e. Peserta Pemilu anggota DPR dan DPRD adalah partai politik, peserta
Pemilu anggota DPD adalah perseorangan, peserta Pemilu Presiden dan wakil Presiden adalah pasangan calon yang diusulkan partai politik atau
gabungan partai politik, dan peserta Pemilupemilihan kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan
partai politik
f. Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat
nasional , tetap, dan mandiri g.
Disediakan mekanisme penyelesaian perselisihan hasil Pemilu di forum Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan uraian diatas, jaminan konstitusional tersebut maka setelah
Perubahan UUD 1945 dikenal 3 Tiga macam Pemilu, yaitu : 1.
Pemilu Legislatif, yaitu Pemilu untuk memilih anggota DPR,DPD,dan DPRD
2. Pemilu Presiden Sering juga disebut Pilpres untuk memilih Presiden dan
Wakil Presiden. 3.
Pemilukada atau Pilkada untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala darerah.
Prinsip demokrasi yang terdiri atas 3 tiga kriteria yakni, kedaulatan
rakyat, keabsahan pemerintahan, dan pergantian pemerintahan secara teratur, maka baik Pemilu 2004 maupun Pemilu 2009 telah memenuhinya. Terlebih lagi
bahwa konstitusi telah menyediakan mekanisme konstitusional penyelesaian perselisihan hasil Pemilu PHPU Legislatif dan Pemilu Presiden di Mahkamah
Konstitusi, sedangkan untuk PemilukadaPilkada perselisihan hasil Pemilu pernah diselesaikan di Mahkamah Agung dan kemudian dialihkan ke Mahkamah
Konstitusi
19
b. Sejarah Panitia Pengawas Pemilihan Umum
Pemilihan Umum di Indonesia dalam pelaksanaannya terdapat istilah Pengawasan Pemilu. Pengawasan Pemilu sebenarnya baru muncul pada era 1980-
an. Pada pelaksanaan Pemilu yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada
19
Mukhtie Fadjar.Pemilu Perselisihan Hasil Pemilu dan Demokrasi,Malang;Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan KDT.2013.hal 1-12
1955 belum dikenal istilah pengawasan Pemilu. Pada era tersebut terbangun di seluruh peserta dan warga negara tentang penyelenggaraan Pemilu yang
dimaksudkan untuk membentuk lembaga parlemen yang saat itu disebut sebagai
Konstituante. Walaupun pertentangan ideologi pada saat itu cukup kuat, tetapi
dapat dikatakan sangat minim terjadi kecurangan dalam pelaksanaan tahapan,
kalaupun terdapat gesekan hanya terjadi diluar wilayah pelaksanaan Pemilu.
Perselisihan yang muncul merupakan konsekuensi logis pertarungan ideologi pada saat tersebut. Hingga saat ini, masih muncul keyakinan bahwa
Pemilu 1955 merupakan Pemilu Indonesia yang paling ideal. Kelembagaan Pengawas Pemilu baru muncul pada pelaksaan Pemilu 1982, dengan nama Panitia
Pengawas Pelaksana Pemilu Panwaslak Pemilu. Pada saat itu sudah mulai muncul ketidakpercayaan terhadap pelaksanaan Pemilu yang mulai dicampuri
oleh kekuatan rezim penguasa. Pembentukan Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi
perhitungan suara yang dilakukan oleh para petugas Pemilu pada Pemilu 1971.Karena pelanggaran dan kecurangan Pemilu yang terjadi pada Pemilu 1977
jauh lebih massif. Pemerintah dan DPR yang didominasi oleh partai GOLKAR dan ABRI
akhirnya merespon segala bentuk protes-protes tersebut. Akhirnya muncullah gagasan memperbaiki Undang-Undang yang bertujuan meningkatkan “Kualitas”
Pemilu 1982. Demi memenuhi tuntutan partai PPP dan partai PDI, pemerintah setuju untuk menempatkan wakil peserta Pemilu ke dalam kepanitiaan Pemilu.
Selain itu, pemerintah juga mengintroduksi adanya badan baru yang akan terlibat dalam urusan Pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum LPU.
Era Reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggaraan Pemilu yang bersifat mandiri dan bebas dari campur tangan penguasa semakin penguat. Untuk
itulah dibentuk sebuah Lembaga Penyelenggaran Pemilu yang bersifat independen yang diberi nama Komisi Pemilihan Umum KPU. Hal ini dimaksudkan untuk
meminimalisasi campur tangan penguasa dalam pelaksanaan Pemilu mengingat penyelenggaraan Pemilu sebelumnya, yakni LPU, merupakan bagian dari
Kementerian Dalam Negeri Sebelumnya Departemen Dalam Negeri. Di sisi lain, Lembaga pengawas Pemilu juga berubah dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia
Pengawas Pemilu Panwaslu. Kelembagaan Pengawas Pemilu baru mengalami perubahan mendasar
yang dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut Undang-Undang ini dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah
lembaga Ad Hoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu
KabupatenKota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Selanjutnya, kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu Bawaslu.
Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan tingkat kelurahandesa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia
Pengawas Pemilu KabupatenKota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan
Pengawas Pemilu Lapangan PPL di tingkat kelurahandesa dan Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, sebagian kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU. Namun
selanjutnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap Judicial Review yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2007, rekrutmen pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi,
pelanggaran pidana Pemilu, serta kode etik. Kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih mengalami dinamika
dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Secara kelembagaan pengawas Pemilu
dikuatkan kembali dengan dibentunknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat Provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bawaslu
Provinsi. Selain itu pada bagian kesekretariatan Bawaslu juga didukung oleh unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur Sekretariat Jenderal Bawaslu. Selain
itu pada konteks kewenangan, selain kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, Bawaslu berdasarkan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.
20
20
http:www.Bawaslu.go.id, diakses pada Tanggal 25 Oktober 2014.
7. Perkembangan Peraturan Tindak Pidana Pemilihan Umum