124
6. Anak kurang terbuka terhadap orangtua atau kedekatannya kurang
Biasanya anak di desa tersebut yang memiliki kendala berupa masalah jarang sekali orangtua anak mengetahui masalah yang dihadapi
anak-anaknya. Hal ini terjadi dikarenakan orangtua sering sekali sibuk. Ketika malam hari orangtua tidak kerja jarang ditemui di dalam rumah,
setelah orangtua ada dirumah anak sudah tidur, begitu juga setelah anak sudah bangun tidur orangtua sudah berangkat kerja.
4.9.2 Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri. Berdasarkan data atau data yang diperoleh dari informasi yang
didapat di Desa Rantau Panjang yang menyebabkan rendahnya pendidikan tersebut antara lain adalah :
4.9.2.1 Faktor ekonomi
Kurangnya pendapatan ekonomi orangtua di Desa Rantau Panjang tersebut menyebabkan tinggi nya angka putus sekolah pada anak
di desa tersebut , jika ekonomi orangtua saja tidak terpenuhi maka sangat besar dampaknya anak putus sekolah. Ekonomi pada keluarga pada
dasarnya merupakan fasilator pendidikan anak supaya anak tidak mengalami hambatan dari segi ekonomi dalam meraih pendidikan.
Terbatasnya ekonomi keluarga menyebabkan anak untuk memilih bekerja, sebab di desa tersebut merupakan kawasan pesisir pantai, diman anak-anak
akan mudah mendapatkan uang setelah bekerja mengambil kepiting, angkat ikan, membersihkan sampan sehingga mereka malas untuk sekolah.
Universitas Sumatera Utara
125
Perekonomian masyarakat desa ini tidak menentu mulai dari RP 25. 000 sampai dengan Rp 50.000 per harinya. Hal ini disebabkan
terkadang mata pencaharian seperti mencari ikan sulit di dapat, sehingga menyekolahkan anak adalah hal yang sulit bagi setiap orangtua. Hanya
orangtua yang memiliki kemampuan ekonomi baik sajalah yang bisa membiayai pendidikan anak-anaknya sampai sarjana, tetapi itu sangat sulit
ditemukan di Desa Rantau Panjang tersebut. Di desa tersebut kedua orangtua anak sama-sama bekerja tetapi tetap saja tidak cukup untuk
menyekolahkan anaknya. Menurut mereka ahasil kerjanya hanya cukup untuk menghidupi kehidupan keluarga nya saja, orangtua beranggapan
hanya untuk makan saja terancam apalagi jika untuk sekolah. Namun upaya yang dilakukan pemerintah untuk membantu dan
memperbaiki perekonomian masyarakat di Desa Rantau Panjang bahwasanya sudah adanya pembuat organisasi masyarakat SPP, P2K,
KUD sebagai wadah masyarakat untuk simpan pinjam uang. Pemerintah sendiri pun sudah memberikan pinjaman kepada nelayan yang ingin
membeli keperluan melautnya dengan bunga yang rendah sehingga tidak membebankan para nelayan. Akan tetapi kegiatan ini mengalami kendala
dimana masyarakat tetap sulit melunasi utang-utangnya karena kesadaran untuk melunasi itu kurang, ketika penghasilannya banyak masyarakat
malah memilih untuk mengkredit barang-barang mewah seperti kenderaan, kulkas, televisi dan sebagainya, selain itu UU pengolahannya tidak baik
sehingga berangsur-angsur organisasi tersebut pun terhenti.
Universitas Sumatera Utara
126
Menurut orangtua di Desa Rantau Panjang anak yang mengalami putus sekolah di sebabkan karena ekonomi pada orangtua nya, yang mana
anak sendiri akan memilih untuk bekerja seperti menyuci sampan, mengangkat ikan, membersihkan pajak, dan ikut melaut dengan orangtua
nya. Masyarakat desa menyebutkan anak yang membersihkan perahu dengan sebutan anak itik. Jika mereka sudah membersihkan perahu dan
sudah bekerja mereka akan mendapatkan upah yang telah ditetapkan. Uang yang di dapatkan akan digunakan untuk jajan dan bermain playstation.
