Perintah di sini mengandung arti sunnat, sebagaimana biasa dikerjakan oleh para sahabat, misalnya Abubakar dan Umar. Sedang yang lain tidak melakukannya,
seperti Ali, Ubai bin Kaab dan Anas.
Tetapi warna apakah semir yang dibolehkan itu? Dengan warna hitam dan yang lainkah atau harus menjauhi warna hitam? Namun yang jelas, bagi orang yang
sudah tua, ubannya sudah merata baik di kepalanya ataupun jenggotnya, tidak layak menyemir dengan warna hitam. Oleh karena itu tatkala Abubakar membawa
ayahnya Abu Kuhafah ke hadapan Nabi pada hari penaklukan Makkah, sedang Nabi melihat rambutnya bagaikan pohon tsaghamah yang serba putih buahnya
maupun bunganya.
Untuk itu, maka bersabdalah Nabi: Ubahlah ini uban tetapi jauhilah warna hitam. Riwayat Muslim
Adapun orang yang tidak seumur dengan Abu Kuhafah yakni belum begitu tua, tidaklah berdosa apabila menyemir rambutnya itu dengan warna hitam. Dalam hal
ini az-Zuhri pernah berkata: Kami menyemir rambut dengan warna hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau wajah sudah mengerut dan gigi pun telah
goyah, kami tinggalkan warna hitam tersebut.
22
Termasuk yang membolehkan menyemir dengan warna hitam ini ialah segolongan dari ulama salaf termasuk para sahabat, seperti: Saad bin Abu Waqqash, Uqbah
bin Amir, Hasan, Husen, Jarir dan lain-lain.
Sedang dari kalangan para ulama ada yang berpendapat tidak boleh warna hitam kecuali dalam keadaan perang supaya dapat menakutkan musuh, kalau mereka
melihat tentara-tentara Islam semuanya masih nampak muda.
23
Dan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzar mengatakan: Sebaik-baik bahan yang dipakai untuk menyemir uban ialah pohon inai dan
katam. Riwayat Tarmizi dan Ashabussunan
Inai berwarna merah, sedang katam sebuah pohon yang tumbuh di zaman Rasulullah s.a.w. yang mengeluarkan zat berwarna hitam kemerah-merahan.
Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Abubakar menyemir rambutnya dengan inai dan katam, sedang Umar hanya dengan inai saja.
2.2.13 Memelihara Jenggot
Termasuk yang urgen dalam permasalahan kita ini, ialah tentang memelihara jenggot. Untuk ini Ibnu Umar telah meriwayatkan dari Nabi s.a.w. yang
mengatakan sebagai berikut:
Berbedalah kamu dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis. Riwayat Bukhari
Perkataan ifa pelihara dalam riwayat lain diartikan tarkuha wa ibqaauha tinggalkanlah dan tetapkanlah.
Hadis ini menerangkan alasan diperintahkannya untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis, yaitu supaya berbeda dengan orang-orang musyrik. Sedang yang
dimaksud orang-orang musyrik di sini ialah orang-orang Majusi penyembah api, dimana
mereka itu
biasa menggunting
jenggotnya, bahkan
ada yang
mencukurnya. Perintah Rasulullah ini mengandung pendidikan untuk umat Islam supaya mereka
mempunyai kepribadian tersendiri serta berbeda dengan orang kafir lahir dan batin, yang tersembunyi maupun yang tampak. Lebih-lebih dalam hal mencukur
jenggot ini ada unsur-unsur menentang fitrah dan menyerupai orang perempuan. Sebab jenggot adalah lambang kesempurnaan laki-laki dan tanda-tanda yang
membedakan dengan jenis lain.
Namun demikian, bukan berarti samasekali tidak boleh memotong jenggot dimana kadang-kadang jenggot itu kalau dibiarkan bisa panjang yang menjijikkan yang
dapat mengganggu pemiliknya. Untuk itulah maka jenggot yang demikian boleh diambildigunting kebawah maupun kesamping, sebagaimana tersebut dalam
hadis rlwayat Tarmizi. Hal ini pernah juga dikerjakan oleh sementara ulama salaf, seperti kata Iyadh: Mencukur, menggunting dan mencabut jenggot dimakruhkan.
Tetapi kalau diambil dari panjangnya atau ke sampingnya apabila ternyata jenggot itu besar tebal, maka itu satu hal yang baik.
Dan Abu Syamah juga berkata: Terdapat suatu kaum yang biasa mencukur jenggotnya. Berita yang terkenal, bahwa yang berbuat demikian itu ialah orang-
orang Majusi, bahwa mereka itu biasa mencukur jenggotnya.
