Penyebab Ibnu Khaldun dan Auguste Comte membidani kajian baru yang berkaitan dengan Fenomena sosial kemasyarakatan

10. Penyebab Ibnu Khaldun dan Auguste Comte membidani kajian baru yang berkaitan dengan Fenomena sosial kemasyarakatan

Pada dasarnya, baik Ibnu Khaldun maupun Auguste Comte memiliki sebab dan alasan yang berbeda ketika mereka membidani ilmu ini.

Ibnu Khaldun membidaninya karena keinginan kuatnya untuk membebaskan penelitian sejarah dari kabar dan informasi kamuflase serta menciptakan peralatan dan penunjang yang memungkinkannya dengannya seorang peneliti dan juga para penulis ilmu sejarah untuk membedakan dan memilah sesuatu yang bisa dipertanggung jawabkan dengan sesuatu yang diragukan keabsahannya khususnya yang menyangkut tentang kejadian dan peristiwa yangterjadi dalam suatu peradaban manusia. dengan kemampuannya itulah, maka ia akan mampu menjauhi sesuatu yyang diragukan keabsahannya sejak awal penelitiannya dan hanya memfokuskan penelitian dan pengamatan sejarahnya pada informasi yang bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya dan yang mungkin terjadi sebagaimana yang penulis telah jelaskan sebelumnya.

Sedangkan Auguste Comte cenderung membidani ilmu baru yang berkaitan dengan fenomena sosial kemasyarakatan ini karena keinginannya untuk memperbaiki tatanan masyarakat yang ada dan membebaskannya dari faktor-faktor perusak. Ini berdasar pengamatannya bahwasannya masyarakat pada masanya diliputi banyak kerusakan dalam berbagai aspek kehidupannya, dan penyebab utama dari semua ini didasari atas rusaknya

moral (krisis akhlak); sedang kerusakan moral ini muncul karena rusaknya pemikiran dan terhambatnya pemahaman yang benar akannya. Dalam banyak pembahasannya, ia berpendapat bahwasannya masyarakat pada masanya menempuh metode yang sangat bertolak belakang dari realitas yang ada dalam memahami segala sesuatunya. Menurut pendapatnya, manusia hidup dibawah aturan dan ketentuan alam, maka dalam memahami segala sesuatunya, mereka hendaknya menempuh metode positif. Namun kenyataannya, mereka menempuh metode lain yang Auguste comte sebut sebagai Mode de penser théologico (Metode Metafisika) yaitu metode yang memalingkan pemikiran dari dasar fenomena yang ada serta aturan yang mempengaruhinya dan memahami bahwa segala yang ada di muka bumi ini merupakan keinginan Tuhan; maka Inilah yang lebih dikenal dengan metode agama. Sedang keyakinan bahwa segala sesuatu berasal dari kekuatan samar Metafisika yang bersebrangan dengan kenyataan yang ada seperti halnya kekuatan jiwa dalam diri manusia atau kekuatan untuk tumbuh yang ada pada tumbuhan; maka metode ini lebih dikenal dengan metode metafisika. Kedua metode yang sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang ada ini telah meyusup masuk dengan kuat kedalam pemikiran masyarakat pada zamannya dan menjadi referensi penting bagi mereka dalam menafsirkan peristiwa dan kejadian yang berlangsung, bahkan menjadi referensi penting dalam pemikiran mereka sendiri. hingga dengan menempuh dua metode inilah, masyarakat tidak mempunyai celah untuk berpikir secara objektif dalam mengamati segala sesuatu. Auguste Comte menyebut keadaan ini dengan sebutan Anarchie mentale (kekacauan akal). Kekacauan akal ini telah menyebabkan munculnya krisis moral dan juga etika, karena dalam pendapat Auguste Comte, semua yang muncul dari suatu kekacauan pemikiran hanyalah kekacauan moral dan etika.

Krisis moral dan etika ini akhirnya mampu menimbulkan kekacauan di seluruh aspek kehidupan masyarakat; karena pondasi dasar akan suatu masyarakat adalah moral dan suri tauladan yang baik. Maka dengan rusaknya pondasi yang ada, maka rusaklah secara keseluruhan masyarakat yang ada di berbagai aspeknya.

