Akan tetapi jika keadaan pasar itu tidak normal, misalnya ada penimbunan oleh sementara pedagang, dan adanya permainan harga oleh para pedagang, maka
waktu itu
kepentingan umum
harus didahulukan
daripada kepentingan
perorangan. Dalam situasi demikian kita dibolehkan menetapkan harga demi memenuhi
kepentingan masyarakat
dan demi
menjaga dari
perbuatan kesewenang-wenangan dan demi mengurangi keserakahan mereka itu. Begitulah
menurut ketetapan prinsip hukum.
Dengan demikian, apa yang dimaksud oleh hadis di atas, bukan berarti mutlak dilarang menetapkan harga, sekalipun dengan maksud demi menghilangkan
bahaya dan menghalang setiap perbuatan zalim. Bahkan menurut pendapat para ahli, bahwa menetapkan harga itu ada yang bersifat zalim dan terlarang, dan ada
pula yang bijaksana dan halal.
Oleh karenanya, jika penetapan harga itu mengandung unsur-unsur kezaliman dan pemaksaan yang tidak betul; yaitu dengan menetapkan suatu harga yang tidak
dapat diterima, atau melarang sesuatu yang oleh Allah dibenarkan, maka jelas penetapan harga semacam itu hukumnya haram.
Tetapi jika penetapan harga itu penuh dengan keadilan, misalnya dipaksanya mereka untuk menunaikan kewajiban membayar harga mitsil dan melarang
mereka menambah dari harga mitsil, maka hal ini dipandang halal, bahkan hukumnya waiib.
Dalam bagian pertama, masuk apa yang disebut oleh hadis di atas. Jadi kalau orang-orang menjual barang dagangannya menurut cara yang lazim tanpa ada
sikap-sikap zalim dari mereka, kemudian harga naik, mungkin karena sedikitnya barang atau karena banyaknya orang yang membutuhkan, sesuai dengan hukum
penawaran dan permintaan, maka naiknya harga semacam itu kita serahkan kepada Allah. Tetapi kalau orang-orang dipaksa menjual barangnya dengan harga
tertentu, ini namanya suatu pemaksaan yang tidak dapat dibenarkan.
Adapun dalam bagian kedua, yaitu misalnya si penjual tidak mau menjual barangnya, padahal sangat dibutuhkan orang banyak, melainkan dengan tambahan
harga yang ditentukan, maka di sinilah timbulnya suatu keharusan memaksa mereka untuk menjual barangnya itu dengan harga mitsil.
6
Pengertian menetapkan harga dalam hal ini hanyalah suatu pemaksaan untuk menjualnya dengan harga mitsil, dan suatu penetapan dengan cara yang adil
sebagai memenuhi perintah Allah.
7
4.2.4 Penimbun Dilaknat
Sekalipun Islam memberikan kebebasan kepada setiap orang dalam menjual, membeli dan yang menjadi keinginan hatinya, tetapi Islam menentang dengan
keras sifat ananiyah egois yang mendorong sementara orang dan ketamakan
pribadi untuk menumpuk kekayaan atas biaya orang lain dan memperkaya pribadi, kendati dari bahan baku yang menjadi kebutuhan rakyat.
Untuk itu Rasulullah s.a.w. melarang menimbun dengan ungkapan yang sangat keras.
Sabda Rasul: Barangsiapa menimbun bahan makanan selama empat puluh malam, maka
sungguh Allah tidak lagi perlu kepadanya. Riwayat Ahmad, Hakim, Ibnu Abu Syaibah dan Bazzar
Dan sabdanya pula: Tidak akan menimbun kecuali orang berbuat dosa. Riwayat Muslim
Perkataan khathiun orang yang berbuat dosa bukan kata yang ringan. Perkataan ini yang dibawakan oleh al-Quran untuk mensifati orang-orang yang sombong dan
angkuh, seperti Firaun, Haaman dan konco-konconya. Al-Quran itu mengatakan:
Sesungguhnya Firaun dan Haaman dan bala tenteranya, adalah orang-orang yang berbuat salahdosa. al-Qashash: 8
Rasulullah s.a.w. menegaskan tentang kepribadian dan ananiyah orang yang suka menimbun itu sebagai berikut:
Sejelek-jelek manusia ialah orang yang suka menimbun; jika dia mendengar harga murah, merasa kecewa; dan jika mendengar harga naik, merasa gembira.
