144
ini didukung saat wawancara dengan Ibu Ratna Ningrum pada saat dilapangan yaitu :
“….anak disini menggunakan uang yang diberikan sekolah maupun pemerintah untuk berpoya-poya,
bukan difikirkan untuk beli alat sekolah, banyak sekali anak disini baru saja bantuan keluar tidak ada yang
dibeli untuk sekolahnya, saya dengar uang tersebut digunakan untuk beli handphone serta barang mewah
lainnya….” Hal tersebut senada dengan pendapat Ibu Ayung Muliani pada
saat dilapangan yaitu : “….sedikit dari anak yang menerima bantuan yang
diberikan oleh pemerintah benar-benar menggunakan uang bantuan tersebut, banyak penyalahgunaan yang
mereka lakukan, anak murid ketika ditanya bantuan digunakan untuk apa, dijawab nya untuk beli beras
serta beli barang-barang mewah….”
Jadi anak yang menerima bantuan dari pemerintah di dalam desa tersebut dipergunakan dengan salah. Pemerintah sendiri berharap jika
bantuan yang diterima anak sekolah akan dibeli untuk kebutuhan sekolah, namun kenyataannya bantuan tersebut disalahgunakan untuk membeli
barang-barang mewah seperti anak dibelikan handphone. Handphone untuk anak sekolah saat ini tidak terlalu penting, jika anak diberi
handphone maka akan merusak jiwa dan mental anak.
b. Pemerinah membuat perpustakaan
Perpustakan merupakan suatu salah satu tempat seseorang hendak belajar, di dalam perpustakaan kita dapat menimba ilmu, biasanya
perpustakaan dipergunakan sebagai tempat membaca, mengerjakan tugas, mecari bahan-bahan pelajaran yang diperlukan dan sebagainya. Di Desa
Universitas Sumatera Utara
145
Rantau Panjang sendiri sudah diletakkan perpustakaan, tujuannya adalah untuk mempermudah anak yang masih sekolah dalam belajar, akan tetapi
perpustakaan tersebut tidak dipergunakan oleh masyarakat. Sangat disayangkan minat masyarakat khususnya bagi anak sekolah tidak begitu
gemar dalam membaca serta belajar untuk mengetahui bahwasanya ilmu itu memang sangat-sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Namun ketika baru-baru saja perpustakaan selesai dibangun anak yang masih sekolah masih ada yang berkunjung keperpustakaan, tapi
dihari selanjutnya sudah berkurang bahkan dapat dikatakan sudah tidak ada. Hal ini didukung pada saat wawancara dengan Bapak Syapul Azmi
pada saat dilapangan yaitu : “….ada kami bangun perpustakaan disini tapi anak-
anaknya yang mana yang mau belajar ya itu yang datang, dan yang mana anak tidak mau belajar kami
pujuk agar mau belajar, kami jeputi kerumahnya langsung anak-anak, tapi kalau sudah tidak ada
kemauan ya mau dipaksa pun ya teta aja tidak bisa, hari ini mungkin terpaksa dia, tapi besoknya sudah
tidak mau lagi….” Hal ini didukung saat wawancara dengan Ibu Sri Rahmadani
pada saat dilapangan yaitu : “….mau ada perpustakaan mau tidak ada tidak begitu
berpengaruh sama anak-anak disini, anak-anak lebih suka bermain dari pada membaca, jadi usaha kami
sewaktu murid masih banyak, kami ajak anak bermain sambil belajar di alam bebas, disitu belajar membaca,
menghitung dll, disana pun orang itu disuruh balajar tapi malah main-mainnya , jadi sama saja, lebih baik
disekolah saja….”
Jadi terlihat bahwasanya masyarakat sedikit berkeinginan untuk membaca, perpustakaan begitu tidak penting bagi anak di Desa Rantau
Universitas Sumatera Utara
146
Panjang, anak-anak lebih suka bermain dari pada membaca. Namun dari pihak pemerintah sendiri sudah berjuang untuk memperbaiki masalah
pendidikan yang terjadi di Desa tersebut. Tetapi jika memang masih kurang kesadaran bahwasanya dengan
adanya perpustakaan dan memanfaatkan perpustakaan tersebut tidak ada gunanya sama sekali. Terlihat aparat desa seperti Sekretaris Desa saja ikut
berperan untuk memperbaiki pendidikan di desa tersebut, Sekretaris Desa sendiri ikut memanggil anak-anak kerumah masing-masing warga agar
anak-anak tetap belajar seperti mana anak-anak diluar Desa Rantau Panjang tersebut. Penjelasan dari Sekretaris Desa bahwasanya jika tidak
ada keinginan dari individu maka tidak akan ada kemajuan tersebut, yang perlu ditegaskan dari permasalahan ini adalah kesadaran bersama, agar
tercpainya keselarasan bersama, agar terbentuknya budaya membaca yang baik.
Lalu pihak sekolah seperti guru juga menjelaskan bahwasanya pihak sekolah sudah berusaha agar anak-anak didiknya tetap menjadikan
membaca sebagai budaya, usaha sekolah yang dilakukan agar tercapainya keinginan tersebut adalah dengan cara mengajak murid-murid tersebut ke
perkarangan hijau, nanmun karena keterbatasan keuangan pihak sekolah tidak melanjutkannya kembali, bukan hanya keterbatasan keuangan tetapi
ketika siswa-siswi dibawa untuk belajar, malah memilih untuk bermain disaat waktu pelajaran berlangsung. Oleh sebab itu pihak sekolah
menegaskan agaranak-anak didiknya belajar di sekolah dan dirumah saja. Pihak sekolah merasa usaha yang mereka lakukan tidak berjalan dengan
Universitas Sumatera Utara
147
baik, sebab siswa-siswinya sendiri tidak mau tau dengan apa yang dikatakan guru-gurunya.
Disini terlihat bahwasanya usaha yang telah dilakukan untuk memperbaiki pendidikan memang sudah benar-benar dilakukan, akan
tetapi usaha tersebut terlihat tidak ada gunanya, usaha yang perlu dilakukan untuk permasalahan pendidikan di Desa Rantau Panjang
sebetulnya adalah penyadaran terlebih dahulu, serta kemauan agar terciptanya suatu pendidikan yang baik.
c. Sekolah PAUD Pendidikan Anak Usia Dini