Karenanya, tidak ada jalan lain dalam memperbaiki kondisi masyarakat yang sudah demikian parahnya kecuali dengan memperbaiki pemikiran yang ada. Dengan sudah baiknya pemikiran yang ada, maka akan membaik pula krisis moral yang melanda yang berarti membaik pula keseluruhan aspek kehidupan masyarakat; karena pemikiran merupakan alat utama dalam membentuk masyarakat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Comte: Le mecanisme social repose sur la pensée, c‟est- à- dire l‟opinion

Karena penyebab kerusakan terletak pada kesalahan dalam memahami sesuatu; karena sebagian akan memahaminya dengan satu metode, sedang lainnya akan memahaminya dengan metode yang berbeda, bertolak belakang dengan metode yang pertama; karenanya tiada jalan lain untuk memperbaikinya kecuali dengan membandingkan diantara kedua metode yang ada dan mengambil yang terbaik diantaranya. Auguste Comte sendiri telah mencoba berbagai cara dalam memperbaiki keadaan ini dan ia menemukan bahwa ada tiga hal yang bisa dilakukan dalam menyikapi keadaan ini:

berpikir dengan mengkombinasikan kedua metode yang ada dalam memahami sesuatu, sehingga keduanya tidak menjadi saling bersebrangan dalam pikiran masyarakat dan tidak menyebabkan kekacauan dalam pemikiran yang dihasilkannya.

Cara pertama

adalah

kita

Cara kedua adalah kita bertindak dan berpikir dengan menggunakan metode positif dalam memahami segala sesuatu dan Cara kedua adalah kita bertindak dan berpikir dengan menggunakan metode positif dalam memahami segala sesuatu dan

Cara ketiga adalah kita bertindak dan berpikir dengan metode agama-metafisika dalam memahami segala sesuatu dan membiarkan masyarakat memahami fenomena yang ada dengan menggunakan metode positif.

Cara pertama yaitu dengan mengkombinasikan kedua metode yang ada dalam memahami sesuatu, sehingga keduanya tidak menjadi saling bersebrangan dalam pikiran masyarakat, menurut August Comte adalah mustahil terjadi bila dilihat dari realitas yang terjadi. Karena kita mengetahui bahwasannya kedua metode ini sangat bertolak belakang satu dengan lainnya dalam banyak hal. Pertama; metode positif hanya mengamati akan sebab akibat langsung yang terjadi pada suatu fenomena, sedangkan metode agama-metafisika mengamati akan sebab-akibat yang tidak langsung pada suatu fenomena yang terjadi -semuanya ini terjadi karena suatu kehendak Yang Maha Kuasa dengan kekuatan-Nya yang tersamar. Lalu metode positif meletakkan suatu keyakinan bahwasannya segala sesuatu telah tunduk pada aturan dan ketentuan yang berlaku, sedang metode lain meyakini bahwa segala sesuatu berjalan sesuai kehendak Tuhan. Disaat metode positif meneliti segala sesuatu demi memahami aturan dan ketentuan yang mengatur kesemuanya, maka metode agama-metafisika lebih menekankan penelitiannya akan banyak hal namun tidak untuk mencari aturan dan ketentuannya, karena semuanya telah jelas diatur oelh Yang Maha Kuasa. Dari sini jelas terlihat bahwasannya kedua metode ini saling bersebrangan satu dengan lainnya dan tidak mungkin mengkombinasikan dan mengabungkan keduanya menjadi satu metode yang utuh dan tidak mungkin pula menyatukan dua metode ini dalam pikiran manusia, karena justru hal ini akan menimbulkan kekacauan yang sangat besar.

