Menyoal Kompetensi Pengajaran Persepsi besaran biaya dan waktu

116 No Kondisi Fasilitas dan Sarana Belajar Baik Sedang Buruk Abstain 1 Ruang belajarkelas 48 48 2 2 2 Ruang perpustakaan 40 48 2 4 3 Tempat bermain fasilitas olahraga 38 48 2 2 4 Ruang UKS 32 56 4 4 5 Ruang koperasi sekolah warungkantin 36 54 4 6 6 Faslitas belajar meja, kursi, papan tulis, papan absensi dsb 50 44 4 4 7 Buku pelajaran pokok yang dipinjamkan secara gratis kepada siswa 40 14 2 2 8 Alat peraga yang sesuai dengan keperluan pendidikan dan pembelajaran 34 30 4 16 Hasil survei tentang sarana pendidikan dapat dilihat pada tabel 6 dimana rata-rata kondisi ruang belajarkelas, Ruang perpustakaan, Tempat bermain fasilitas olahraga, Ruang UKS, Ruang koperasi sekolah warung kantin, Fasilitas belajar meja, kursi, papan tulis, papan absensi dsb, Buku pelajaran pokok yang dipinjamkan secara gratis kepada siswa, Alat peraga yang sesuai dengan keperluan pendidikan dan pembelajaran masih dalam kondisi yang baik dan sebagian yang sedang.

e. Ragam Macam Pungutan dan Korupsi Pendidikan

Upaya memerangi korupsi dan berbagai penyimpangan lain dalam pembangunan gedung sekolah maupun penyelenggaraan pendidikan hanya bisa dilakukan bila ada transparansi dalam pengelolaan dana pendidikan. Di tingkat sekolah, korupsi tidak bisa diperangi dari dalam sekolah, tetapi harus dilakukan dengan memberdayakan orangtua murid dan masyarakat di sekitar sekolah. Langkah ini tentu bisa dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas. Depdiknas sebagai departemen yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan dana pendidikan nasional bisa memulainya dengan membuka akses kepada publik mengenai dana–dana yang diterima, sekolah mana saja yang menerima dana tersebut, dan untuk apa penggunaan dana tersebut. Selama ini, birokrasi pendidikan -dari pusat, dinas, sampai kepala sekolah- sangat tertutup dan tidak mau membuka dokumen–dokumen berkaitan dengan proyek–proyek yang ada di sekolah. Alhasil, informasi tentang pengelolaan dana pendidikan hanya ada di tangan kepala dinas dan kepala sekolah. Hal ini tentu riskan terhadap penyelewengan dan tidak adanya kontrol dari publik, terutama stakeholder dunia pendidikan.

f. Menyoal Kompetensi Pengajaran

Kualitas SDM Indonesia jauh ketinggalan dibandingkan dengan SDM negara–negara Asean lainnya. Ketinggalan ini hanya dapat dijawab dengan peningkatan kualitas pendidikan. Indonesia dengan latar belakang yang beragam memerlukan penataan sistem dan layanan pendidikan yang lebih demokratis sesuai dengan tuntutan masyarakat. Untuk menghasilkan pendidikan yang bermutu dalam masyarakat yang heterogen majemuk, perlu keterlibatan semua pihak pemerintah, keluarga, masyarakat dan ini merupakan prasyarat utama bagi terselenggaranya pendidikan yang berkualitas. Hal ini semua mengisyaratkan perlunya dilaksanakan desentralisasi pendidikan untuk merespon dan memotivasi aspirasi semua pihak. Desentralisasi 117 pendidikan akan berdampak langsung pada desentralisasi manajemen pendidikan sekaligus secara fleksibel dapat mengantisipasi keragaman tuntutan lokal dan daerah, utamanya sekolah. Untuk melaksanakan desentralisasi pendidikan, kemampuan daerah ini menjadi ukuran karena banyak masalah dan kendala yang perlu diatasi dalam penyelenggaraan desentralisasi tersebut kurikulum, SDM, dana, sarana dan prasarana, peraturan perundang– undangan.

