115 sekolah sesungguhnya bertujuan untuk memberdayakan sekolah, terutama
sumber daya manusianya kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, orang tua siswa,
dan masyarakat
sekitarnya, melalui
pemberian kewenangan,
fleksibilitas, dan sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan. Berikut gambaran pendekatan manajemen
pendidikan yang memberikan perbedaan antara manajemen berbasis pusat dengan manajemen berbasis sekolah.
b. Menggugat Kinerja Komite Sekolah.
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan satuan
pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya. Posisi Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, satuan pendidikan, dan lembaga–lembaga pemerintah lainnya
mengacu pada kewenangan masing–masing berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bertujuan,
yaitu: a mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan di kabupatenkota untuk
Dewan Pendidikan dan di satuan pendidikan untuk Komite Sekolah; b meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan; c menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan
pelayanan pendidikan yang bermutu di daerah kabupatenkota dan satuan pendidikan.
c. Menyoal Transparansi Anggaran Pendidikan
Menyadari pentingnya pengembangan mutu pendidikan, membuat pemerintah telah meneguhkan niatnya untuk memperhatikan pengembangan
mutu pendidikan lewat regulasi yang memberikan jaminan tentang pembiayaan pendidikan. Lewat amademen UUD 1945 pasal 31 ayat 4 mengamanatkan
adanya 20 persen minimal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk sektor pendidikan. Selengkapnya, berbunyi sebagai berikut: negara
memprioritaskan
anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional,selain UUD 1945, UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional juga mengamanatkan seperti yang tertuang dalam pasal 49 ayat 1 yang berbunyi dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20 dari anggaran pendapatan dan belanja negara APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah APBD. Guru yang tadinya hanya diposisikan sebagai pelaksana kegiatan belajar mengajar KBM bisa disertakan dalam kegiatan
lainnya seperti penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah APBS. Begitupun orang tua siswa dan masyarakat, yang biasanya cuma
menjadi sumber
pendanaan sekolah,
bisa ikut merencanakan bahkan
melaksanakan kegiatan sekolah.
d. Buruk Rupa Sarana dan Fasilitas Pendidikan
Berbagai fasilitas sarana dan prasarana pendidikan umumnya di Indonesia masih memprihatinkan, sekalipun
terdapat beberapa sekolah yang
mempunyai berbagai kelengkapan sarana, prasarana dan fasilitas namun itu belum dianggap mencerminkan baik buruknya pelayanan pendidikan.
116
No Kondisi Fasilitas dan Sarana Belajar
Baik Sedang
Buruk Abstain
1 Ruang belajarkelas
48 48
2 2
2 Ruang perpustakaan
40 48
2 4
3 Tempat bermain fasilitas olahraga
38 48
2 2
4 Ruang UKS
32 56
4 4
5 Ruang koperasi sekolah warungkantin
36 54
4 6
6 Faslitas belajar meja, kursi, papan tulis,
papan absensi dsb 50
44 4
4 7
Buku pelajaran pokok yang dipinjamkan secara gratis kepada siswa
40 14
2 2
8 Alat
peraga yang
sesuai dengan
keperluan pendidikan dan pembelajaran 34
30 4
16
Hasil survei tentang sarana pendidikan
dapat dilihat pada tabel 6 dimana rata-rata kondisi ruang belajarkelas, Ruang perpustakaan, Tempat
bermain fasilitas olahraga, Ruang UKS, Ruang koperasi sekolah warung kantin, Fasilitas belajar meja, kursi, papan tulis, papan absensi dsb, Buku
pelajaran pokok yang dipinjamkan secara gratis kepada siswa, Alat peraga yang sesuai dengan keperluan pendidikan dan pembelajaran masih dalam
kondisi yang baik dan sebagian yang sedang.
e. Ragam Macam Pungutan dan Korupsi Pendidikan
Upaya memerangi korupsi dan berbagai penyimpangan lain dalam pembangunan gedung sekolah maupun penyelenggaraan pendidikan hanya bisa
dilakukan bila ada transparansi dalam pengelolaan dana pendidikan. Di tingkat sekolah, korupsi tidak bisa diperangi dari dalam sekolah, tetapi harus dilakukan
dengan memberdayakan orangtua murid dan masyarakat di sekitar sekolah. Langkah ini tentu bisa dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional
Depdiknas. Depdiknas sebagai departemen yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan dana pendidikan nasional bisa memulainya dengan membuka
akses kepada publik mengenai dana–dana yang diterima, sekolah mana saja yang menerima dana tersebut, dan untuk apa penggunaan dana tersebut.
Selama ini, birokrasi pendidikan -dari pusat, dinas, sampai kepala sekolah- sangat tertutup dan tidak mau membuka dokumen–dokumen berkaitan dengan
proyek–proyek yang ada di sekolah. Alhasil, informasi tentang pengelolaan dana pendidikan hanya ada di tangan kepala dinas dan kepala sekolah. Hal ini
tentu riskan terhadap penyelewengan dan tidak adanya kontrol dari publik, terutama stakeholder dunia pendidikan.
f. Menyoal Kompetensi Pengajaran