kasus : KPU Sumatera Utara)

2 84 93

Implementasi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Tentang Pembatasan Alat Peraga Kampanye (Studi: Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Medan Pada Pemilihan Legislatif Kota Medan 2014 di Kecamatan Medan Sunggal)

4 77 149

ANALISIS YURIDIS SENGKETA DAFTAR PEMILIH TETAP (DPT) DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2009 BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

0 6 16

KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DALAM PERSELISIHAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN 2014 BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

0 4 87

PENGATURAN TINDAK PIDANA DALAM KAMPANYE PEMILU DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1O TAHUN 2OO8 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD (STUDI KASUS DI PANWASLU KOTA PADANG).

0 0 6

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM

0 0 99

BAB II BENTUK-BENTUK PERBUATAN YANG DIKUALIFIKASIKAN SEBAGAI TINDAK PIDANA PEMILIHAN UMUM - Peranan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pemilihan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara

0 0 52

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah - Peranan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pemilihan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Studi Kasus: Panwaslu Kota M

0 0 34

KUALIFIKASI PELANGGARAN PIDANA PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

0 0 10

JURNAL ILMIAH KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP SISTEM DEMOKRASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM (Studi di Kabupaten Lombok Tengah)

0 0 17