Pendidikan Anak di Desa Rantau Panjang

61 bekerja sebagai ibu rumah tangga. Hendri saat ini masih duduk dibangku kelas 1 SMK, yang mana hendri mengatakan bahwasanya beliau sekolah sambil kerja. Alasan beliau bekerja karena ekonomi orangtua nya yang tidak mencukupi jika beliau harus sekolah, jalan satu-satunya beliau memilih untuk bekerja sambil sekolah. Hendri mengatakan bahwasanya pendidikan bagi setiap saja dan terkhusus bagi diri beliau sangat penting, dimana beliau yakin bahwasanya pendidikan akan membawa setiap orang pada kesuksesan. Menurut Hendri pendidikan di desa tersebut masih tergolong rendah, sebab masih ada yang tidak tamat sekolah, dalam artian juga masih ada yang putus sekolah, masih banyak yang tammat sekolah SD dan Sekolah Menengah Pertama SMP dan masih sedikit yang melanjutkan Sekolah Menengah Pertama SMA.

4.3 Pendidikan Anak di Desa Rantau Panjang

Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Secara ekstrem dapat dikatakan maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat atau bangsa, akan ditentukan bagaimana pendidikan yang akan dijalani oleh setiap masyarakat maupun bangsa tersebut Sanaky dalam buku Sosiologi Perubahan Sosial. 2011 : 195. Universitas Sumatera Utara 62 Selain itu pendidikan juga sebagai lembaga yang paling efektif dalam mewujudkan mobilitas sosial individu menuju status sosial tinggi, bahkan dengan pendidikan juga sebuah sistem yang mampu menghasilkan generasi masa depan yang cerdas, kreatif dan bijaksana dalam mengelola sumberdaya alam secara optimal. Desa Rantau Panjang sendiri merupakan daerah yang beretnis Melayu, dan mata pencahariannya sebagian besar adalah Nelayan. Tingkat Pendidikan masyarakat di Desa Rantau Panjang masih sangat minim bisa dikatakan masih sangat rendah dan stagnan dari tahun ke tahun, selain hal ini masyarakat juga menyampingkan pendidikan dimana pendidikan dijadikan sebagai nomor kesekian, mereka merasa pendidikan itu tidak begitu penting. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Bapak Syaiful Azmi yaitu: “…jikalau pendidikan di desa ni begitu saja dari tahun ketahun, gak ada yang berubah, berubah nya hanya gedung-gedung sekolah yang bertambah, tapi kalau kemauan orang masyarakat ya begitu-begitu saja, tidak ada yang berubah dari tahun ketahun, jikalau ada anak yang berhasil itu disebabkan orangtua nya yang bersifat keras, terus kalau pendidikan di desa ni sangatlah jauh berbeda dengan desa lainnya seperti Desa Durian, Desa Pematang Biara…..” Hal ini senada dengan pendapat Ibu Sahriah pada saat dilapangan yaitu : “...pendidikan disini ni kan, kayak manalah ya dibilang, ah tak tolaplah mambilangnya, kenapa tidaklah cobak kamu rasakan, kalau sekolah tak begitu penting sama orang-orang ni, tapi kalau korja ha lancarnya pulak kan, sebab apo tidak, sekolah pun tinggi-tinggi nanti nyo, balik juga nya kalaut kan, disini kalau dihitung nyo masalah pendidikan tak pala bisa, kalau adonyo angka yang paling terakhir, ya Universitas Sumatera Utara 63 terakhirlah pendidikan dinilai disini, tak ada pala ponting sakolah-sakolah kurasakan, tapi kalau korja, bisa bolik kareta, omas copat-copat, itulah dikojarkan, caranya ya korjalah sacopatnya, jangan pala pakek tunggu sakolah, punyalah ijazah baru korja sakarang…..” Berdasarkan wawancara dengan informan bahwa pendidikan di Desa Rantau