Di antara ayat-ayat itu berbunyi sebagai berikut: Hai orang-orang yang beriman: Janganlah kamu mengharamkan yang baik-baik
dari apa yang Allah telah halalkan buat kamu, dan jangan kamu melewati batas, karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang suka melewati
batas. Dan makanlah sebagian rezeki yang Allah berikan kepadamu dengan halal dan baik, dan takutlah kamu kepada Allah zat yang kamu beriman dengannya.
al-Maidah: 87-88
1.4 Mengharamkan yang Halal akan Berakibat Timbulnya Kejahatan dan Bahaya
DI ANTARA hak Allah sebagai Zat yang menciptakan manusia dan pemberi nikmat yang tiada terhitung banyaknya itu, ialah menentukan halal dan haram
dengan sesukanya, sebagaimana Dia juga berhak menentukan perintah-perintah dan syiar-syiar ibadah dengan sesukanya. Sedang buat manusia sedikitpun tidak
ada hak untuk berpaling dan melanggar.
Ini semua adalah hak Ketuhanan dan suatu kepastian persembahan yang harus mereka lakukan untuk berbakti kepadaNya. Namun, Allah juga berbelas-kasih
kepada hambaNya. Oleh karena itu dalam Ia menentukan halal dan haram dengan alasan yang maqul rasional demi kemaslahatan manusia itu sendiri. Justeru itu
pula Allah tidak akan menghalalkan sesuatu kecuali yang baik, dan tidak akan mengharamkan sesuatu kecuali yang jelek.
Benar Bahwa Allah pernah juga mengharamkan hal-hal yang baik kepada orang- orang Yahudi. Tetapi semua itu merupakan hukuman kepada mereka atas
kedurhakaan yang mereka perbuat dan pelanggarannya terhadap larangan Allah. Hai ini telah dijelaskan sendiri oleh Allah dalam firman Nya:
Dan kepada orang-orang Yahudi kami haramkan semua binatang yang berkuku, dan dari sapi dan kambing kami haramkan lemak-lemaknya, atau lemak yang
terdapat di punggungnya, atau yang terdapat dalam perut, atau yang tercampur dengan tulang. Yang demikian itu kami sengaja hukum mereka lantaran
kedurhakaan mereka, dan sesungguhnya kami adalah di pihak yang benar. al- Anam: 146
Di antara bentuk kedurhakaannya itu telah dijelaskan Allah dalam surah lain, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Sebab kezaliman yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi itu, maka kami haramkan atas mereka makanan-makanan yang baik yang tadinya telah
dihalalkan untuk mereka; dan sebab gangguan mereka terhadap agama Allah dengan banyak; dan sebab mereka memakan harta riba padahal telah dilarangnya;
dan sebab mereka memakan harta manusia dengan cara yang batil. an-Nisa: 160-161
Setelah Allah mengutus Nabi Muhammad, sebagai Nabi terakhir dengan membawa agama yang universal dan abadi, maka salah satu di antara rahmat
kasih Allah kepada manusia, sesudah manusia itu matang dan dewasa berfikir, dihapusnya beban haram yang pernah diberikan Allah sebagai hukuman
sementara yang bermotif mendidik itu, di mana beban tersebut cukup berat dan menegangkan leher masyarakat.
Kerasulan Nabi Muhammad ini telah disebutkan dalam Taurat, dan namanya pun sudah dikenal oleh ahli-ahli kitab, yaitu seperti yang disebutkan dalam al-Quran:
Mereka ahli kitab itu mengetahui dia nama Muhammad tertulis di sisi mereka dalam Taurat dan Injil --dengan tugas-- untuk mengajak kepada kebajikan dan
melarang daripada kemungkaran, dan menghalalkan kepada mereka yang baik- baik, dan mengharamkan atas mereka yang tidak baik, serta mencabut dari mereka
beban mereka dan belenggu yang ada pada mereka. al-Araf: 157
Di dalam Islam caranya Allah menutupi kesalahan, bukan dengan mengharamkan barang-barang baik yang lain, tetapi ada beberapa hal yang di antaranya ialah:
1. Taubat dengan ikhlas taubatan nasuha. Taubat ini dapat menghapuskan dosa bagaikan air jernih yang dapat menghilangkan kotoran.
2. Dengan mengerjakan amalan-amalan yang baik, karena amalan-amalan yang baik itu dapat menghilangkan kejelekan.
3. Dengan bersedekah shadaqah karena shadaqah itu dapat menghapus dosa, bagaikan air yang dapat memadamkan api.
4. Dengan ditimpa oleh beberapa musibah dan percobaan, dimana musibah dan percobaan itu dapat meleburkan kesalahan-kesalahan, bagaikan daun
pohon kalau sudah kering akan menjadi hancur.