24
Kami berpendapat: Bahwa kebanyakan orang-orang Islam yang mencukur jenggotnya itu lantaran mereka meniru musuh-musuh mereka dan kaum penjajah
negeri mereka dan orang-orang Yahudi dan Kristen. Sebagaimana kelazimannya, bahwa orang-orang yang kalah senantiasa meniru orang yang menang. Mereka
melakukan hal itu jelas telah lupa kepada perintah Rasulullah yang menyuruh supaya mereka berbeda dengan orang-orang kafir. Di samping itu mereka telah
lupa pula terhadap larangan Nabi tentang menyerupai orang kafir, seperti yang tersebut dalam hadisnya yang mengatakan:
Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia itu termasuk golongan mereka. Riwayat Abu Dawud
Kebanyakan ahli-ahli fiqih yang berpendapat tentang haramnya mencukur jenggot itu berdalil perintah Rasul di atas. Sedang tiap-tiap perintah asalnya menunjukkan
pada wajib, lebih-lebih Rasulullah sendiri telah memberikan alasan perintahnya itu supaya kita berbeda dengan orang-orang kafir. Dan berbeda dengan orang kafir
itu sendiri hukumnya wajib pula.
Tidak seorang pun ulama salaf yang meninggalkan kewajiban ini. Tetapi sementara ulama-ulama sekarang ada yang membolehkan mencukur jenggot
karena terpengaruh oleh keadaan dan memang karena bencana yang telah meluas. Mereka ini berpendapat, bahwa memelihara jenggot itu termasuk perbuatan
Rasulullah yang bersifat duniawiah, bukan termasuk persoalan syara yang harus ditaati. Tetapi yang benar, bahwa memelihara jenggot itu bukan sekedar filiyah
Nabi, bahkan ditegaskan pula dengan perintah dan disertai alasan supaya berbeda dengan orang kafir,
Ibnu Taimiyah menegaskan, bahwa berbeda dengan orang kafir adalah suatu hal yang oleh syara ditekankan. Dan menyerupai orang kafir dalam lahiriahnya dapat
menimbulkan perasaan kasih dalam hatinya, sebagaimana perasaan kasih dalam batin dapat menimbulkan perasaan dalam lahir. Ini sudah dibuktikan sendiri oleh
suatu kenyataan dan diperoleh berdasarkan suatu percobaan.
Selanjutnya ia berkata: Al-Quran, Hadis dan Ijma sudah menegaskan terhadap perintah supaya berbeda dengan orang kafir dan dilarang menyerupai mereka
secara keseluruhannya. Apa saja yang kiranya menimbulkan kerusakan walaupun agak tersembunyi, maka sudah dapat dikaitkan dengan suatu hukum dan dapat
dinyatakan haram. Maka dalam hal menyerupai orang kafir pada lahiriahnya sudah merupakan sebab untuk menyerupai akhlak dan perbuatannya yang tercela,
bahkan akan bisa berpengaruh pada kepercayaan. Pengaruhnya ini memang tidak dapat dikonkritkan, dan kejelekan yang ditimbulkan akibat dari sikap menyerupai
itu sendiri kadang-kadang tidak begitu jelas, bahkan kadang-kadang sukar dibuktikan. Tetapi setiap hal yang menjadi sebab timbulnya suatu kerusakan,
syara menganggapnya suatu hal yang haram.
25
Dari keterangan-keterangan di atas dapat kita simpulkan, bahwa masalah mencukur jenggot ini ada tiga pendapat:
1. Pendapat pertama: Hukumnya haram. Yang berpendapat demikian, ialah Ibnu Taimiyah dan lain-lain.
2. Pendapat kedua: Makruh. Yang berpendapat demikian ialah Iyadh, sebagaimana tersebut dalam Fathul Bari. Sedang ulama lain tidak ada yang
berpendapat demikian. 3. Pendapat ketiga: Mubah. Yang berpendapat demikian sementara ulama
sekarang. Tetapi barangkali yang agak moderat dan bersikap tengah-tengah yaitu pendapat
yang menyatakan makruh. Sebab tiap-tiap perintah tidak selamanya menunjukkan pada wajib, sekalipun dalam hal ini Nabi telah memberikan alasannya supaya
berbeda dengan orang kafir. Perbandingan yang lebih mendekati kepada persoalan
ini ialah tentang perintah menyemir rambut supaya berbeda dengan orang Yahudi dan Kristen. Tetapi sebagian sahabat ada yang tidak mengerjakannya. Oleh karena
itu perintah tersebut sekedar menunjukkan sunnat.
Betul tidak ada seorang pun ulama salaf yang mencukur jenggot, tetapi barangkali saja karena mereka tidak begitu memerlukan, karena memelihara jenggot waktu
itu sudah menjadi kebiasaan mereka.
2.3 Dalam Rumah