Panjang dari tahun ke tahun tetap atau tidak ada perubahan, disebabkan kemauan masyarakat untuk sekolah masih tetap saja tidak ada peningkatan, walaupun ada perubahan yaitu hanya bangunan fisiknya seperti bertambhanya gedung sekolah. Masyarakat menganggap pendidikan tidaklah suatu hal yang penting, pendidikan bagi mereka dinomor terakhirkan dan mereka lebih mengutamakan untuk bekerja. Bagi mereka tidak ada gunanya sekolah tinggi-tinggi yang kemudian kembali juga ke laut. Sehingga dengan adanya pemikiran tersebut menjadi salah satu penghambat pendidikan masyarakat kurang meningkat, karena pikiran mereka sudah di doktrin dengan hal-hal seperti itu. Walaupun masih ada dari sebahagian masyarakat yang berhasil menempuh pendidikan yang lebih tinggi disebabkan adanya kemauan anak dan dukungan orang tua yang bersifat keras. Sehingga dengan hal tersebut pendidikan anak akan lebih baik lagi. Lain halnya dengan yang disampaikan oleh anaknya Ibu Sahriah yang telah selesai menyekolahkan anaknya sampai ke tingkat pendidikan Sarjana. Ibu Sahriah menganggap pendidikan begitu sangat penting, karena dengan pendidikan tidak hanya untuk mencari pekerjaan semata kan tetapi dengan pendidikan akan dapat mengubah pola pikir, tingkah laku. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Ibu Sahriah: Universitas Sumatera Utara 64 “…..kami kalau pendidikan bukan untuk cari kerjaan sajo, tapi untuk mengubah cara berpikir anak-anak ni berbeda dengan orang yang tidak sekolah, kalau orang tak sekolahkan cara berbicara sama tingkah laku nyo sangatlah jauh berbeda sama orang yang tak sakolah, dimana orang yang tak sakolah tu pasti memikir nya tak pakai fikiran, tengoklah disini anak yang tak sakolah tu sikit-sikit manikah bagi yang perempuan yang laki-laki juga, selain itu orang yang tak sekolah langsung sajo kerja kalau tak sakolah…..” Hal ini senada dengan pendapat Bapak Abdul pada saat wawancara dilapangan yaitu : “….Pendidikan saya rasa ya bisa mengubah moral, perilaku anak yang lebih baik lagi. Pentingnya pendidikan saya nilai sangat-sangat penting, jika seseorang mempunyai pendidikan maka otomatis akhlak, moral, tingkah lakunya sangat berbeda dengan orang yang tidak memiliki pendidikan, pendidikan itu juga bisa memperbaiki jenjang karier si anak kedepannya.….” Jadi menurut seseorang pendidikan tersebut bukan hanya untuk mencari pekerjaan saja, namun pendidikan tersebut juga bermanfaat untuk mengubah cara berpikir yang lebih baik, serta tingkah laku seseorang lebih baik lagi, seseorang yang memiliki pemikiran yang maju dan lebih baik pasti memilih untuk sekolah terlebih dahulu, seseorang yang sekolah tentunya akan mempunyai kemampuan berfikir yang lebih berbeda dibandingkan orang yang tidak sekolah, sebab seseorang yang tidak memiliki pendidikan akan berpikir bahwasanya pendidikan hanya semata- mata harus mencari pekerjaan saja, seseorang yang tidak tamat sekolah dan bahkan tidak sekolah di Desa Rantau Panjang tersebut langsung memutuskan untuk langsung bekerja tanpa harus mempunyai bekal Universitas Sumatera Utara 65 terlebih dahulu, lalu seseorang yang tidak sekolah juga langsung memilih untuk menikah tanpa pikiran yang matang. Menempuh pendidikan yang lebih tinggi yaitu Tingkat Sarjana, diamana berdasarkan pengalamannya yang telah menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat