Maksudnya: bahwa semata-mata mengajak bermain judi sudah termasuk berdosa yang harus ditebus dengan sedekah. Di antaranya ialah permainan dadu yang
apabila dibarengi dengan perjudian, maka hukumannya adalah haram, dengan kesepakatan para ulama.
Tetapi apabila tidak dibarengi dengan perjudian, maka sementara ulama ada yang memandang haram, dan sebagian lagi memandang makruh.
Alasan yang dipakai oleh yang mengharamkannya, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Buraidah, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:
Barangsiapa bermain dadu, maka seolah-olah dia mencelupkan tangannya dalam daging babi dan darahnya. Riwayat Muslim dan lain-lain
Dan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa dari Rasulullah s.a.w. bahwa ia berkata:
Barangsiapa bermain dadu, maka sungguh dia durhaka kepada Allah dan RasulNya. Riwayat Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Malik
Dua hadis tersebut cukup jelas dan bersifat umum, berlaku untuk semua orang yang bermain dadu, apakah dibarengi dengan judi ataupun tidak.
Tetapi asy-Syaukani meriwayatkan, bahwa Ibnu Mughaffal dan al-Musayyib membolehkan
bermain dadu
tanpa judi.
Sedang kedua
hadis tersebut
diperuntukkan buat orang yang bermain dadu sambil berjudi.
4.3.4.8 Main Catur
Di antara permainan yang sudah terkenal ialah catur. Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang memandang hukumnya, antara mubah,
makruh dan haram.
Mereka yang mengharamkan beralasan dengan beberapa hadis Nabi s.a.w. Namun para pengkritik dan penyelidiknya menolak dan membatalkannya. Mereka
menegaskan, bahwa permainan catur hanya mulai tumbuh di zaman sahabat. Oleh karena itu setiap hadis yang menerangkan tentang catur di zaman Nabi adalah
hadis-hadis batil dhaif.
Para sahabat sendiri berbeda dalam memandang masalah catur ini. Ibnu Umar menganggapnya sama dengan dadu. Sedang Ali memandangnya sama dengan
judi. Mungkin yang dimaksud, yaitu apabila dibarengi dengan judi. Sementara ada juga yang berpendapat makruh.
Dan di antara sahabat dan tabiin ada juga yang menganggapnya mubah. Di antara mereka itu ialah: Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Ibnu Sirin, Hisyam bin Urwah, Said
bin Musayyib dan Said bin Jubair.
Inilah pendapat orang-orang kenamaan dan begitu jugalah pendapat saya. Sebab menurut hukum asal, sebagaimana telah kita ketahui, adalah mubah. Sedang
dalam hal ini tidak ada satu nas tegas yang menerangkan tentang haramnya. Dan pada catur itu sendiri melebihi permainan dan hiburan biasa. Di dalamnya terdapat
semacam olah raga otak dan mendidik berfikir. Oleh karena itu tidak dapat disamakan dengan dadu. Dan justru itu pula mereka mengatakan: yang menjadi
ciri daripada dadu ialah untung-untungan spekulasi, jadi sama dengan azlam. Sedang yang menjadi ciri dalam permainan catur ialah kecerdasan dan latihan,
jadi sama dengan lomba memanah.
Namun tentang kebolehannya ini dipersyaratkan dengan tiga syarat: 1. Karena bermain catur, tidak boleh menunda-nunda sembahyang, sebab
perbuatan yang paling bahaya ialah mencuri waktu. 2. Tidak boleh dicampuri perjudian.
3. Ketika bermain, lidah harus dijaga dari omong kotor, cabul dan omongan- omongan yang rendah.
Kalau ketiga syarat ini tidak dapat dipenuhinya, maka dapat dihukumi haram.
4.3.4.9 Menyanyi dan Muzik
Di antara hiburan yang dapat menghibur jiwa dan menenangkan hati serta mengenakkan telinga, ialah nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh Islam, selama tidak
dicampuri omong kotor, cabul dan yang kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Dan tidak salah pula kalau disertainya dengan muzik yang tidak
membangkitkan nafsu. Bahkan disunatkan dalam situasi gembira, guna melahirkan perasaan riang dan menghibur hati, seperti pada hari raya, perkawinan,
kedatangan orang yang sudah lama tidak datang, saat walimah, aqiqah dan di waktu lahirnya seorang bayi.
Dalam hadis diterangkan: Dari Aisyah r.a, bahwa ketika dia menghantar pengantin perempuan ke tempat
laki-laki Ansar, maka Nabi bertanya: Hai Aisyah Apakah mereka ini disertai dengan suatu hiburan? Sebab orang-orang Ansar gemar sekali terhadap hiburan.