g. Dicari kepala sekolah yang Kompeten

Pada tingkat paling operasional, kepala sekolah adalah orang yang berada di garis terdepan yang mengkoordinasikan upaya meningkatkan pembelajaran yang bermutu. Kepala sekolah diangkat untuk menduduki jabatan yang bertanggung gugat mengkoordinasikan upaya bersama mencapai tujuan pendidikan pada level sekolah masing–masing. Dalam praktik di Indonesia, kepala sekolah adalah guru senior yang dipandang memiliki kualifikasi menduduki jabatan itu. Tidak pernah ada orang yang bukan guru diangkat menjadi kepala sekolah. Jadi, seorang guru dapat berharap bahwa jika beruntung suatu saat kariernya akan berujung pada jabatan kepala sekolah. Biasanya guru yang dipandang baik dan cakap sebagai guru diangkat menjadi kepala sekolah. Dalam kenyataan, banyak di antaranya yang tadinya berkinerja sangat bagus sebagai guru, menjadi tumpul setelah menjadi kepala sekolah. Umumnya mereka tidak cocok untuk mengemban tanggung jawab manajerial. Ingat salah satu prinsip Peter tentang inkompetensi? Orang–orang seperti ini telah terjerembab di puncak inkompetensinya dan akan tetap di situ hingga pensiun. Bayangkan nasib sekolah jika dipimpin oleh seseorang yang tidak lagi kompeten.

II. ANALISA PELAYANAN PUBLIK BIDANG KESEHATAN

Hak atas pelayanan kesehatan merupakan hak asasi manusia. Dalam substansi hukum internasional pelayanan kesehatan sebagai salah satu hak asasi manusia tercantum dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia DUHAM 1948. Di samping berbagai aturan tersebut, di tingkat internasional Indonesia telah mengikatkan diri melalui Millenium Development Goals MDG yang berkomitmen untuk dicapai pada 2015, yakni mengatasi : 1 kemiskinan dan kelaparan, 2 kesehatan, 3 ketidaksetaraan gender, 4 pendidikan, 5 air bersih, dan 6 lingkungan. Sementara di tingkat nasional berbagai aturan hukum telah mengatur tentang pelayanan kesehatan. Pasal 28H UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “...setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan”. Undang–Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan juga menegaskan bahwa negara harus bertanggungjawab dan berkepentingan atas pembangunan kesehatan rakyatnya. Tujuan pembangunan kesehatan menurut UU kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

1. Persepsi Besaran Biaya dan Waktu

Menurut responden yang menggunakan jasa layanan Puskesmas di beberapa puskesmas berpendapat waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pelayanan lama. No Jenis Pelayanan Lama Cepat Abstan 1 Antri pengambilan kartu 50 40 10 2 Menunggu pemeriksaan 67 20 13 3 Pemeriksaan medis 30 63 7 4 Pengambilan obat 17 67 16 118 Yang cukup menarik dari hasil penelitian di beberapa puskesmas ini, pasien justru lebih banyak menghabiskan waktu pada saat mengantri atau mengambil kartu. Pada saat proses antri atau mendapatkan giliran pemeriksaan juga cukup lama. Padahal orang sakit menginginkan segera mendapatkan penanganan dari paramedis. Bayangkan apabila orang yang sakit disuruh menunggu cukup lama, mereka sudah sakit namun terpaksa mengantri lama. Alasan responden memilih berobat di puskesmas adalah biaya yang murah dan bisa dijangkau. Untuk biaya sebanyak 80 responden menyatakan bahwa biaya berobat di puskesmas termasuk murah dengan jumlah nominal Rp 6.000,00. Sedangkan yang memiliki Kartu Miskin mereka gratis atau tidak dikenakan biaya. Akan tetapi ada beberapa masyarakat yang mengeluhkan untuk mendapatkan kartu miskin prosesnya cukup lama dan berbelit–belit.

