Faktor-faktor anak putus sekolah .1 Faktor Internal

114 di kalangan pesisir di Desa Rantau Panjang terdapat beberapa alasan yang signifikan penyebab anak putus sekolah. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 3 faktor yang menjadi alasan anak putus sekolah di Desa Rantau Panjang : Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti, maka dapat diketahui bahwa rendahnya tingkat pendidikan anak di Desa Rantau Panjang disebabkan oleh dua faktor. Adapun yang menyebabkan menyebabkan tersebut adalah sebagai berikut : 4.9.1 Faktor-faktor anak putus sekolah 4.9.1.1 Faktor Internal Faktor internal tersebut merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Berdasarkan data atau informasi yang di dapat di Desa Rantau Panjang tersebut terhadap rendahnya pendidikan antara lain adalah sebagai berikut:

4.9.1.1.1 Kemauan anak

Kemauan adalah dorongan kehendak yang terarah pada tujuan- tujuan hidup tertentu, dan dikendalikan oleh pertimbangan akal budi. Jadi kemauan itu ada kebijakan akal dan wawasan, disamping itu juga ada kontrol dan persetujuan dari pusat kepribadian. Jelasnya, dengan kemauan kuat diri sendiri itu dijadikan proyek untuk dibangun dan diselesaikan, sesuai dengan gambaran ideal tertentu. Kemauan yang dimaksud disini antara lain adalah kemauan dasar untuk mempelari beberapa hal yang berhubungan dengan pengetahuan akan nilai pendidkan. Universitas Sumatera Utara 115 Kemauan tersebut untuk membuat pilihan-pilihan bebas, memutuskan, melatih, mengendalikan diri serta bertindak, kemauan yang dimaksud datang dari diri manusia yang diarahkan oleh pikiran dan perasaan diri mereka sendiri. Kemauan dari anak untuk mengenyam pendidikan di desa tersebut untuk sekolah sangatlah kurang, yang mana anak-anak di desa tersebut lebih berpikir untuk bekerja mencari uang. Hal ini tidak terlepas dari lingkungan dan pergaulan anak sehari-hari. Bagi masyarakat di Desa Rantau Panjang anak-anak cukup sekolah sampai anak tersebut tidak buta huruf. Setelah itu tidak perlu sekolah lagi karena diperlukan adalah hanya baca tulis saja. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pada umumnya sangat sedikit kemauan nya terhadap pendidikan, dimana dilihat dari kemuan anak di desa tersebut masih ke tergantungan dengan kemauan orangtua nya. Jika orangtua anak memutuskan untuk tidak memperbolehkan anaknya sekolah maka anak nya juga mengikut perkataan orangtunya dan begitu sebaliknya, jika anak tidak mau sekolah maka orangtua nya juga ikut memperbolehkan anaknya untuk tidak sekolah. Hal tersebut didukung pada saat wawancara dengan Bapak Syaipul pada saat dilapangan yaitu : “….kemauan ini nya sebetulnya yang harus dipertajam dari setiap manusia, terkhusus anak-anak, disini faktor utama setelah ekonomi terhadap nilai pendidikan itu kurang jika saya lihat dikarenakan kemauan yang kurang, kalau sudah kemauan ada pasri berjalannya semua itu, ini tidak kemauan orangtua dengan kemauan anak nya sama saja, jika seumpama anak membantah orangtua nya bilang kalau dia tetap saja ingin sekolah kan gak pala begitu kali pendidikan ni, mungkin saja masih saja maju dari sebelumnya, tapi apalah kan memang dasar kemauan orangtu memang tak ada….” Universitas Sumatera Utara 116 Hal ini senada dengan pendapat Bapak Zulham pada saat dilapangan yaitu : “….terbuktinya sudah masalah pendidikan ni bukan hanya ekonomi sebetulnya yang paling utama, tapi ya kemauan nya yang kurang, tak ada kemauan orang disini masalah pendidikan, disini tu orang menganggap bahwasanya sekolah itu tidak akan dibawa mati, yang penting buat orang sini tu yaitu tadi agama diperkuat….” Masyarakat dinilai kemauan untuk sekolah memang sangat-sangat disayangkan, dimana masyarakat sedikit memiliki keinginan untuk ke hal yang dianggap positf di masyarakat umum, jika masyarakat umum menganggap bahwasanya pedidikan itu sangat penting namun masyarakat Desa Rantau Panjang sendiri menganggap bahwasany pendidikan sangat tidak penting, walau masih ada sedikit masyarakat yang menganggap bahwasanya pendidikan tersebut sangatlah penting. Namun kemauan seseorang yang menganggap bahwasanya pendidikan tersebut penting dikarenakan pergaulan dan pola fikir sudah berbeda dengan masyarakat desa tersebut. Walau demikian masyarakat desa yang memiliki keterbatasan ekonomi masih ada yang mendukug anaknya sekolah sebab orangtua dan anak memang memiliki kemauan yang sama. Jika anak tidak mau sekolah dikarenakan lingkungan di desa seperti anak tetangganya tidak sekolah, tidak menjadi faktor penghambat untuk anak yang memiliki kemauan sekolah, jika hal tersebut terjadi maka orangtua tetap saja memberikan solusi berupa motivasi agar anak nya jangan terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya. Universitas Sumatera Utara 117