Riwayat Bukhari
Dan diriwayatkan pula:
Dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata: Aisyah pernah mengawinkan salah seorang kerabatnya dengan Ansar, kemudian Rasulullah s.a.w. datang dan bertanya:
Apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka menjawab: Betul Rasulullah s.a.w. bertanya lagi. Apakah kamu kirim bersamanya orang yang akan
menyanyi? Aisyah menjawab: Tidak Kemudian Rasulllah s.a.w. bersabda: Sesungguhnya orang-orang Ansar adalah suatu kaum yang merayu. Oleh karena
itu alangkah baiknya kalau kamu kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang, selamat datang kami, selamat datang kamul Riwayat
Ibnu Majah
Dan dari Aisyah r.a. sesungguhnya Abubakar pernah masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada
hari Mina Idul Adha, sedang Nabi s.a.w. menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka diusirlah dua gadis itu oleh Abubakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan
berkata kepada Abubakar Biarkanlah mereka itu hai Abubakar, sebab hari ini adalah hari raya hari bersenang-senang. Riwayat Bukhari dan Muslim
Imam Ghazali dalam Ihyanya
27
setelah membawakan beberapa hadis tentang bernyanyinya dua orang gadis itu, permainannya orang-orang Habasyah di dalam
masjid Nabawi yang didukungnya oleh Nabi dengan kata-katanya: karena kamu, aku melihat hai Bani Arfidah, dan perkataan Nabi kepada Aisyah: engkau senang
ya Aisyah melihat permainan ini; dan berdirinya Nabi bersama Aisyah sehingga dia sendiri yang bosan serta permainan Aisyah dengan boneka bersama kawan-
kawannya itu, kemudian Ghazali berkata: Bahwa hadis-hadis ini semua tersebut dalam Bukhari dan Muslim dan merupakan nas yang tegas, bahwa nyanyian dan
permainan, bukanlah haram. Dan dari situ juga menunjukkan dibolehkannya bermacam-macam permainan:
1. Bermain anggar sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang Habasyah.
2. Permainan boleh dilakukan di masjid. 3. Sabda Nabi kepada orang-orang Habasyah: karenamu aku melihat hai Bani
Arfidah, adalah suatu perintah dan anjuran untuk bermain. Oleh karena itu bagaimana mungkin permainan itu diharamkannya?
4. Dilarangnya Abubakar dan Umar dengan alasan, bahwa hari itu adalah hari raya dan hari gembira, sedang bernyanyi adalah salah satu daripada
jalan untuk bergembira. 5. Berdirinya Nabi yang begitu lama sambil menyaksikan dan mendengarkan
nyanyian yang disetujui Aisyah, adalah cukup sebagai bukti, bahwa metode yang baik untuk menghaluskan budi perempuan dan anak-anak
dengan cara menyaksikan permainan adalah lebih baik daripada kekasaran ruhud dan berkekurangan dalam suasana terhalang dan dihalang.
6. Perkataan Nabi kepada Aisyah yang didahului dengan kalimat bertanya: senangkah kamu untuk melihat?
7. Perkenan untuk menyanyi dan memukul rebana dari dua anak gadis itu dan seterusnya, seperti yang dituturkan al-Ghazali dalam Kitabus Sama fasal
mendengar. Dan dari beberapa sahabat dan tabiin diriwayatkan, bahwa mereka itu pernah mendengarkan nyanyian, sedang mereka tidak
menganggapnya suatu perbuatan dosa.
Adapun hadis-hadis Nabi yang melarang nyanyian, semuanya ada cacat, tidak ada satupun yang selamat dari celaan oleh kalangan ahli hadis, seperti kata al-Qadhi
Abubakar bin al-Arabi: Tidak ada satupun hadis yang sah yang berhubungan dengan diharamkannya nyanyian.
Dan berkata pula Ibnu Hazm: Semua hadis yang menerangkan tentang haramnya nyanyian adalah batil dan palsu.
Banyak sekali nyanyian-nyanyian dan muzik yang disertai dengan perbuatan berlebih-lebihan, minum-minum arak dan perbuatan-perbuatan haram. Itulah yang
kemudian oleh ulama-ulama dianggapnya haram atau makruh.
Sebagian mereka ada yang ;nengatakan: bahwa sesungguhnya nyanyian itu termasuk lahwul hadis omongan yang dapat melalaikan sebagai yang dimaksud
dalam firman Allah:
Di antara manusia ada yang membeli omongan yang dapat melalaikan untuk menyesatkan orang dari jalan Allah tanpa disadari, dan dijadikannya sebaqai
permainan. Mereka itu kelak akan mendapat siksaan yang hina. Luqman: 6
Ibnu Hazm berkata: Ayat tersebut menyebutkan suatu sifat yang barangsiapa mengerjakannya bisa menjadi kafir tanpa diperselisihkan lagi, yaitu apabila dia
menjadikan agama Allah sebagai permainan. Oleh karena itu jika dia membeli sebuah al-Quran untuk dijadikan ayat guna menyesatkan orang banyak dan
dijadikannya sebagai permainan, maka jelas dia adalah kafir. Inilah yang dicela Allah s.w.t. Samasekali Allah tidak mencela orang-orang yang membeli lahwal
hadis itu sendiri yang bisa dipakai untuk hiburan dan menggembirakan hati, bukan untuk menyesatkan orang dari jalan Allah.
