sebagainya, sedang si laki-laki tidak dapat menahan nafsunya lebih banyak seperti orang perempuan. Apakah dalam situasi seperti itu si laki-laki tersebut tidak boleh
kawin dengan perempuan lain yang halal sebagai tempat mencari kawan tidur?
Dan ada kalanya jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah laki-laki, lebih- lebih karena akibat dari peperangan yang hanya diikuti oleh laki-laki dan pemuda-
pemuda. Maka di sini poligami merupakan suatu kemaslahatan buat masyarakat dan perempuan itu sendiri, sehingga dengan demikian mereka akan merupakan
manusia yang bergharizah yang tidak hidup sepanjang umur berdiam di rumah, tidak kawin dan tidak dapat melaksanakan hidup berumahtangga yang di
dalamnya terdapat suatu ketenteraman, kecintaan, perlindungan, nikmatnya sebagai ibu dan keibuan sesuai pula dengan panggilan fitrah.
Ada tiga kemungkinan yang bakal terjadi sebagai akibat banyaknya laki-laki yang mampu kawin, yaitu:
1. Mungkin orang-orang perempuan itu akan hidup sepanjang umur dalam kepahitan hidup.
2. Mungkin mereka akan melepaskan kendalinya dengan menggunakan obat- obat dan alat-alat kontrasepsi untuk dapat bermain-main dengan laki-laki
yang haram. 3. Atau mungkin mereka mau dikawini oleh laki-laki yang sudah beristeri
yang kiranya mampu memberi nafkah dan dapat bergaul dengan baik. Tidak diragukan lagi, bahwa kemungkinan ketiga adalah satu-satunya jalan yang
paling bijaksana dan obat mujarrab. Dan inilah hukum yang dipakai oleh Islam, sedang Siapakah hukumnya yang lebih baik selain hukum Allah untuk orang-
orang yang mau beriman? al-Maidah: 50
Inilah sistem poligami yang banyak ditentang oleh orang-orang Kristen Barat yang dijadikan alat untuk menyerang kaum Muslimin, di mana mereka sendiri
membenarkan laki-lakinya untuk bermain dengan perempuan-perempuan cabul, tanpa suatu ikatan dan perhitungan, betapapun tidak dibenarkan oleh undang-
undang dan moral. Poligami liar dan tidak bermoral ini akan menimbulkan perempuan dan keluarga yang liar dan tidak bermoral juga. Kalau begitu manakah
dua golongan tersebut yang lebih kukuh dan lebih baik?
3.2.11 Hubungan Suami-Isteri
Al-QURAN menganggap penting untuk menampilkan masalah tujuan kejiwaan dari perkawinan, dan tujuan itu justru dijadikan standar membina kehidupan
berumahtangga. Tujuan ini untuk melukiskan ketenteraman nafsu seksual dengan memperoleh keragaman cinta antara suami-isteri, memperluas dunia kasih-sayang
antara dua keluarga, lebih meratanya perasaan cinta kasih yang meliputi kedua orang tua sarnpai kepada anak-anak.
Inilah arti yang terkandung dalam firman Allah yang mengatakan: Di antara tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah, yaitu Ia menjadikan untuk
kamu jodoh-jodoh dari diri-diri kamu sendiri supaya kamu menjadi tenteram dengan jodoh itu, dan Ia menjadikan antara kamu cinta dan kasih-sayang,
sesungguhnya yang demikian itu sungguh sebagai bukti-bukti bagi orang yang mau berfikir. ar-Rum: 21
3.2.12 Jalinan Perasaan Antara Suami-Isteri
Tetapi al-Ouran juga tidak melupakan segi perasaan dan hubungan badaniah antara suami-isteri. Untuk itu maka al-Quran memberikan bimbingan ke arah yang
lebih lurus yang dapat menyalurkan kepentingan naluri dan menghindari yang tidak diinginkan.
Dalam riwayat diceriterakan, bahwa orang-orang Yahudi dan Majusi terlalu berlebih-lebihan dalam menjauhi isterinya ketika datang bulan; kebalikan dari
orang-orang Nasrani, yang menyetubuhi isterinya ketika datang bulan. Mereka samasekali tidak menghiraukan masalah datang bulan itu. Dan orang-orang
jahiliah samasekali tidak mau makan, minum, duduk-duduk dan tinggal serumah dengan isterinya yang kebetulan datang bulan, seperti yang dikerjakan oleh orang
Yahudi dan Majusi.
Justru itu sementara orang-orang Islam bertanya kepada Nabi, apa yang sebenarnya dihalalkan dan apa pula yang diharamkan buat mereka, ketika
isterinya itu datang bulan. Maka turunlah ayat yang berbunyi:
Dan mereka bertanya kepadamu tentang darah haidh, maka jawablah: bahwa dia itu berbahaya. Oleh karena itu jauhilah perempuan ketika haidh, dan jangan
kamu dekati mereka sehingga mereka suci, dan apabila sudah suci, maka bolehlah kamu
hampiri mereka
itu sebagaimana
Allah perintahkan
kepadamu, sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang taubat dan orang-orang
yang bersih. al-Baqarah: 222
Sementara orang Arab ada yang memahami arti menjauhi perempuan ketika haidh itu berarti tidak boleh tinggal bersama mereka, justru itu Nabi Muhammad s.a.w.
kemudian menjelaskan kepada mereka maksud daripada ayat tersebut, dengan sabdanya sebagai berikut.
Saya hanya perintahkan kepadamu supaya kamu tidak menyetubuhi mereka ketika mereka itu dalam keadaan haidh; dan saya tidak menyuruh kamu untuk
mengusir mereka dari rumah seperti yang dilakukan oleh orang ajam. Ketika orang-orang Yahudi mendengar penjelasan ini, kemudian mereka berkata: si laki-
laki ini Nabi Muhammad bermaksud tidak akan membiarkan sedikitpun dari urusan kita, melainkan ia selalu menyalahinya.
14
Dengan demikian tidak salah seorang muslim bersenang-senang dengan isterinya ketika dalam keadaan haidh, asalkan menjauhi tempat yang berbahaya itu.
Di sini Islam tetap berdiri --sebagaimana statusnya semula-- yaitu penengah antara dua golongan yang ekstrimis, di satu pihak sangat ekstrim dalam menjauhi
perempuan yang sedang datang bulan sampai harus mengusirnya dari rumah; sedang di pihak lain memberikan kebebasan sampai kepada menyetubuhinya pun
tidak salah.
Ilmu kesehatan modern telah menyingkapkan, bahwa darah haidh menstrubatio satu peristiwa pancaran zat-zat racun yang membahayakan tubuh apabila zat itu
masih melekat pada badan.
Ilmu pengetahuan itu telah menyingkap juga rahasia dilarangnya menyetubuhi perempuan ketika haidh. Sebab kalau anggota kelamin itu dalam keadaan tertahan
sedang urat-urat dalam keadaan terganggu karena mengalirnya kelenjar-kelenjar dalam, maka waktu persetubuhan coitus sangat membahayakan kelenjar-kelenjar
tersebut, bahkan kadang-kadang dapat menahan melelehnya darah haidh. Dan ini banyak sekali membawa kegoncangan urat saraf dan kadang-kadang bisa menjadi
sebab peradangan pada alat kelamin itu.
15
3.2.13 Jangan Bersetubuh di Dubur