4.9.1.1.2 Kesadaran Masyarakat

Kesadaran adalah kesadaran akan suatu perbuatan atau hal yang dirasakan dan dialami oleh seseorang. Dalam penelitian yang dilakukan peneliti bahwasanya kesadaran masyarakat Desa Rantau Panjang sangat kurang segi kesadarannya terhadap pendidikan. Permasalahan yang terjadi pada masyarakat pesisir dalam meningkatkan pendidikan adalah rendahnya kesadaran masyrakat pesisir terhadap pentingnya pendidikan. Kesadaran yang dimiliki masyarakat tersebut dikarenakan pendangan mereka tentang pendidikan masih sangat sederhana sehingga pendidikan sangat kurang penting bagi masyarakat terkhusus anak-anak Desa Rantau Panjang. Sebab antusias masyarakat hanya mementingkan peningkatan perekonomian dengan kerja keras dibandingkan lebih mengutamakan pendidikan untuk anak-anaknya, kemudian masyarakat hanya mementingkan dan mengutamakan bekerja terlebih dahulu.

4.9.1.1.3 Pola Pikir Masyarakat Desa Rantau Panjang

Keberadaan individu dimanapun berada dengan waktu yang cukup lama akan mempengaruhi pola kehidupan dan cara berbicara, tingkah laku akan sesuai dengan lingkungan sosial tempat tinggalnya. Begitu juga dengan kehidupan sosial tempat tinggal masyarakat pesisir memiliki nilai yang ditanamkan dalam diri individu namun menjadi umum memiliki nilai yang ditanamkan dalam diri individu menjadi umum memiliki pola pikir yang sama terhadap pendidikan. Maka untuk mengetahui orientasi dari orangtua menyekolahkan anak-anak nya di Desa Rantau Panjang tersebut agar anak bisa baca dan Universitas Sumatera Utara 118 menulis, selain itu di orangtua hanya menginginkan anak untuk sekolah saja tanpa harus memikirkan apa saja yang dibutuhkan anaknya ketika sedang mengenyam pendidikan, peneliti akan memaparkan data hasil penelitian yang telah dilakukan, hal ini diungkapkan oleh Ibu Sahriah yaitu: “….adalah pulakkan nak pas anak ibu sewaktu kuliah, jadikan anak ibu kuliah dibatang kuis, teruskan nak anak ibu setiap mau kuliah pasti menumpang saja kerja dia nak, pas dapatlah pulak tumpangan dia orang satu kampung ni, dibilangnya lah sama anak ibu, kau mau kemana, dijawab anak ibu kasimpang, terus ngapain jawab anak ibu lah kan nak mau kuliah, dibilang orang satu kampung nilah kan nak, bodoh ngapain lah kau sampai kuliah, mau jadi apa rupanya kau, nanti palingan penganguran kau, kau kan sudah ada ijazah SMA jadi apa lagi cobak, mending kau pergi ke Malaysia, kerja kau dipabrik bodoh, enak banyak gaji, ini kuliah kau orangtua kau pun susah padahal kalau kerja kau, bisalah kau bangunkan rumah mamak kau tu, bisa kau belikkan kereta buat mamak kau dank au tak manumpang-numpang lagi, diam sajalah anak ibu katanya nak….” Hal tersebut sesuai dengan pendapat Alwi saat dilapangan yaitu : “….omak jang yang malulah aku mak yang sakolah ni mak, takut kali aku yang sudah mau tammat ni mak, dibilang orang sama aku-aku bodoh sakolah karena nanti pun kalau tamat menganggur nya aku mak, jadi kato orang ngapoi lah aku sakolah tinggi-tinggi mak….” Hal tersebut juga sependapat dengan pendapat Bapak Syaipul yang merupakan sekretaris desa di Rantau Panjang yaitu : “….mau kayak mana pun dibilang kalau di desa ini cukup hanya sekolah baca