Pengajarannya di Al Azhar dan sekolah Qumhiyah (784 – 786 H)
1. Pengajarannya di Al Azhar dan sekolah Qumhiyah (784 – 786 H)
Ibnu Khaldun sampai di pelabuhan Iskandariah pada hari Idul Fitri tahun 784 H (November tahun 1382 M). Sebab kedatanganya ke Mesir adalah keikut sertaannya dalam kapal laut yang mengangkut para haji; namun penyebab sebenarnya yang ia sembunyikan adalah lari dari kekacauan politik di Maroko. Ia menetap di Iskandariyah selama sebulan menyiapkan persiapan haji atau setidaknya demikian yang tampak; namun kemudian ia tidak mendapatkan kesempatan untuk bisa pergi haji ke Mekkah atau bisa jadi memang ia tidak begitu serius untuk itu atau bisa juga ia mengalihkan pilihannya itu. Namun yang tampak dari ucapannya bahwasannya ia menyiapkan bekal haji, namun sayangnya ia tidak mempunyai kesempatan untuk merealisasikannya. Akan hal ini, ia mengungkapkan: aku menetap di Iskandariyah selama sebulan untuk menyiakan perbekalan haji, namun ternyata aku tidak mampu untuk pergi tahun itu ( Ta’rif 246). Apapun yang telah terjadi, ia lalu bermaksud untuk pergi Ke Kairo. Inilah untuk pertama kalinya ia melihat kota kairo. Ia menggmbarkan perasaan hatinya dan peradaban yang tampak di mata dengan penggambaran yang menarik dalam auto-biografinya Ta‟rif, dengan ungkapannya:
Lalu aku pindah ke Kairo pada awal Dzulqa‟dah. Aku melihat peradaban dunia, taman alam, sesaknya manusia, tingkatan manusia, keberagaman Islam, kursi kerajaan,
istana yang megah, bermacam-macam sekolah yang ada disetiap penjuru kota dan kumpulan ulama di berbagai bidangnya. Ia memisalkan pantai laut nil sebagai sungai surga yang mengalirkan air ke langit, memberikan minuman dan juga mengairi banyak tempat, memberikan banyak buah dan jugakebaikan. Aku berjalan melewati pusat kota dan kudapati banyak orang berlalu lalang. Pasar-pasarnya penuh dengan kenikmatan. Kami masih membicarakan tentang kota ini setelah banyak pembahasan akan bangunannya dan luasnya keadaannya. Sungguh berbeda ungkapan-ungkapan yang disampaikan oleh para syeikh dan sahabat kami tentangnya; kebutuhan dan perdagangan mereka semuanya bisa dibicarakan. Aku pernah bertanya pada seorang sahabat, hakim umum di Vas dan pembesar ulama di Maroko, Abu Abdullah Muqri yang baru datang dari haji pada tahun 740 H. lalu aku bertanya padanya, bagaimana kairo itu? ia lalu berkata: bagi siapa yang belum melihatnya, maka ia belum mengetahui kejayaan Islam. Lalu aku pun bertanya pada syreikh kami Abu Abbas bin Idris, pemuka ulama di Bijayah dengan pertanyaan yang sama. Lalu ia menjawab: masyarakatnya seolah dimulai dari ilmu matematika, ia mengisyaratkan akan banyaknya masyarakat yang ada didalamnya dan keamanan daerahnya. Lalu seorang sahabat kami, hakim dari ketentaraan di Vas, seorang ahli Fiqh dan juga penulis, Abu Qasim Al Barji di dewan kesultanan Abu anan, diutus untuk pergi menemui raja istana yang megah, bermacam-macam sekolah yang ada disetiap penjuru kota dan kumpulan ulama di berbagai bidangnya. Ia memisalkan pantai laut nil sebagai sungai surga yang mengalirkan air ke langit, memberikan minuman dan juga mengairi banyak tempat, memberikan banyak buah dan jugakebaikan. Aku berjalan melewati pusat kota dan kudapati banyak orang berlalu lalang. Pasar-pasarnya penuh dengan kenikmatan. Kami masih membicarakan tentang kota ini setelah banyak pembahasan akan bangunannya dan luasnya keadaannya. Sungguh berbeda ungkapan-ungkapan yang disampaikan oleh para syeikh dan sahabat kami tentangnya; kebutuhan dan perdagangan mereka semuanya bisa dibicarakan. Aku pernah bertanya pada seorang sahabat, hakim umum di Vas dan pembesar ulama di Maroko, Abu Abdullah Muqri yang baru datang dari haji pada tahun 740 H. lalu aku bertanya padanya, bagaimana kairo itu? ia lalu berkata: bagi siapa yang belum melihatnya, maka ia belum mengetahui kejayaan Islam. Lalu aku pun bertanya pada syreikh kami Abu Abbas bin Idris, pemuka ulama di Bijayah dengan pertanyaan yang sama. Lalu ia menjawab: masyarakatnya seolah dimulai dari ilmu matematika, ia mengisyaratkan akan banyaknya masyarakat yang ada didalamnya dan keamanan daerahnya. Lalu seorang sahabat kami, hakim dari ketentaraan di Vas, seorang ahli Fiqh dan juga penulis, Abu Qasim Al Barji di dewan kesultanan Abu anan, diutus untuk pergi menemui raja