Ada juga anak yang setelah mendapatkan uang akan berangkat sekolah. Hal ini di dapat peneliti setelah wawancara dengan Bapak Abdul Hakim
yaitu : “….disini ada juga anak-anak yang mau pergi sekolah
kalau sudah mendapat uang dari ayahnya. Kalau gak dikasih tidak pergi kesekolah dia, dia akan pergi ke TPI
tempat gudang ikan….” Hal ini sesuai dengan pendapat Bapak Junaidi pada saat
dilapangan yaitu : “….anak-anak disini kurang berminat untuk sekolah,
mereka malah lebih suka pergi ke TPI untuk mengumpulkan ikan, kepiting dan membersihkan
sampan yang pada akhirnya akan mendapat uang, dan uang itu akan mereka jajankan….”
Jadi Ekonomi merupakan salah satu penghambat yang sangat besar dampaknya terhadap pendidikan anak di desa tersebut. Karena
mayoritas perekonomian orangtua sebagai nelayan tidak tetap dan tidak terlalu tinggi, jika hasil tangkap banyak, maka pendapatan tinggi, akan
tetapi jika hasil rendah maka pendapatanpun akan sedikit, tidak cukup untuk membayar bahan bakar perahu. Oleh sebab itulah yang membuat
Universitas Sumatera Utara
127
anak memilih bekerja dikarenakan ekonomi orangtua yang kurang memadai. Selain itu sebahagian dari orangtua tidak memaksakan anaknya
untuk bekerja akan tetapi keinginan anak yang menjadi terbiasa untuk anaknya memilih bekerja terlebih dahulu. Diketahui bahwasanya masiha
ada anak yang mau sekolah ketika orangtua nya memberikan uang jajan walau pada akhirnya jika orangtua tidak memberi uang jajan anak tersebut
akan pergi bekerja ke TPI tempat gudang ikan. Anak yang biasanya meminta uang kepada orangtua nya, namun
setelah anak sudah memiliki uang dia tidak meminta lagi, sebagian dari hasil yang didapatkan anak mereka berikan kepada orangtua mereka setiap
harinya, uang yang diberi berkisar Rp. 10.000-12.000 per hari nya. Oleh sebab itu orangtua yang keenakan menerima hasil jerih payah kerja anak
membuat orangtua tersebut tidak bisa berkata apa-apa, sebab ketika anak belum bekerja maka anak akan meminta uang jajan kepada orangtua nya.
Maka setelah anak ikut bekerja dapat membantu ekonomi orangtua tersebut. Sebab itulah anak mereka diperbolehkan untuk bekerja dari pada
mengenyam pendidikan. Hal ini didukung saat wawancara dengan Bapak Zulham pada saat dilapangan yaitu :
“….Bagi anak yang telah mudah untuk mencari uang dan setelah bekerja mengambil kepiting, angkat ikan
dan mencuci sampan nelayan ditempat penangkapan ikan, sehingga mereka mempunyai prinsip mereka
berprinsip, aku sudah dapatkan duit, jadi lebih enak bekerja dari pada sekolah….”
Sumber Wawancara, 30 Maret 2016, pukul 14:15 – 15:32 Wib
Hal ini juga diungkapkan oleh Bapak Adi Wibowo Sembiring yaitu:
Universitas Sumatera Utara
128
“…tak heran masyarakat pesisir maupun dimana itu, entah itu ditanjung balai, batu bara entah dimanalah
itu, akan megganggap lebih baik korja sajo dari pada sekolah yang belum tentu menghasilkan, bagitulah kato
orangtua maupun anak-anak disini, inilah yang menjadikan budaya bapak anggap….”
Terlihat bahwasanya ekonomi orangtua dapat berpengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan anak dan tingkat pendidikan.