2. Transparansi pelayanan

Adanya transparansi tersebut, diharapkan bisa memperkecil penyelewengan yang dilakukan dan tidak mengelabuhi masyarakat. Melalui transparansi pelayanan diharapkan para pemakai layanan puskesmas tahu akan hak serta kewajiban yang harus dipenuhi dan didapatkan. Hal tersebut dikarenakan tidak tersedianya informasi secara tertulis. Informasi tersebut mengenai ; tarifretribusi puskesmas, biaya tindakan medik, program–program pelayanan, prosedur pelayanan, jam pelayanan Puskesmas, prosedur rujukan dan prosedur penggunaan askes. Tidak adanya transparansi tersebut akan membuat perbedaan besaran biaya yang dikeluarkan antara puskesmas yang satu dengan yang lain. Seharusnya setiap Puskesmas terpampang besaran harga yang harus dibayar oleh pasien setiap kali berobat, mulai dari berbagai macam poli, laboraturium dan loket pengambilan obat obat apa saja yang harus bayar. No Jenis informasi Ya Tidak Tidak tahu Abstain 1 Tarifretribusi puskesmas - 50 40 10 2 Biaya tindakan medik 10 40 40 - 3 Program-program pelayanan 30 20 50 - 4 Prosedur pelayanan 10 30 50 10 5 Jam pelayanan puskesmas 30 10 50 10 6 Prosedur rujukan 10 30 50 10 7 Prosedur penggunaan akses 20 7 67 6

3. Sikap petugas

Parameter keramahan petugas sengaja dimasukkan dalam salah satu pertanyaan dalam kuisoner penelitian karena lewat keramahan ini diharapkan dapat mempercepat kesembuhan si pasien. Dari aspek psikologis orang yang sakit apabila mendapatkan pelayanan yang terbaik dan keramahan akan menumbuhkan kepercayaan terhadap para medis dan bisa mendukung proses kesembuhan. Tentang ada atau tidaknya keluhan dari pasien kepada petugas puskesmas yang meliputi petugas loket pendaftaran, perawatbidan, dokter, dan petugas obat, apabila ada keluhan, keluhan yang terkadang muncul adalah keterlambatan petugas dan ada beberapa petugas yang tidak ramah.

4. Pemenuhan standar pelayanan

Standar pelayanan tersebut dibuat atas dasar kesepakatan yang dibangun antara pemberi dan penerima layanan. Bukan hanya kesepakatan harga yang memang sudah ditetapkan oleh pemerintah, namun standar waktu, jenis pelayanan, dan kesepakatan–kesapakatan yang lain. Pelibatan masyarakat tersebut, akan menumbuhkan pada diri masyarakat rasa memiliki dan pada akhirnya ikut 119 melaksanakan peraturan yang ada. Tentu saja dalam kesepakatan tersebut muncul reward dan punishment bagi kedua belah pihak.

5. Konteks pelayanan

a Kebersihan Dari penelitian ini, kebersihan dijabarkan pada kebersihan kamar mandi, ruang tunggu pasien dan ruang periksa pasien. b Kenyamanan Kenyamanan merupakan salah satu aspek penilaian konteks pelayanan. No Aspek penilaian Nyaman Tidak Nyaman Abstan 1 Pengaturan kursi 60 40 - 2 Kenyaman ruang tunggu 67 33 - 3 Penagturan letak TV 50 50 - 4 Kesejukan 93 7 - Kenyamanan merupakan salah satu aspek penilaian konteks pelayanan. Dalam penelitian ini kenyamanan pasien ditempatkan pada wilayah kenyamanan ruang tunggu dan kenyamanan ruang periksa. Dalam wilayah kenyamanan ruang tunggu ada beberapa parameter yang digunakan, yaitu pengaturan kursi, kenyamanan ruang tunggu, pengaturan letak pesawat televisi, dan kesejukan. Sedangkan untuk kenyamanan ruang periksa didapat hasil: No Aspek penilaian Nyaman Tidak Nyaman Abstan 1 Tempat tidur periksa 73 27 - 2 Kondisi penerangan 83 17 - 3 Kesejukan 90 10 - 4 Privasi pasien 90 10 -