tersebut, tapi belum mendapatkan pekerjaan malah mendapat gunjingan dari masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh anaknya Ibu Sahriah yaitu Kak Sri: “…kalau orang sakolah disini dicibir, dicaci maki, dihina awak, apo tidak macam kami ni kan sudah hampir samua anak omak kami ni yang tamat sarjana, tapi akhirnya menganggur, itulah sobabnya orang malas sakolah, ado pornah tatangga ni bacakap sama akak kan dek, dibilangnyalah sama akak, kalau akak bodoh sakolah mambuwang-buang uang, lobih baek lah kau korja dari dulu, bisa kau buatkan rumah omak kau, tak macam sakarang sudah tua kau, korja kau pun tak ado-ado, namun aku dan omak ni tak pala kacewa karena kami tak punya korja, asal akhlah kami tak macam orangtu kolot kali lah memang kan, tapi itulah kan gara-gara mulut orang ni adek akak yang paling kocil, yang sudah mau tamat sekolah SMA jadi takut, sebab apo tidak di ejek-ejek dio udah mau tamat sekolah mau jadi apolah kata orang, sampek adek akak bilang sama kami sudah mau setres aku gara-gara mau kelulusan dan pasti pengangguran lah aku kayak orang akak, di ejeklah balek aku sama orang-orang….” Hal ini senada dengan pendapat Bapak Yudra Irwansyah pada saat dilapangan yaitu : “….begini nya dek, disini payah jugo nya kalau orang sakolah dek, nanti kalau orang sakolah di ejekin sama masyarakat desa disini dek, mau adek tanya pun kemana mana begini juga nya jawabpannya dek, gak begitu penting kali disini sekolah, tapi kalau kerja cepat-cepat barulah dianggap baik disini dek.…” Terlihat bahwasanya seseorang yang memiliki pendidikan di desa tersebut akan digunjing oleh masyarakat di desa tersebut, sebab belum Universitas Sumatera Utara 66 adanya pendidikan yang akan membawa perubahan lebih baik lagi di desa tersebut, seperti hal nya yang di rasakan oleh keluarga dari peneliti yang menjelaskan bahwasanya keluarga nya mendapatkan gunjingan dari tetangga nya, sebab anaknya yang sudah Sarjana tetap saja pengangguran sampai saat ini, dan bahkan anak beliau yang akan tamat sekolah SMA merasa takut akan merasakan seperti kakak-kakak beliau. Oleh sebab itu anak beliau yang paling kecil menjadi cacat mental dikarenakan tetangga nya sendiri, sebab itulah masyarakat Desa Rantau Panjang lebih memilih pekerjaan terlebih dahulu. Dikarenakan letak daerah tersebut adalah daerah yang kurang dari segi mata pencaharian, sebab mata pencaharian utama di daerah tersebut sebagai nelayan, selain itu tidak jauh dari pekerjaan yang menghandalkan hasil laut saja, namun sebagian dari masyarakat tersebut termasuk istri-istri para nelayan ikut membantu prekonomian suami mereka dengan mencari udang, kepah dan kerang, bahkan bekerja sebagai pembantu rumah tangga kerumah tetangga yang keuangan nya memang cukup baik. Selain dari pekerjaan tersebut berladang adalah salah satu pekerjaan sampingan mereka sebagai buruh atau pekerja upahan dan berdagang ikan, kesemuanya hal tersebut adalah pekerjaaan yang tetap menghandalkan hasil laut. Pendidikan di Desa Rantau Panjang bisa dikatakan stagnan atau kurang bergerak, tidak terlalu terlihat yang dinamakan mobilitas sosial atau gerakan masyarakat dalam kegiatan menuju perubahan yang lebih baik, seperti contoh status sosial, jumlah penghasilan dan lain sebagainya. Universitas Sumatera Utara 67 Hal ini senada dengan pendapat Bapak