Ekonomi pada masyarakat pesisir memang tergolong sangat lemah, dimana masyarakat hanya bekerja menghandalkan laut saja, walau pun ada
kerja sampingan seperti berdagang tak akan membantu ekonomi keluarga tersebut. Sebab jika penghasilan orangtua seharinya terkadang
mendapatkan hasil, terkadang ketika pulang melaut tidak mendapatkan hasil dikarenakan banyak hambatan ketika melaut seperti angin kencang.
Ekonomi keluarga pada masyarakat pesisir biasanya hanya dapat mencukupi kehidupan sehari-hari yang mana hanya cukup makan saja,
ibaratkan hari ini bekerja dapat membeli emas, esok harinya tidak bekerja dan menjual emas. Hal ini didukung pada saat wawancara dengan Ibu
Ratna Ningrum pada saat dilapangan yaitu : “….bagaimana pun dibilang nak kalau masyarakat
pesisir ini miskin kali ekonomi mereka, dimana masyarakat hanya menghandalkan laut saja, tanpa
harus ada usaha selain melaut, bekerja pun mereka, hasil pekerjaan mereka lebih baik beli barang-barang
mewah ketimbang untuk pendidikan anak mereka, teruskan nak begini juga nya orangtua anak di desa ini
kalau melaut kadang bawa hasil dan kadang tak ada dapat orangtu, teruskan kalau pergi ke laut kan bawa
bontot orangtu dari rumah, tapi kalau tak ada hasil, bontot orangtu sajalah dihabiskan orang tu, kalau
sudah habis bontot orangtu barulah orangtu pulang karumah….”
Universitas Sumatera Utara
129
Sama dengan yang dikatakan Hendrik anak yang sekolah sambil bekerja yaitu :
“….kayak manalah kan kak awak sakolah ya untuk diri awak sendiri kak, begitu juga untuk orangtua juga
awak bekerja, susah memang kak kalau bekerja itu sambil sekolah dimana awak ya harus pandai-pandai
lah bagi waktu kak, tapi terkadang tak tebagi awak juga kak, ya bolos lah awak sekolah kak, kayak mana
lah dibuat kan kak, semua serba penting nya kak, kalau awak tak korja tak bisa awak sakolah ekonomi
orangtua awak tak mancukupi kak, tak ada jalan pilihan kak, kadang sekolah ya kadang kerja, tapi
kebanyakan kerja nya kak….”
Jadi pada umumnya masalah yang terjadi pada masyarakat pesisir mengenai pendidikan yaitu faktor ekonomi yang menjadi penghambat
dalam pendidikan di Desa Rantau Panjang tersebut, jalan satu-satunya anak menjadi putus sekolah. Faktor ekonomi tersebut yang menjadikan
anak untuk memilih bekerja terlebih dahulu ketimbang untuk sekolah, anak-anak memilih untuk memutus sekolah nya demi kemewahan masa
saat ini ketimbang masa depan, sebab menurut mereka dengan memiliki pekerjaan masa anak-anak merupakan investasi masa depan. Dari pada
sekolah yang kemudian harinya akan menyebabkan seseorang menjadi pengangguran.