6. Keterjangkauan fasilitas

Kemudahan untuk mengakses fasilitas di Puskesmas diperlukan bagi para pasien untuk mempercepat mendapatkan pelayanan. Sebagian besar responden menyatakan untuk mengakses fasilitas tersebut terbilang mudah. Lebih jelas tentang pendapat pasien lihat tabel di bawah; No Keterjangkauan fasilitas Sulit Mudah Abstain 1 Bagian ruang informasi 23 77 - 2 Loket pendaftaran 7 93 - 3 Poli ruang periksa 10 90 - 4 Laboraturium 27 73 - 5 Loket obat 7 90 3 6 Kamar manditoilet 10 83 7 7 Kotak saranpengaduan 23 77 -

7. Responsivitas pelayanan

Respon layanan puskesmas terhadap tindakan medis ketika terjadi Kejadian Luar Biasa KLB, temu warga untuk menjaring aspirasi pelayanan, dan pelibatan masyarakat dalam menyusun program kesehatan responden. Hal ini dapat dilihat kerjasama antara Puskesmas dengan warga sekitarnya. Puskemas responsivitas terhadap berbagai macam kejadian di lingkungannya. Puskesmas dalam sosialisasi terhadap berbagai macam kegiatan yang dilakukan, atau kegiatan yang dilakukan melibatkan warga sekitar. 120

8. Keluhan pelayanan

Bagaimanapun baiknya pelayanan yang diberikan puskesmas kepada pasien tak urung pasti ada pasien yang mengeluhkan pelayanan. Ada beberapa aspek pelayanan yang dikeluhkan oleh responden. Adapun aspek pelayanan yang dinilai dan jumlah responden yang mengeluhkan pelayanan tersebut sebagai berikut: No Jenis Pelayanan Ya Tidak 1 Ketetapan jam pelayanan 20 50 2 Ketersediaan obat 20 53 3 Keberadaan dokterperawatbidan 17 53 4 Keterbukaan dokter dalam memeriksa 10 60 5 Lama antrian pelayanan 67 13 6 Hasil pemeriksaan laboratorium kurang akurat 10 60 7 Kebersihan bangunan 13 57

9. Pelayanan Untuk Orang Miskin

Setiap orang berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tidak peduli kaya maupun miskin. Ironisnya yang terjadi saat ini banyak kalangan ekonomi menengah ke bawah tidak memperoleh jaminan kesehatan. Pada saat sakit mereka enggan untuk berobat, mereka cenderung ketakutan akan besarnya biaya untuk berobat. Ini merupakan salah satu efek dari kurang sosialisasinya pemerintah tentang kesehatan bagi mereka. Sebenarnya orang–orang yang tidak mampu berhak untuk mendapatkan ASKES KIN. Dalam prakteknya tidak semua masyarakat miskin mendapatkan kartu tesebut. Muncul permasalahan baru pada saat mereka akan mengurus kartu ASKESKIN tersebut, adanya prosedur yang berbelit–belit maupun tidak tepat sasarannya ASKESKIN. Orang yang dirasakan dari keluarga mampu pun mendapatkannya. Yang kaya merasa miskin sedangkan bagi yang miskin enggan untuk merasa miskin. Kartu ASKESKIN tersebut yang mengeluarkan adalah Kelurahan. Tepat atau tidak tepat sasaran tersebut tergantung kepada kepala kelurahan. Bagi warga yang tidak memiliki atau terdaftar ASKESKIN, ASKES menerbitkan kartu merah mulai bulan Mei, persyaratannya cukup membawa surat keterangan tidak mampu. Lalu bagaimana para tunawisma, yang tergolong miskin bisa mendapatkan kartu tersebut, sedangkan untuk mendapatkan kartu tersebut harus memenuhi berbagai persyaratan diantaranya adalah adanya KK, sedangkan mereka tidak memiliki KK. Muncul permasalahan baru lagi pada saat ada ruang khusus untuk orang miskin. Hal tersebut akan menimbulkan dampak psikologis bagi orang miskin. Hal itu akan membuat seseorang enggan menggunakan ASKESKIN yang mereka miliki. Seharusnya tidak ada diskriminasi bagi yang mampu maupun tidak mampu.

