Ahludz Dzimmah Orang Kafir yang Berada di Wilayah Pemerintahan Islam

Dan jangan kamu mengadakan perdebatan dengan ahli kitab melainkan dengan perdebatan yang kiranya lebih baik, kecuali terhadap orang-orang yang berbuat zalim dari antara mereka, Namun begitu katakanlah: kami beriman kepada kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah Esa, dan kepadaNya kami menyerah. al-Ankabut: 46 Kita semua sudah tahu, betapa Islam membenarkan makan makanan dan sembelihan ahli kitab. Dan begitu juga dibolehkan kita mengadakan hubungan perkawinan denyan perempuan-perempuan mereka, padahal perkawinan itu sendiri intinya demi ketenteraman sakinah, cinta mawaddah dan kasih-sayang rahmah, Firman Allah: Makanan orang-orang yang diberi kitab ahli kitab, halal buat kamu dan makananmu halal buat mereka, dan begitu juga perempuan mumin yang terpelihara dan perempuan-perempuan yang terpelihara dari orang-orang yang telah diberi kitab sebelum kamu. al-Maidah: 5 Ini, dalam hubungannya dengan ahli kitab secara umum. Adapun khusus terhadap orang-orang Nasrani, al-Quran telah meletakkan mereka pada suatu tempat yang berdekatan sekali dengan orang-orang Islam. Yaitu seperti diterangkan Allah: Sungguh kamu akan menjumpai orang yang paling dekat cintanya kepada orang- orang mumin, ialah orang-orang yang mengatakan: kami ini adalah nashara; yang demikian itu disebabkan di antara mereka ada pendeta-pendeta dan pastor-pastor, dan sesungguhnya mereka itu tidak sombong. al-Maidah: 82

4.5.2 Ahludz Dzimmah Orang Kafir yang Berada di Wilayah Pemerintahan Islam

Ketentuan-ketentuan tersebut di atas meliputi seluruh ahli kitab di mana saja mereka berada. Tetapi untuk mereka yang berada di bawah naungan pemerintahan Islam ada satu tempat khusus. Mereka ini dalam istilah yang dipakai ummat Islam dinamakan Ahludz Dzimmah. Dzimmah itu sendiri artinya: perjanjian. Kata-kata ini memberikan suatu isyarat, bahwa mereka itu mendapat perjanjian Allah, Nabi dan jamaatul muslimin untuk hidup di bawah naungan Islam dengan aman dan tenteram. Mereka ini dalam istilah sekarang disebut Warga Negara dalam suatu negara Islam. Seluruh ummat Islam dari dahulu sampai sekarang sudah sepakat, bahwa apa yang bermanfaat buat mereka bermanfaat juga bagi ummat Islam dan apa yang membahayakan mereka, berbahaya juga bagi ummat Islam. Kecuali masalah keyakinan dan urusan agama, maka Islam berlepas diri dari mereka berikut cara- cara persembahannya. Rasulullah s.a.w. memperkeras wasiatnya tentang masalah ahli kitab ini, dengan suatu ancaman siapa yang menentangnya akan mendapat murka dan siksaan Allah. Seperti tersebut dalam salah satu hadisnya yang berbunyi sebagai berikut: Barangsiapa mengganggu seorang kafir dzimmi, maka sungguh ia mengganggu saya, dan barangsiapa mengganggu saya, maka sungguh ia mengganggu Allah. Riwayat Thabarani Barangsiapa mengganggu seorang kafir dzimmi, maka saya adalah musuhnya, dan barangsiapa memusuhi saya, maka akan saya musuhinya nanti di hari kiamat. Riwayat al-Khatib Barangsiapa berlaku zalim kepada seorang kafir ahdi, atau mengurangi haknya, atau memberi beban melebihi kemampuannya, atau mengambil sesuatu daripadanya dengan niat yang tidak baik, maka saya adalah pembelanya nanti di hari kiamat. Riwayat Abu Daud Para khalifah Nabi telah melaksanakan perlindungan hak dan kehormatan ini terhadap warga negara yang bukan beragama Islam. Dan diperkuat pula oleh para ahli fiqih dalam berbagai madzhab. Seorang ahli fiqih Maliki Syihabuddin al-Qarafi mengatakan: Perjanjian perlindungan adalah menentukan hak yang harus kita patuhinya karena sesungguhnya mereka itu berada di samping kita, dalam perlindungan kita, dalam perjanjian kita, dalam perjanjian Allah, dalam perjanjian Rasulullah dan dalam perjanjian Islam. Oleh karena itu barangsiapa mengganggu mereka kendati dengan sepatah kata yang tidak baik, atau dengan mengumpat yang menodai kehormatan mereka, atau macam gangguan apapun atau membantu perbuatan tersebut, maka sungguh ia telah mengenyampingkan perjanjian Allah, perjanjian Rasulullah dan perjanjian Agama Islam. 36 Ibnu Hazm, salah seorang ahli fiqih Dhahiri mengatakan: Kalau ada kafir harbi datang ke negeri kita untuk mengganggu ahludz-dzimmi, maka kita wajib keluar untuk melawannya dengan memanggul senjata dan bersedia mati demi melindungi orang yang berada dalam lindungan Allah dan RasulNya. Sebab menyerahkan mereka ini berarti mengabaikan perjanjian perlindungan. 37

4.5.3 Bersahabat