Kairo pada saat itu adalah tempat pertemuan pemikiran dari timur dan juga barat. Setiap sultan dan rajanya terkenal secara luas akan perlindungan mereka akan bidang keilmuan dan juga kesenian di berbagai sekolah yangmereka bangun, juga di masjid Azhar yang telah dibangun sebelumnya oleh Bani Fathimiyah. Maka wajar apabila Ibnu Khaldun berkeinginan untuk bisa menetap di kota ini dengan perlindungan dan juga posisi yang berhak ia dapatkan sesuai dengan kemampuan dan kedudukannya yang tinggi diantara para ulama di zamannya, khususnya setelah nasibnya membawanya ke Kairo. Semua masyarakat Mesir mengetahu banyak akan profile dirinya, perjalanan hidupnya dan juga penelitian sosial dan sejarahnya, apalagi dengan kitab Mukaddimahnya yang terkenal, yang telah membuat kagun para pakar keilmuan, pemikiran dan juga sastrawan di Kairo dengan keoriginalannya dan
usahanya serta
keabsahan
penelitiannya dimana
41 Ia adalah risalah atau surat yang biasa ditulis dalam berbagai peristiwa dan hari-hari peringatan penting. Mereka mengutusnya untuk
pergi ke kuburan Rasulullah Saw yang dibawa oleh utusan khusus ke raudhoh syarifah dimana surat itu lalu dibaca di dekat kuburan Rasulullah Saw.
tersembunyi didalamnya kejeniusannya akan permasalahan kemasyarakatan. Nampak tulisannya ini telah dicetak berkali- kali dan disebarkan secara luas di semua negara Islam. Ibnu Khaldun termasuk salah satu kutu buku (teman setia perpustakaan) yang mempunyai banyak aktivitas di bidang ini.
Ibnu Khaldun pada saat itu berusia 52 tahun, namun ia masih mempunyai banyak aktivitas dan juga kekuatan, meneliti ke berbagai tingkatan orang-orang yang berkuasa dengan keilmiahannya dan bukan dengan petualangan politiknya yang pernah kental dengan dirinya dan yang karenanya juga ia pergi dari Maroko untuk menghindari jilatannya.
Ketika ia sampai di Kairo, ia banyak menemui para ulamanya, khususnya masyarakatnya yang menyambutnya dengan baik. Ia banyak menarik manfaat yang beasr dari banyaknya orang ini. Sekelilingnya penuh dengan orang-orang yang berpendidikan yang saling tukar menukar keilmuan mereka. Ia pun mengambil manfaat dari mereka dengan mengamati banyak karya mereka juga metode penelitian yang mereka lakukan. Azhar merupakan lembaga terbanyak dalam bidang keilmuan di Kairo, hingga telah muncul Universitas pada masa itu.Ibnu Khaldun pun lalu mengunjungi sekolah terbaik yang ada di Kairo dan menemui murid-murid yang ada disan dan kemudian ia pun mengadakan perkumpulan keilmuan secara umum. Ibnu Khaldun menggambarkan ramahnya penyambutan mereka dengan ungkapannya yang penuh dengan bahagia dan juga rasa tawadhu: ketika aku memasukinya, aku menetap di dalamnya beberapa hari. Ia tampak sesak dengan para pencari ilmu. Mereka mencari menfaat dengan barang yang sedikitdan aku tidak menemukan sedikitpun kata maaf atas itu. akupun lalu duduk untuk mengajar di Masjid Azhar (Ta‟rif 248). Tampak
bahwasannya ia mengajar hadits dan Fiqh Maliki serta menjelaskan pandangan sosialnya yang tercakup dalam
Mukaddimahnya. Pelajaran-pelajaran ini merupakan publikasi atas ketinggian ilmunya dan keluasan ilmu pengetahuannya serta besarnya kemampuannya dalam menjelaskan pemikirannya dan mempengaruhi pendengarnya. Ibnu Khaldun selain bisa meneliti secara ilmiah, orator yang ulung, muhadharah yang menarik yang membuka pikiran pendengarnya dengan ilmu mantiqq dan keindahan bahasanya. Inilah yang dikatakan banyak pemikir, pakar lingusitik Mesir yang mendengarkan perkulihan darinya ataupun belajar darinya. diantara mereka sejarawan terkenal Taqiyuddin Al Maqrizy dan Ibnu Hajar Al Atsqalany walau pada akhirnya ia berbeda pendapat dengannya. Maqrizy berkata dalam bukunya Suluk: pada bulan ini (ramadhan 784 H), datang syeikh kami Abu Zaid Abdurrahman bin Khaldun dari Maroko. Ia lalu menghubungi pemmpin wilayah Thanbaga Jubany dan ia ditawari untuk menyibukkan diri di Mesjid Azhar. Banyak orang yang menerima hal ini dan kagum
