Isteri yang Melayani Tamu-Tamu Suaminya Hubungan Kelamin yang Tidak Normal adalah Berdosa Besar

Rasulullah s.a.w. pernah menyuruh Fatimah binti Qais supaya menghabiskan iddahnya di rumah Ummu Syarik. Tetapi kemudian menyusuli perkataan: Dia Ummu Syarik adalah seorang perempuan yang disibukkan oleh urusan sahabat- sahabatku, justru itu beriddah sajalah kamu di rumah Ibnu Ummi Maktum karena dia itu seorang laki-laki buta, kamu lepas pakaianmu tetapi dia tidak melihatmu. Tafsir Qurthubi, juz 1-2:228

3.1.8 Isteri yang Melayani Tamu-Tamu Suaminya

Dan lebih tegas lagi, bahwa seorang isteri boleh melayani tamu-tamu suaminya di hadapan suami, asal dia melakukan tata kesopanan Islam, baik dalam segi berpakaiannya, berhiasnya, berbicaranya dan berjalannya. Sebab secara wajar mereka ingin melihat dia dan dia pun ingin melihat mereka. Oleh karena itu tidak berdosa untuk berbuat seperti itu apabila diyakinkan tidak terjadi fitnah suatu apapun baik dari pihak isteri maupun dari pihak tamu. Sahal bin Saad al-Anshari berkata sebagai berikut: Ketika Abu Asid as-Saidi menjadi pengantin, dia mengundang Nabi dan sahabat- sahabatnya, sedang tidak ada yang membuat makanan dan yang menghidangkannya kepada mereka itu kecuali isterinya sendiri, dia menghancurkan menumbuk korma dalam suatu tempat yang dibuat dari batu sejak malam hari. Maka setelah Rasulullah s.a. w. selesai makan, dia sendiri yang berkemas dan memberinya minum dan menyerahkan minuman itu kepada Nabi. Riwayat Bukhari dan Muslim Dari hadis ini, Syaikhul Islam Ibnu Hajar berpendapat: Seorang perempuan boleh melayani suaminya sendiri bersama orang laki-laki yang diundangnya ... Tetapi tidak diragukan lagi, bahwa hal ini apabila aman dari segala fitnah serta dijaganya hal-hal yang wajib, seperti hijab. Begitu juga sebaliknya, seorang suami boleh melayani isterinya dan perempuan-perempuan yang diundang oleh isterinya itu. Dan apabila seorang perempuan itu tidak menjaga kewajiban-kewajibannya, misalnya soal hijab, seperti kebanyakan perempuan dewasa ini, maka tampaknya seorang perempuan kepada laki-laki lain menjadi haram.

3.1.9 Hubungan Kelamin yang Tidak Normal adalah Berdosa Besar

Tinggal satu yang perlu kita ketahui, khususnya tentang masalah penyaluran gharizah seksual dalam hukum Islam. Sebagaimana Islam mengharamkan perbuatan zina dan seluruh jalan yang membawa kepada perbuatan tersebut, maka begitu juga Islam mengharamkan hubungan seks yang tidak normal yang sekarang ini dikenal dengan liwath homoseks. Perbuatan ini bertentangan dengan fitrah manusia, melemparkan kotoran ke dalam jiwa, merusak sifat kelaki-lakian dan merampas hak-hak perempuan. Tersebarnya kotoran ini dalam suatu masyarakat, berarti akan hancurlah eksistensi masyarakat itu dan akan menjadikan masyarakat tersebut diperhamba oleh kotoran serta lupa terhadap etika, setiap bentuk kebaikan dan perasaan. Kiranya cukup bagi kita apa yang dikatakan al-Quran tentang kisahnya kaum Nabi Luth yang bergelimang dalam kemungkaran ini. Mereka tinggalkan isteri-isterinya yang baik dan halal itu, justru untuk menuruti syahwat yang haram ini. Untuk itulah maka Nabi Luth mengatakan kepada mereka Apakah patut kamu datangi orang-orang laki-laki dan kamu tinggalkan isteri- isteri kamu yang justru dijadikan oleh Tuhanmu untuk kamu? Bahkan kamu adalah kaum melewati batas. as-Syuara: 165-166 Al-Quran menentang mereka ini melalui lidah Luth, dengan menganggapnya sebagai perbuatan yang memusuhi, kebodohan, berlebih-lebihan, merusak dan dosa. Salah satu daripada keganjilan yang menunjukkan rusaknya fitrah mereka, hilangnya kesadaran mereka, jatuhnya martabat mereka dan rusaknya perasaan mereka; yaitu sikapnya kepada para tamu Nabi Luth yang pada hakikatnya mereka itu adalah malaikat yang membawa siksa yang diutus Allah dalam bentuk manusia untuk menguji dan mencatat sikap mereka itu. Al-Quran mengisahkan peristiwa itu sebagai berikut: Dan tatkala utusan-utusan kami datang kepada Nabi Luth, mereka merasa tidak senang dan sempit dada terhadap mereka itu, dan ia berkata: Ini satu hari yang payah. Dan datanglah kaumnya kepadanya dengan cepat-cepat, sedang mereka sudah biasa mengerjakan kejahatan, maka ia Luth berkata: Hai kaumku Anak- anak perempuanku ini lebih bersih buat kamu, oleh karena itu takutlah kepada Allah dan jangan kamu menyusahkan aku terhadap tamuku ini; tidakkah ada di antara kamu ini orang yang sangat cerdik? Hud: 77-78 Mereka kemudian menjawab: Sungguh engkau sudah tahu, bahwa kami samasekali tidak ada keinginan terhadap anak-anak perempuanmu; dan kamu tahu apa yang kami maksud. Luth kemudian menjawab: Alangkah baiknya kalau saya mempunyai kekuatan atau saya bisa berlindung kepada satu tiang yang kuat Para utusan itu kemudian berkata: Hai Luth Sesungguhnya kami ini adalah utusan Tuhanmu, mereka tidak akan bisa sampai kepadamu. Hud: 79-81 Ahli-ahli fiqih berbeda pendapat tentang hukuman orang yang berbuat kemungkaran ini: Apakah harus dihukum seperti hukuman berzina? Ataukah kedua belah pihak harus dibunuh? Dan kalau dibunuh dengan apa mereka itu dibunuh? Apakah dengan pedang, ataukah dibakar? Ataukah dijatuhkan dari atas dinding yang tinggi? Ketegasan yang kadang-kadang nampaknya seperti keras ini, hanya dimaksudkan demi membersihkan masyarakat Islam dari dosa yang berbahaya dan merusak yang hanya akan melahirkan kerusakan dan keonaran belaka.

3.1.10 Hukumnya Onani Masturbatio