tulis saja kalau sudah bisa tak pala perlu sekolah, kalau disini payah, kalau orang sekolah yang diceritai, kalau tak sakolah bagus mungkin menurut orangni, yang mana kalau anak Universitas Sumatera Utara 119 sekolah banyaklah cerita orangni, kalau parampuan mau pun laki-laki mau nya langsung saja kerja, tak usah pala capek-capek sakolah, ujungnya pun nanti penganggurannya kan….” Pola pikir masyarakat pesisir menjadi budaya akan pendidikan tak ada arti bagi seseorang, sebab pola pikir masyarakat terhadap pendidikan yang tidak membawa perubahan memang tidak adanya terbukti bahwasanya pendidikan akan membawa pada perubahan yang baik, dimana ketika sudah tamat sekolah dan ingin bekerja juga akan memerlukan uang juga. Hal tersebut yang membuat masyarakat pesisir untuk memilih bekerja secara langsung tanpa harus dibekali ilmu terlebih dahulu. Kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan membawa perubahan sangat sedikit, dimana setiap orang yang sudah tamat sekolah tidak memiliki pekerjaan dan pada akhirnya menjadi pengangguran. Setelah menganggur kembali lagi bekerja kelaut, sebab itulah jalan satu- satu nya untuk perubahan hidup seseorang. Dan pola pikir masyarakat yang seperti ini dari tahun-ke tahun tidak pernah mengalami perubahan. Masyarakat hanya percaya pendidikan yang akan membawa perubahan tersebut hanya di daerah besar saja, seperti di perkotaan saja atau di daerah pesisir lainnya seperti sibolga. Hal ini disukung saat wawancara dengan Bapak Adi Bowo Sembiring pada saat dilapangan yaitu : “….bedanya masyarakat pesisir ni dek kalau masalah pendidikan, mungkin masyarakat pesisir yang paling bobrok pendidikannya ya di desa ni dek, kalau di batu bara, tanjung balai sedikit baik, tapi kalau mau yang lebih baik pendidiikannya ya di si Bolga sana bapak liat dek, orang itu pola pikirnya memang sudah baik, kalau di desa ini jangan tanya dek dari tahun ketahun Universitas Sumatera Utara 120 begitu saja nya itu dek, cuman bangunan sekolah saja nya yang betambah, tapi kalau minat nya tak ada pala itu dek, bapak nilai sama sajanya….” Hal ini senada dengan pedapat Bapak Abdul Hakim yaitu : “….kalau dinilai pola fikir masyarakat untuk pendidikan sangat sedikit dek, tapi kalau Bapak nilai sekolah yang ada di desa ini sudah cukup baik dari segi bangunan dan segi guru-gurunya mengajar dek, kalau dari cara pandangan masyarakat menilai sekolah itu sedikit saingannya, beda kalinya sama orang kota-kota dek….” Masyarakat pesisir khusus nya di Desa Rantau Panjang sendiri menilai bahwasanya pendidikan yang baik itu hanya ada di dapat di kota besar saja, dan pendidikan khusunya masyarakat pesisir yang baik itu hanya ada di di Sibolga, yang mana kota Sibolga sendiri sudah modern cara berpikirnya terhadap pendidikan. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti bahwasanya pendidikan di desa tersebut memang tidak ada perubahan yang baik dari tahun ketahun, pendidikan di desa tersebut stagnan, bahkan hanya berjalan di tempat saja. Namun jika dinilai dari segi bangunan dan segi guru-guru sudah baik di desa tersebut, hanya saja kemauan masyarakat sendiri yang kurang antusias terhadap pendidikan tersebut.