Terlihat ketika anak sudah memiliki pekerjaan dan memiliki uang sendiri dapat membagi hasil kepada kedua orangtua mereka. Alasan
utama anak memilih untuk bekerja disebabkan kurangnya prekonomian orangtua, dimana ekonomi merupakan sumber utama jika ingin
melakukan sesuatu, terlihat ketika anak mengecap pendidikan, seseorang memilih untuk sekolah sambil bekerja walau kebanyakan dari anak
Universitas Sumatera Utara
130
pesisir Desa Rantau Panjang tersebut memilih untuk tidak sekolah dari pada sekolah sambil bekerja, menurut seseorang jika sekolah sambil
bekerja akan menyebabkan kekacauan diantara salah satu nya, hal tersebut yang membuat seseorang memilih antara kerja sambil sekolah
atau memilih untuk tidak sekolah namun bekerja. Jarang ditemui anak yang sekolah sambil bekerja di desa tersebut, jika ada yang sekolah
sambil bekerja pasti akan kewalahan dan pada akhirnya juga akan menyampingkan pendidikannya. Hal ini di dukung wawancara dengan
Ibu Sri Rahmadani pada saat dilapangan yaitu : “….anak disini dek begini nya dek, sekolah dia tapi
bekerja dia, asal sekolah pun dia pasti telat saja kerja dia, jadi kan murid saya ada banyak begitu, jadi saya
tanya kenapa setiap hari telat terus, anak ni tak mau jujur, tapi lama kelamaan jujur juga, dibilangnya dia
kerja siang dan malam, kalau sudah pulang kerja dia kelayapan sama kawan-kawannya kalau malam sehabis
pulang kerja, lalu tidurnya subuh hari, pastilah kesiangan terus, ibu tanya kenapa kau kerja, jawabnya
bantu ekonomi orangtua, jadi ibu kasih solusi biar dia jangan telat terus setiap hari, ibu bilang kalau udah
pulang kerja, langsung istirahat, tidur, jadi pagi bisa bangun untuk sekolah, bedok nya gak sekolah lagi
dia….”
Hal ini senada dengan pendapat Ibu Ratna Ningrum pada saat dilapangan yaitu :
“….bah kalau disini tu anak ditegur malah melawan, ngaduh sama orangtua, bilang yang gak-gak, hasilnya
anak tak dibolehkan lagi sekolah, jadi kami buat surat ke orangtua nya untuk menghadiri surat panggilan
anak nya, ya datang orangtua nya ke sekolah dan orangtua si anak bilang sama ibuk, ya udah kok buk
nak saya sudah gak sekolah lagi, sudah saya buatkan dia paspor biar pergi dia kemalasya merantau, biar
bisa beli apa yang dia mau dan membantu ekonomi
Universitas Sumatera Utara
131
kami buk, ngapain lah dia sekolah buk capek rasa anak saya tiap hari….”
Jadi orangtua anak sendiri sudah tidak bisa mendukung pendidikan anak-anak nya, dimana anak sendiri didukung untuk memilih
bekerja secara langsung dari pada memilih sekolah terlebih dahulu. Biasanya anak yang sudah bekerja, bekerja sebagai pengangkat ikan di
TPI, sebagai melaut, merantau ke Malasya, dan juga merantau ke kota terdekat, seperti Medan dan sebagainya. Bekal anak untuk merantau hanya
kenal tulis baca dan hitung saja, terkadang bahkan anak tidak dapat membaca, tetapi anak sudah diberi orangtua nya untuk merantau ke
Negara tetangga, namun kenyataanya anak sendiri setuju dengan apa yang dikatakan orangtuanya. Alasan anak tetap menurut dengan apa yang di
perintahkan orangtua nya karena tidak ingin menjadi anak yang durhaka. Menurut orangtua jika anak sudah bisa membaca maka anak sudah
berhasil dalam pendidikannya, anak hanya cukup membaca dan hitung saja menutut orangtua di desa tersebut.
Masyarakat pesisir dapat dapat saling mempengaruhi satu sama lain dalam kepemilikan barang-barang dalam artian tidak mau ketinggalan
gaya dari tetangga. Beralihnya biaya kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan primer mempengaruhi prinsip keluarga, nilai pendidikan
dikarenakan ingin kebutuhan yang mewah pada saat ini dan tidak mau ketinggalan dengan yang lainnya menjadi nomor sekian. Masyarakat
menganggap pendidikan tersebut tidak akan membawa pada keberhasilan dan dapat meningkatkan pendidikan anak di dalam keluarga. Pendidikan
anak didalam keluarga tersebut tidak diperjuangkan, bahkan jika dinilai
Universitas Sumatera Utara
132
dari pendidikan orangtua kurang dalam mendukung anaknya, dukungan orangtua secara ekonomi. Dalam hal ini anak pesisir sangat sulit untuk
mengalami mobilitas sosial karena minimnya dukungan orangtua terhadap perkembangan dan pergerakan pendidikan anak.
4.9.2.2 Lingkungan tempat tinggal