Adi Wibowo pada saat dilapangan yaitu : “….cerita pendidikan lah kita kan, kalau dibilang pendidikan itu bawa perubahan di desa kami, tak juga dek, sebab orang yang sudah tamat sekolah, tak ada pala yang berhasil menjadi orang macem di daerah pesisir lainnya, seperti Sibolga, Batu Baro dan desa lainnya dek, yang mau sakolah disini palingan orang- orang yang memang pergaulannya luas, seperti bergaul dengan orang luaran dari Desa Rantau Panjang, sudah pasti anaknya pun sekolah, tapi alhasil apa yang terjadi dek, sudah tamat sekolah pun nanti manganggur juga, tak ado korjaannya, baliklah kelaut jadinya….” Hal ini senada dengan pendapat Nasruddin pada saat wawancara dilapangan yaitu : “….sebab dikampung kami ni sekolah itu tidak mendukung, sekolah itu tidak berapa ponting padahal kalau anak ni mau sekolah ni biar jangan seperti kita, biar anak ni berhasil dengan anak-anak yang diluar sana, yang fintar, yang otak nya jenius, mau nya begitu kemauan kita kan, cumin kalau dia sanggup, gak sanggupnya dialah itu. Cuman kalau ada yang mambantu biar anaktu bisa malanjut sakolah bisalah mungkin kan anak-anak tu sakolah….” Jadi masyarakat Desa Rantau Panjang sendiri terlihat bahwasanya jika permasalahan pendidikan memang sangat-sangat serius, dimana di desa tersebut tidak ada perubahan yang begitu baik diniai dari segi pendidikannya, pendidikan di desa tersebut sangat berbeda dengan desa lainnya, terkhusus masyarakat pesisir lainnya seperti Sibolga, dan juga Batu Bara, seseorang menilai bahwasanya pendiidkan yang baik itu harus mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pekerjaan yang telah ditempuh, namun jika tidak, hal tersebut yang membuat seseorang malas bahkan tidak mau untuk melanjutkan sekolah seperti hal nya di Desa Universitas Sumatera Utara 68 Rantau Panjang tersebut. Jika seseorang tamat sekolah namun tetap saja tidak mendapatkan pekerjaan, maka hal tersebutlah yang membuat seseorang tidak ingin melanjutkan sekolah. Namun disamping itu orangtua masih ingin melihat anaknya mengenyam pendidikan seperti mana anak- anak lainnya di luar Desa Rantau Panjang, namun anaknya sendiri tidak menginginkan apa yang diinginkan orangtua nya, anak di desa tersebut lebih memilih untuk langsung bekerja dari pada memiliki bekal terlebih dahulu seperti pendidikan. Dalam perkembangannya pendidikan masyarakat Desa Rantau Panjang tidak mengalami perubahan yang cukup baik dari tahun ketahun, kalaupun ada anak-anak dari orangtua masyarakat Desa Rantau Panjang yang mengenyam pendidikan tinggi itu dikarenakan mereka memiliki orangtua yang prekonomiannya cukup baik untuk biaya pendidikan, ada salah satu informan yang keadaan ekonominya yang tidak begitu baik namun dapat menyekolahkan anaknya keperguruan tinggi, tetapi tetap saja peneliti melihat belum ada mobilitas sosial yang begitu berarti, sebab anaknya yang mengenyam pendidikan tersebut setelah beberapa tahun tidak bekerja baru saja mendapat pekerjaan mengajar siswa MTS dan merupakan guru tidak tetap. Tidak seperti pegawai yang dipekerjaan pemerintah. Jadi pendidikan pada masyarakat Desa Rantau Panjang tidak begitu kuat peranannya dalam artinya sebagai alat untuk memajukan aspek kehidupan masyarakat Desa Rantau Panjang. Pendidikan masyarakat Desa Rantau Panjang terbilang tetap atau tidak mengalami perubahan dari tahun