4.9.1.1.4 Keterbatasan Mental

Ketika anak dilahirkan, ia memiliki pikiran untuk dapat memikirkan segala sesuatu sehingga berkembang dan menciptakan berbagai hal di dunia ini. Untuk mengembangkan pemikiran tersebut dibutuhkan pembelajaran dan proses pembelajaran dan proses pembelajaran itu dapat dilembaga pendidikan untuk melatih pemikiran dan Universitas Sumatera Utara 121 menjadikan setiap orang menjadi genius. Akan tetapi kemampuan berpikir setiap orang tidaklah sama. Ada yang cepat dalam menangkap segala ilmu pengetahuan, ada yang melalui proses pembelajaran yang pelahan-pelahan dan ada pula orang yang lambat berpikir. Penyebab proses pemikiran orang yang berbeda-bead bisa dilihat dari konsumsi yang diberikan orangtuanya seperti memberikan makanan yang bergizi dan proses pengajaran yang dilakukannya seperti mengajari anaknya ketika belajar, memberikan motivasi serta memberikan pengetahuan tambahan seperti pengetahuan agama dan memberi les privat. Dari hal tersebut jelas orangtua yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak, karena sosialisasi yang pertama siperoleh anak yaitu dilingkungan keluarga. Secara tidak langsung orangtua alalah guru pertama bagi anak. Hal ini didukung oleh wawancara dengan Bapak Adi Wibowo saat dilapangan yaitu : “….anak bapak yang paling besar ini putus sekolah karena EQ nya lemah, jadi pas SMA dia ambil jurusan, lalu jurusan perhotelan yang dimaui nya, tapu gurunya masukkan dia ke akuntansi, tak sanggup anak bapak ni kalau hitung menghitung, malu dia sama kawannya setiap ada PR tak siap dia, kayak manalah ya otaknya kalau ondak balajar tu tak sanggup kurasa dek, jadi kadang sekolah dia kadang tidak, lama-lama diputuskannya sekolahnya dek, jadi apa boleh buatlah dek…..” Bahwasanya anak yang memiliki keterbatasan untuk menangkap pelajaran yang diberikan gurunya pada saat disekolah sulit untuk anak tersebut. Keterbatasan anak dalam menangkap pelajaran juga merupakan masalah untuk pendidikan anak di Desa Rantau Panjang, yang mana terdapat dari salah satu anak masyarakat tersebut anaknya memutus Universitas Sumatera Utara 122 sekolahnya hanya karena tidak sanggup untuk menerima pelajaran yang diberikan gurunya pada saat disekolah. Keterbatasan mental tersebut yang menjadikan dampak yang cukup berarti bagi anak untuk mengecap pendidikan setinggi mungkin karena sudah tidak mampu. Anak yang seperti ini seharusnya mendapatkan dukungan dari orangtua dalam mendidik dan memberikan konsumsi yang layak bagi anak karena peran orangtua adalah yang paling diutamakan untuk kebaikan anak dalam hal apapun itu, terutama dalam hal pendidikan anak.

4.9.1.1.5 Peran orangtua dalam mendidik anak

Orangtua merupan agen terbesar dalam membimbing anak, dimana orangtua merupakan salah satu orang terdekat dengan anak- anaknya. Seperti yang diinginkan anak setiap harinya adalah kasih sayang dan perhatian dari kedua orangtua anak, namun dari hal yang ditemui peneliti setelah melakukan penelitian di Desa Rantau Panjang, tepatnya desa tersebut adalah di pinggiran pantai sebut saja sebagai masyarakat pesisir. Orangtua di desa tersebut dalam membimbing anak tidaklah begitu baik alasan menurut Bapak Zulham pada saat wawancara dilapangan antara lain adalah : 1. Orangtua yang sibuk bekerja Dimana orangtua yang setiap harinya selalu sibuk bekerja, dengan kesibukan orangtua dalam bekerja maka perhatian kepada anaknya sedikit di dapat anak-anaknya. Universitas Sumatera Utara 123 2. Kurang memberikan motivasi Motivasi orangtua terhadap anaknya sangat jarang didapat, apa lagi mengenai pentingnya nilai pendidikan yang sebetulnya, orangtua hanya tau anaknya akan mengetahui mana hal yang buruk dan baik, yang mana hal yang harus dicontoh atau tidak boleh dicontoh. 3. Orangtua tidak dapat mengontrol anak Dimana orangtua yang memiliki pengetahuan yang lemah dan orangtua yang tidak begitu keras dalam menyikapai permasalahan yang dihadapi anak nya akan kesusahan dalam mengontrol anak-anaknya, biasanya yang terjadi desa tersebut dikarenakan anak sudah mengenal uang, jadi ketika orangtua melarang anak untuk merokok, memakai narkoba anak tidak mau tau dengan apa yang dikatakan oleh orangtua mereka. 4. Ketika anak sudah terkena masalah baru orangtua sadar bahwasanya anak kurang pengawasan dari orangtua kepada anak-anaknya Ketika anak mereka terkena masalah seperti anak terjaring oleh narkoba dan anak selalu bolos sekolah susudah dapat panggilan dari pihak yang berwajib barulah orangtua mengetahui anak-anaknya kurang perhatian dari orangtua mereka. 5. Masalah narkoba meningkat karena rendahnya pendidikan Masalah narkoba semakin meningkat setiap tahunnya dikarena kan pengetahuan yang dimiliki orangtua dan pengetahuan yang dimiliki anak sangatlah kurang. Universitas Sumatera Utara 124 6. Anak kurang terbuka terhadap orangtua atau kedekatannya kurang Biasanya anak di desa tersebut yang memiliki kendala berupa masalah jarang sekali orangtua anak mengetahui masalah yang dihadapi anak-anaknya. Hal ini terjadi dikarenakan orangtua sering sekali sibuk. Ketika malam hari orangtua tidak kerja jarang ditemui di dalam rumah, setelah orangtua ada dirumah anak sudah tidur, begitu juga setelah anak sudah bangun tidur orangtua sudah berangkat kerja.

4.9.2 Faktor Eksternal