Lembaga Anak Angkat Dihapus dengan praktek, Setelah Dihapusnya dengan Perkataan

Perkataan mulut tidak dapat mengalirkan darah ke dalam urat dan tidak dapat membentuk perasaan kebapaan ke dalam hati seseorang, dan tidak pula mengalir dalam kalbu anak angkat jiwa kehalusan sebagai anak betul; dia tidak dapat mewarisi keistimewaan-keistimewaan khusus dari ayah angkatnya dan ciri-ciri keluarga, baik jasmaniah, intelek maupun kejiwaannya. Islam telah menghapuskan seluruh pengaruh yang ditimbulkan oleh aturan ini, misalnya tentang warisan dan dilarangnya kawin dengan bekas isteri anak angkat. Dalam masalah warisan, karena tidak ada hubungan darah, perkawinan dan kerabat yang sebenarnya, maka oleh al-Quran hal itu samasekali tidak bernilai dan tidak menjadi penyebab mendapat warisan. Bahkan al-Quran mengatakan: Keluarga sebagian mereka lebih berhak terhadap sebagian, menurut kitabullah. al-Anfal: 75 Dan dalam hal perkawinan, al-Quran telah mengumandangkan, bahwa di antara perempuan-perempuan yang haram dikawin ialah bekas isteri anak betul-betul, bukan bekas isteri anak angkat. Firman Allah: Dan bekas isteri-isteri anakmu yang berasal dari tulang rusukmu sendiri. an- Nisa: 24 Oleh karena itu seseorang dibenarkan kawin dengan bekas isteri anak angkatnya, karena perempuan tersebut pada hakikatnya adalah bekas isteri orang lain. Justru itu tidak salah kalau dia mengawininya apabila telah dicerai oleh suaminya.

3.3.3.2 Lembaga Anak Angkat Dihapus dengan praktek, Setelah Dihapusnya dengan Perkataan

Persoalan ini tidak begitu mudah, sebab masalah anak angkat sudah menjadi aturan masyarakat dan berakar dalam kehidupan bangsa Arab. Oleh karena itu dalam kebijaksanaan Allah untuk menghapus dan memusnahkan pengaruh- pengaruh perlembagaan ini tidak cukup dengan omongan saja, bahkan dihapusnya dengan omongan dan sekaligus dengan praktek. Hikmah kebijaksanaan Allah dalam persoalan ini telah memilih Rasulullah s.a.w. sebagai pelakunya, untuk menghilangkan setiap keragu-raguan dan demi menolak setiap keberatan orang mumin tentang dibolehkannya mengawini bekas isteri anak-anak angkatnya; dan supaya mereka yakin, bahwa apa yang disebut halal, yaitu semua yang dihalalkan Allah; dan apa yang disebut haram, yaitu semua yang diharamkan Allah. Zaid bin Haritsah yang kita kenal sebagai Zaid bin Muhammad, telah dikawinkan dengan Zainab binti Jahsy sepupu Nabi sendiri. Tetapi karena kehidupan mereka berdua selalu goncang dan Zaid sendiri sudah banyak mengadu kepada Nabi tentang keadaan isterinya, sedang Nabi sendiri juga mengetahui keinginan Zaid untuk mencerainya, dan dengan wahyu Allah, Zainab akan dikawin oleh Nabi, tetapi kelemahan manusia tempoh-tempoh sangat mempengaruhi, maka Nabi takut bertemu dengn orang banyak. Oleh karena itu dia katakan kepada Zaid: Tahanlah isterimu itu dan takutlah kepada Allah Di sinilah ayat al-Quran kemudian turun untuk menegur sikap Nabi. Dan seketika itu beliau menyingsingkan lengan bajunya untuk tampil ke tengah-tengah masyarakat, guna menghapus sisa-sisa aturan kuno dan tradisi yang sudah usang yang mengharamkan seseorang mengawini bekas isteri anak angkatnya yang pada hakikatnya dia adalah orang asing itu. Maka berfirmanlah Allah: Dan ingatlah ketika engkau berkata kepada orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dan engkau juga telah memberi kenikmatan kepadanya Zaid bin Haritsah: tahanlah untukmu isterimu dan takutlah kepada Allah, dan engkau menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah tampakkan, dan engkau takut manusia, padahal Allahlah yang lebih berhak engkau takutinya. Maka tatkala Zaid memutuskan untuk mencerai Zainab, kami Allah kawinkan engkau dengan dia, supaya tidak menjadi beban bagi orang-orang mumin tentang bolehnya mengawini bekas isteri anak-anak angkatnya apabila mereka itu telah memutuskan mencerainya, dan keputusan Allah pasti terlaksana. al-Ahzab: 37 Kemudian al-Quran meneruskan untuk melindungi pribadi Nabi Muhammad s.a.w. dalam perbuatan ini dan memperkuat perkenannya serta menghilangkan anggapan dosa karena perbuatannya itu. Maka berkatalah al-Quran: Tidak boleh ada keberatan atas diri Nabi dalam hal yang telah diwajibkan oleh Allah kepadanya menurut sunnatullah pada orang-orang yang telah lalu sebelumnya, sebab perintah Allah itu suatu ketentuan yang telah ditentukan, yaitu orang-orang yang menyampaikan suruhan Allah dan mereka takut kepadaNya, dan tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah; dan kiranya cukuplah Allah sebagai pengira. Tidaklah Muhammad itu ayah bagi seseorang dari laki-laki kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup bagi sekalian Nabi, dan Allah Maha Mengetahui tiap-tiap sesuatu. al-Ahzab: 38-40

3.3.3.3 Mengangkat Anak dengan Arti Mendidik dan Memelihara