hadis ini dibawakan oleh Razin dalam Jaminya
Dan sabdanya pula: Saudagar itu diberi rezeki, sedang yang menimbun dilaknat. Riwayat Ibnu
Majah dan Hakim
Ini semua bisa terjadi, karena seorang pedagang bisa mengambil keuntungan dengan dua macam jalan:
1. Dengan jalan menimbun barang untuk dijual dengan harga yang lebih tinggi, di saat orang-orang sedang mencari dan tidak mendapatkannya,
kemudian datanglah orang yang sangat membutuhkan dan dia sanggup membayar berapa saja yang diminta, kendati sangat tinggi dan melewati
batas.
2. Dengan jalan memperdagangkan sesuatu barang, kemudian dijualnya dengan keuntungan yang sedikit. Kemudian ia membawa dagangan lain
dalam waktu dekat dan dia beroleh keuntungan pula. Kemudian dia berdagang lainnya pula dan beroleh untung lagi. Begitulah seterusnya.
Mencari keuntungan dengan jalan kedua ini lebih dapat membawa kemaslahatan dan lebih banyak mendapatkan barakah serta si pemiliknya sendiri --insya Allah--
akan beroleh rezeki, sebagaimana spirit yang diberikan oleh Nabi s.a.w.
Di antara hadis-hadis penting yang berkenaan dengan masalah penimbunan dan permainan harga ini, ialah hadis yang diriwayatkan oleh Maqil bin Yasar salah
seorang sahabat Nabi. Ketika dia sedang menderita sakit keras, didatangi oleh Abdullah bin Ziad
--salah seorang gubernur dinasti Umaiyah-- untuk
menjenguknya. Waktu itu Abdullah bertanya kepada Maqil: Hai Maqil: Apakah kamu menduga, bahwa aku ini seorang yang memeras darah haram? Ia menjawab:
Tidak. Ia bertanya lagi: Apakah kamu pernah melihat aku ikut campur dalam masalah harga orang-orang Islam? Ia menjawab: Saya tidak pernah melihat.
Kemudian
Maqil berkata:
Dudukkan aku
Mereka pun
kemudian mendudukkannya, lantas ia berkata: Dengarkanlah, hai Abdullah Saya akan
menceriterakan kepadamu tentang sesuatu yang pernah saya dengar dari Rasulullah s.a.w., bukan sekali dua kali.
Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda demikian: Barangsiapa ikut campur tentang harga-harga orang-orang Islam supaya
menaikkannya sehingga mereka keberatan, maka adalah menjadi ketentuan Allah untuk mendudukkan dia itu pada api yang sangat besar nanti di hari kiamat.
Kemudian Abdullah bertanya: Engkau benar-benar mendengar hal itu dari Rasulullah s.a.w.? Maqil menjawab: Bukan sekali dua kali. Riwayat Ahmad
dan Thabarani
Dari nas-nas hadis tersebut dan mafhumnya, para ulama beristimbat menetapkan suatu hukum, bahwa diharamkannya menimbun adalah dengan dua syarat:
1. Dilakukan di suatu negara di mana penduduk negara itu akan menderita sebab adanya penimbunan.
2. Dengan maksud untuk menatkkan harga sehingga orang-orang merasa payah, supaya dia beroleh keuntungan yang berlipat-ganda.
4.2.5 Mencampuri Kebebasan Pasar dengan Memalsu