Dengan demikian, maka dalan Islam dikenal, bahwa mengharamkan sesuatu yang halal itu dapat membawa satu keburukan dan bahaya. Sedang seluruh bentuk
bahaya adalah hukumnya haram. Sebaliknya yang bermanfaat hukumnya halal. Kalau suatu persoalan bahayanya lebih besar daripada manfaatnya, maka hal
tersebut hukumnya haram. Sebaliknya, kalau manfaatnya lebih besar, maka hukumnya menjadi halal.
Kaidah ini diperjelas sendiri oleh al-Quran, misalnya tentang arak, Allah berfirman:
Mereka menanyakan kepadamu Muhammad tentang hukumnya arak dan berjudi, maka jawablah: bahwa keduanya itu ada suatu dosa yang besar, di
samping dia juga bermanfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya. al-Baqarah: 219
Dan begitu juga suatu jawaban yang tegas dari Allah ketika Nabi Muhammad ditanya tentang masalah halal dalam Islam. Jawabannya singkat Thayyibaat yang
baik-baik. Yakni segala sesuatu yang oleh jiwa normal dianggapnya baik dan layak untuk dipakai di masyarakat yang bukan timbul karena pengaruh tradisi,
maka hal itu dipandang thayyib baik, bagus, halal. Begitulah seperti yang dikatakan Allah dalam al-Quran:
Mereka akan bertanya kepadamu Muhammad tentang apa saja yang dihalalkan untuk mereka? Maka jawablah: semua yang baik adalah dihalalkan buat kamu.
al-Maidah: 4
Dan firmanNya pula: Pada hari ini telah dihalalkan untuk kamu semua yang baik. al-Maidah: 5
Oleh karena itu tidak layak bagi seorang muslim yang mengetahui dengan rinci tentang apa yang disebut jelek dan bahaya yang justeru karenanya hal tersebut
diharamkan Allah, kemudian kadang-kadang dia akan menyembunyikan sesuatu yang mungkin nampak pada orang lain. Sebab kadang-kadang ada juga sesuatu
kejelekan yang tidak tampak pada suatu masa, tetapi di waktu lain dia akan tampak. Waktu itu setiap mumin harus mengatakan Samina Waathanaa kami
mendengarkan dan kami mematuhi.
Tidaklah kamu mengetahui, bahwa Allah telah mengharamkan daging babi, tetapi tidak seorang Islam pun yang mengerti sebab diharamkannya daging babi itu,
selain karena kotor. Tetapi kemudian dengan kemajuan zaman, ilmu pengetahuan telah menyingkapkan, bahwa di dalam daging babi itu terdapat cacing pita dan
bakteri yang membunuh.
Kalau sekiranya ilmu pengetahuan tidak membuka sesuatu yang terdapat dalam daging babi itu seperti tersebut di atas atau lebih dari itu, niscaya sampai sekarang
ummat Islam tetap berkeyakinan, bahwa diharamkannya daging babi itu justeru karena najis rijsun.
Contoh lain, misalnya Hadis Nabi yang mengatakan: Takutlah kamu kepada tiga pelaknat tiga perkara yang menyebabkan seseorang
mendapat laknat Allah, yaitu: buang air besar berak di tempat mata air, di jalan besar dan di bawah pohon yang biasa dipakai berteduh. Riwayat Abu Daud,
Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi
Pada abad-abad permulaan tidak seorang pun tahu selain hanya karena kotor, yang tidak dapat diterima oleh perasaan yang sehat dan kesopanan umum. Tetapi
setelah ilmu pengetahuan mencapai puncak kemajuannya, maka akhirnya kita mengetahui, bahwa justeru tiga pelaknat di atas adalah memang sangat berbahaya
bagi kesehatan umum. Dia merupakan pangkal berjangkitnya wabah penyakit anak-anak, seperti anchylostoma dan bilharzia.
Begitulah, setelah sinar ilmu pengetahuan itu dapat menembus dan meliputi lapangan yang sangat luas, maka kita menjadi makin jelas untuk mengetahui halal
dan haram serta rahasia setiap hukum. Bagaimana tidak Sebab dia adalah hukum yang dibuat oleh Zat yang Maha Tahu, Maha Bijaksana dan Maha Berbelas-kasih
kepada hambaNya. Yaitu seperti yang difirmankan Allah dalam al-Quran:
Allah mengetahui orang yang suka berbuat jahat dari pada orang yang berbuat baik; dan jika Allah mau, niscaya Ia akan beratkan kamu, karena sesungguhnya
Allah Maha Gagah dan Maha Bijaksana. al-Baqarah: 220
1.5 Setiap yang Halal Tidak Memerlukan yang Haram