III. ANALISA PELAYANAN PUBLIK PEMBUATAN KTP DAN KK

Isu penyelenggaran pelayanan publik public service dalam pelaksanaan otonomi daerah menjadi perhatian tersendiri bagi pengambil kebijakan dan birokrasi pemerintah daerah. Kondisi pelayanan publik yang diberikan pemerintah belum sepenuhnya berpihak kepada publik. Bermacam kepentingan seperti halnya kepentingan kapital, kepentingan politik, sangat mempengaruhi kebijakan layanan yang diberikan. Akibat yang terjadi tidak lebih bahwa pelayanan yang ada saat ini dapat ”diperjualbelikan”. Namun terlepas dari berbagai kepentingan yang ada, sudah menjadi peran stakeholder untuk peduli dan bisa berpartisipasi dalam pemenuhan haknya dengan merubah kebijakan yang ada. 121

1. PEMBUATAN KTP

a. Persepsi besaran biaya dan waktu

Berdasarkan prosedur yang ada dalam mengurus KTP harus melalui beberapa tahap. Tahap–tahap tersebut adalah melalui RT, RW, kelurahan dan kecamatan. Dalam prosedur tersebut, jangka waktu yang dibutuhkan pada setiap tahap tidak ada kejelasan. Tidak adanya peraturan yang jelas berdampak terhadap perlakuan yang diterima masyarakat. Perbedaaan waktu tersebut bisa dilihat pada tabel di bawah ini: No Tingkat Pelayanan 1 menit - 1 jam 2 jam- 1 hari 2 hari- 1minggu 2 minggu- 1bulan 2 bulan 1 RT 66 21 7 2 RW 52 31 7 3 Kelurahan 31 21 41 3 4 Kecamatan 17 17 52 3 Tabel di atas menunjukkan, bahwa pada tingkatan kelurahan dan kecamatan membutuhkan waktu yang relatif lama dibandingkan dengan tingkat RT dan RW. Pengurusan di Tingkat RT bisa dibilang cukup cepat demikian halnya di tingkat RW. Seandainya di masing–masing tingkat membutuhkan waktu sampai berhari–hari berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pembuatan KTP saja. Waktu yang berbeda tersebut menimbulkan persepsi yang berbeda pada masyarakat. Tabel di bawah ini menunjukkan persepsi masyarakat tentang waktu yang dibutuhkan. No Tingkat Pelayanan Lama Cepat Abstain 1 RT 14 75 11 2 RW 14 75 11 3 Kelurahan 57 36 7 4 Kecamatan 66 21 11 Masyarakat akan enggan untuk melewati tahap-pertahap, sehingga mereka cenderung menggunakan jasa calo, ataupun oknum. Masyarakat rela membayar lebih daripada harus mengikuti proses yang panjang dan memakan waktu. Hal tersebut akan merugikan masyarakat dan menguntungkan beberapa pihak. Besaran biaya yang bervariasi ini terinci sebagai berikut: No Tingkat Pelayanan Gratis Seribu- 5 ribu ribu 6- 10 ribu 11ribu- 15ribu 16ribu- 25ribu 26ribu- 50ribu 1 RT 62 28 3 3 3 2 RW 52 28 3 Kelurahan 17 45 3 3 7 7 4 Kecamatan 21 14 Pembiayaan di tingkat RT dan RW banyak yang gratis, namun demikian biasanya mereka diminta untuk mengisi uang Kas secara sukarela. Masyarakat yang membayar lebih dari sepuluh ribu di tingkatan RT biasanya mereka meminta tolong agar RT saja yang menghendel sampai KTP selesai. Padahal dalam peraturannya untuk membuat KTP bagi WNI adalah Rp.5000,00 dan WNA adalah Rp.10.000,00. Apabila di setiap sektor pelayanan RT, RW, kelurahan dan kecamatan, dipungut biaya seharusnya ada standar yang harus diberlakukan di setiap pengurusan KTP. Standar yang diberlakukan jangan sampai memberatkan masyarakat. Bahkan ada sebagian masyarakat sebenarnya menginginkan pembuatan KTP gratis. 122

b. Transparansi Pelayanan