Universitas Sumatera Utara 69 ke tahun yang berarti hanya berjalan ditempat saja. Hal ini sesuai dengan pemaparan Ibu Sahriah pada saat wawancara dilapangan yaitu : “…..ibu dan suami ibu nak, cara kami agar anak-anak ni bisa tetap saja sekolah dan kuliah ya kami menghemat cara makan kami lah, kami sehari-hari makan dengan cara mengolah ubi, sampai jadi makanan, nyatanya anak tetap saja bisa sekolah, anak ibu 8 tapi hampir semua sarjana, hanya saja sampai sekarang anak ibu masih menganggur, tak dapat-dapat kerja, apo sobab, tak ada lagi uang untuk memasukkan dia korja, dimana-mana korja harus pakai uang, itulah jadinya nak….” Hal ini sesuai dengan pemaparan Ibu Sri Rahmadhani pada saat wawancara dilapangan yaitu : “….cara saya untuk menghemat agar anak saya bisa sekolah dengan cara menghemat setiap pembiayaan sehari-hari dirumah, misalnya ya kalau beli lauk-lauk ya beli seadanya, beli barang-barang juga tidak usah dibeli yang tidak penting-penting, tapi bagaimana lagi berhasilnya anak saya nanti ya tergantung kemauan dan kondisi anak saya mau lanjut atau berhenti….” Di Desa Rantau Panjang pendidikan masyarakat jika dikategorikan dan dikelompokkan, peneliti mendapatkan data penduduk dari Bapak Sekretaries Desa Bapak Syaipul Azmi mengenai pendidikan antara lain adalah yang tamat SD sebanyak 49,8, yang tamat SMP sebanyak 35, SMA 15 dan tamat Sarjana 0,2. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Syaipul Azmi: “…..pendidikan di Desa Rantau Panjang daya saingnya sangat kurang jika dilihat dari pendidikannya, dibandingkan dengan desa lainnya yaitu Desa Durian dan Desa Pematang Biara, di desa tersebut jika dilihat dari tingkat Sarjana nya sudah mencapai 20, Sekolah Menengah Atas SMA itu sendiri sudah rata-rata dengan tingkat Sekolah Dasar SD, begitu juga dengan Sekolah Menengah Pertama SMP sudah tidak dapat di pilah-pilah menjadi Universitas Sumatera Utara 70 persen-persen dan bisa dikatakan minat anak dalam pendidikan 100, sementara di Desa Rantau Panjang tersebut masih kurang menurut beliau yang mana masih dapat dipersenkan menurut jenjang pendidikannya masing-masing yaitu untuk Sekolah Dasar berjumlah 70 dan 30 tidak tammat Sekolah Dasar SD, lalu untuk yang tammat Sekolah Menengah Pertama 35, untuk Sekolah Menengah Atas berjumlah 15 yang sekolah, sementara itu untuk Sarjana 0,2 yang sudah tammat, yang sudah tammat Sarjana tersebut 2 orang yang sudah tammat Sarjana Agama, Sarjana Komputer 1 orang dan S3 berjumlah 1 orang….” Maka jika dilihat dari pemaparan yang diberikan oleh Bapak Sekretaris Desa Rantau Panjang tersebut sangatlah disayangkan dengan kehidupan saat ini, dimana-mana semua pekerjaan membutuhkan Ijazah serta kemampuan dalam segala bidangnya skill namun pada kenyataannya di desa tersebut masih saja mempunyai pemikiran bahwasanya pendidikan itu hanya membawa mala petaka bagi mereka. Walau sebagian kecil dari mereka masih ada yang mau mementingkan pendidikan walau tidak mempunyai pekerjaan, dikarenakan alasan-alasan yang mereka anggap bahwasanya pendidikan itu bukan hanya untuk memiliki pekerjaan yang baik, atau pekerjaan di perkantoran, tetapi mereka menganggap bahwasanya pendidikan juga dapat merubah cara berpikir, tingkah laku, serta moral seseorang. Universitas Sumatera Utara 71 4.4 Nilai Pendidikan Pada Anak Desa Rantau Panjang 4.4.1 Orangtua