akan dirinya (Ta‟rif 248). Abu Mahasin bin Tagry Bardy mengatakan dalam biografinya akan Ibnu Khaldun: ia menjadi
warga dan masyarakat Kairo dan ia banyak membaca di Jami‟ Azhar dalam beberapa waktu dan ia pun mulai menyibukkan diri
dengannya dan mengambil manfaatnya 42 . Sedang Sakhawi mengatakan: masyarakat Kairo menemuinya dan memuliakannya dan banyak yang berkonsultasi padanya. Bahkan ia menerbitkan
bacaan di Jami Azhar dalam beberapa waktunya. 43 Sedang Ibnu Hajar dalam buku Raf‟ul Ashar mengatakan: Sesungguhnya Ibnu Khaldun mempunyai lisan yang fasih dan sebaik-baiknya ungkapan Musrsal (sederhana dan terang).. dengan kemampuan
Munhil Shafi, Ibnu Tagri Bardy, naskah asli pada Darul Kutub Mistriah Khattiah, nomor 113
43 Dhau’ Al Lami’ fi a’yanil qur’an at tasi’, Sakhawi, jld 4 hal 146 43 Dhau’ Al Lami’ fi a’yanil qur’an at tasi’, Sakhawi, jld 4 hal 146
berkenaan dengan penguasan dan pemahaman. 44
Raja Mesir pada masa itu adalah Adz Dzohir Barquq yang menjadi pemimpin di Mesir sepuluh hari sebelum kedatangan Ibnu Kaldun (akhir ramadhan 784 H) Ibnu Khaldun selalu berupaya untuk berkomunikasi dengannya dan mendekatinya , sedang pada saat itu kabar tentangnya telah sampai di telinganya, maka ia pun dihormati dan dipenuhi kebutuhannya. Pertemuan yang terjadi sangat baik, mampu melupakan keterasingan yang ada diantara mereka dan mengisi bejana persahabatan antara mereka dan juga hubungannya dengan para
pakar keilmuan. 45 Lalu pada awal tahun 25 Muharram 786, ia ditunjuk untuk menjadi pengajar Fiqh Maliki di sekolah Qumhiyah. 46 Dalam pengalamanannya yang pertama kali , ia melihat begitu banyak ulama , pemukam pemimpin yang dikirim sultan untuk menyaksikan kemampuannya. Kemampuannya akan keberaneka ragaman pikirannya dengan bantuan dari sultan,
diantaranya yang ada diposisinya. 47 Diantaranya Thanbaga Jubany, Yunus Ad Dawadir, hakim empat mazhab 48 . Ia bertemu
dengan mereka semua dan menyempaikan kepada mereka pidato yang sangat panjang yang membahas tentang keutamaan ulama dalam meyebarkan benih negara keislaman; ; juga membahasa akan kelebihan para pemimpin Mesir dalam membela Islam dan memuliakannya dengan penuh semangat dalam berbagai
Ibnu Khaldun, Muhammad Abdullah Anan, hal 93 45 Perkataan Ibnu Khaldun sendiri yang ditulisnya dalam auto-biografinya
Ta’rif 46 Sekolah di Mesir yang dibangun oleh Shalahuddin bin Ayyub, yang berlandaskan atas mazhab Maliki, dimana orang bisa belajar fiqh didalamnya. Ia berdiri diatas sepetak tanah di Fayyum dimana banyak di
tumbuhni gandum, karenanya sekolah tersebut dinamakan qumhiyah (gandum)
47 Perkataan Ibnu Khaldun sendiri yang ditulisnya dalam auto-biografinya
Ta’rif 48 Suluk, Maqrizy, kejadian pada tahun 287 dan pada tanggal 25 Muharram, Syeikh Abu Zaid Abdurrahman bin Khaldun mengajar di sekolaj qumhiyah di Mesir, menggantikan pelajaran ilmu agama yag dipegang oleh
Sulaiman Basath.pada saat itu, pemimpin kami hadir…(Ta;rif 279) Sulaiman Basath.pada saat itu, pemimpin kami hadir…(Ta;rif 279)
dalam dewan pengajardi sekolah ini (Ta’rif 280-285 H). pelajaran yang ia pegang mampu membuat niali lebih di
telinga para pendengarnya dan di tangan orang yang mempunyai banyak ilmu, kefasihan lisan dan sebaik-baik pelaksanaan dalam memberikan pengaruh. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun berkata: Aku melaksanakan tugasku di dewan pengajar tersebut dan telah banyak pasang mata yang menatapku kagum dan mampu menggerakkan hati para pejabat ( Ta‟rif 285)