Selanjutnya Ibnu Hazm menolak anggapan orang yang mengatakan; bahwa nyanyian itu sama sekali tidak dapat dibenarkan, dan termasuk suatu kesesatan,
seperti firman Allah.
Tidak ada lain sesudah hak kecuali kesesatan. Yunus: 32 Maka kata Ibnu Hazm: Rasulullah s.a.w. pernah bersabda
Sesungguhnya semua perbuatan itu harus disertai dengan niat dan tiap-tiap orang akan dinilai menurut niatnya. Riwayat Bukhari dan Muslim
Jadi barangsiapa mendengarkan nyanyian dengan niat untuk membantu bermaksiat kepada Allah, maka jelas dia adalah fasik --termasuk semua hal selain
nyanyian. Dan barangsiapa berniat untuk menghibur hati supaya dengan demikian dia mampu berbakti kepada Allah dan tangkas dalam berbuat kebajikan, maka dia
adalah orang yang taat dan berbuat baik dan perbuatannya pun termasuk perbuatan yang benar. Dan barangsiapa tidak berniat untuk taat kepada Allah dan
tidak juga untuk bermaksiat, maka perbuatannya itu dianggap main-main saja yang dibolehkan, seperti halnya seorang pergi ke kebun untuk berlibur, dan seperti
orang yang duduk-duduk di depan sofa sekedar melihat-lihat, dan seperti orang yang mengkelir bajunya dengan warna ungu, hijau dan sebagainya.
Namun di situ ada beberapa ikatan yang harus kita perhatikan sehubungan dengan masalah nyanyian ini, yaitu:
1. Nyanyian itu harus diperuntukkan buat sesuatu yang tidak bertentangan dengan etika dan ajaran Islam. Oleh karena itu kalau nyanyian-nyanyian tersebut penuh
dengan pujian-pujian terhadap arak dan menganjurkan orang supaya minum arak, misalnya,
maka menyanyikan
lagu tersebut
hukumnya haram,
dan si
pendengarnya pun haram juga. Begitulah nyanyian-nyanyian lain yang dapat dipersamakan dengan itu.
2. Mungkin subyek nyanyian itu sendiri tidak menghilangkan pengarahan Islam, tetapi cara menyanyikan yang dilakukan oleh si penyanyi itu beralih dari
lingkungan halal kepada I;ngkungan haram, misalnya lenggang gaya dengan suatu kesengajaan yang dapat membangkitkan nafsu dan menimbulkan fitnah dan
perbuatan cabul.
3. Sebagaimana agama akan selalu memberantas sikap berlebih-lebihan dan kesombongan dalam segala hal sampai pun dalam beribadah, maka begitu juga
halnya berlebih-lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk berhibur, padahal waktu itu sendiri adalah berarti hidup
Tidak dapat diragukan lagi, bahwa berlebih-lebihan dalam masalah yang mubah dapat menghabiskan waktu untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban. Maka
tepatlah kata ahli hikmah: Tidak pernah saya melihat suatu perbuatan yang berlebih-lebihan, melainkan di balik itu ada suatu kewajiban yang terbuang.
4. Tinggal ada beberapa hal yang seharusnya setiap pendengarnya itu sendiri yang memberitahu kepada dirinya sendiri, yaitu apabila nyanyian atau satu macam
nyanyian itu dapat membangkitkan nafsu dan menimbulkan fitnah serta nafsu kebinatangannya itu dapat mengalahkan segi rohaniahnya, maka dia harus
menjauhi nyanyian tersebut dan dia harus menutup pintu yang dari situlah angin fitnah akan menghembus, demi melindungi hatinya, agamanya dan budi luhurnya.
Sehingga dengan demikian dia dapat tenang dan gembira.
5. Di antara yang sudah disepakati, bahwa nyanyian yang disertai dengan perbuatan-perbuatan haram lainnya seperti: di persidangan arak, dicampur dengan
perbuatan cabul dan maksiat, maka di sinilah yang oleh Rasulullah s.a.w.
pelakunya, dan pendengarnya diancam dengan siksaan yang sangat, yaitu sebagaimana sabda beliau:
Sungguh akan ada beberapa orang dari ummatku yang minum arak, mereka namakan dengan nama lain, kepala mereka itu bisa dilalaikan dengan bunyi-
bunyian dan nyanyian-nyanyian, maka Allah akan tenggelamkan mereka itu kedalam bumi dan akan menjadikan mereka itu seperti kera dan babi. Riwayat
Ibnu Majah
Bukan merupakan kelaziman kalau mereka itu dirombak bentuk dan potongannya, tetapi apa yang dimaksud dirombak jiwanya dan rohnya. Bentuknya bentuk
manusia tetapi jiwanya, jiwa kera dan rohnya roh babi.
4.3.5 Judi adalah Kawan Arak