Sedang cara kedua, yaitu dimana kita bertindak dan berpikir dengan menggunakan metode positif dan membiarkan masyarakat memahami fenomena yang ada dengan menggunakan metode agama-metafisika; walaupun hal ini mungkin dilakukan, namun hanya dalam batasan tatanan pemikiran saja, dan tidak dalam pelaksanaan keseharian. Semua ini tidak mungkin terjadi kecuali apabila pemikiran akan ilmu pasti –seperti halnya hasil dan ketentuan yang dicapai dalam ilmu matematika dan biologi- semuanya dihapuskan dari pemikiran masyarakat. karena hasil dan ketentuan ini merupakan bagian dari metode positif yang membantu masyarakat dalam memahami fenomena sosial masyarakat yang terjadi; dimana didalamnya banyak terdapat banyak penjelasan akan sebab dan akibat yang terjadi secara langsung. Namun hal ini mustahil terjadi dan berada diluar kekuatan manusia dalam menghapus pemikiran yang ada dan seandainya ini diharuskan terjadi, tidak mungkin masyarakat di paksakan untuk mem’peti es’ kan ilmu yang sudah didapat sebelumnya sebagaimana pula tidak mungkin mengalihkan pikiran akan hal ini dan juga keinginan dalam mengungkapkan aturan dan ketentuan yang mengatur fenomena yang terjadi. Hasil dari adanya paksaan atas hal ini adalah kekacauan pemikiran itu sendiri disaat kita mencoba menyelamatkan manusia dari kekacauan pemikiran.

Hingga tidak ada lagi yang tersisa kecuali cara yang ketiga, yaitu kita bertindak dan berpikir dengan metode agama-metafisika dalam memahami segala sesuatu dan membiarkan masyarakat memahami fenomena yang ada dengan menggunakan metode positif. Namun hal ini tidak mungkin terjadi kecuali apabila mereka memahami fenomena sosial kemasyarakatan dengan metode positif; karena mereka hingga pada masa Auguste Comte telah memahami alam dengan metode positif kecuali fenomena sosial yang terjadi, dimana mereka Hingga tidak ada lagi yang tersisa kecuali cara yang ketiga, yaitu kita bertindak dan berpikir dengan metode agama-metafisika dalam memahami segala sesuatu dan membiarkan masyarakat memahami fenomena yang ada dengan menggunakan metode positif. Namun hal ini tidak mungkin terjadi kecuali apabila mereka memahami fenomena sosial kemasyarakatan dengan metode positif; karena mereka hingga pada masa Auguste Comte telah memahami alam dengan metode positif kecuali fenomena sosial yang terjadi, dimana mereka

agma-metafisika. Apabila memungkinkan membuat masyarakat memahami fenomena sosial kemasyarakatan menggunakan metode positif sebagaimana mereka memahami fenomena lainnya, maka akan ada penyatuan pemikiran dengan menjadikan pemahaman atas segala hal dengan metode yang satu, yaitu metode positif. Namun dalam membuat masyarakat dapat memahami fenomena sosial masyarakat dengan metode positif, dibutuhkan dua syarat yang harus dipenuhi:

dengan

metode

Syarat pertama; adalah dengan menjadikan fenome- fenomena ini berjalan sebagaimana adanya; ia berjalan sebagaimana aturan dan ketentuan yang berlaku dan bukan karena suatu kehendak ataupun suatu kebetulan. Karena memahami sesuatu dengan metode positif berarti memahami aturan dan ketentuan yang berlaku didalamnya; sedang sesuatu yang berjalan dwengan tidak mengikuti aturan yang berlaku, maka mustahil ia dapat dipahami dengan metode positif.

Syarat kedua; adalah dengan manjadikan aturan dan ketentuan ini dikenal masyarakat hingga mereka dapat memahami fenomena sosial kemasyarkatan ini sesuai dengan batas-batasan yang telah diatur dan ditetapkan oleh undang- undang yang berlaku.

Pada syarat pertama ini, Auguste Comte memandang bahwasannya hal ini mungkin dipenuhi seutuhnya dalam fenomena sosial kemasyarakatan yang terjadi, karena sesungguhnya fenomena sosial kemasyarakatan merupakan bagian dari fenomena alam; dan semua fenomena alam berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku dan bukan karena kehendak suatu golongan ataupun suatu kebetulan.

Sedangkan pada syarat kedua, yaitu harus dikenalnya aturan dan ketentuan ini oleh masyarakat luas, nampaknya hal ini sulit untuk dipenuhi kecuali apabila ada seorang peneliti yang berhasil mengungkap aturan dan ketentuan ini.

Namun untuk mengungkap hal ini adalah sesuatu yang tidak mungkin kecuali apabila fenomena sosial kemasyarakatan ini dipelajari terlebih dahulu dengan menggunakan metode positif, dimana ia harus menjelaskan semua landasan dasarnya serta hubungan-hubungan yang mengikat satu dengan lainnya atau pun dengan lainnya hingga menghasilkan suatu kesimpulan akhir dan mendapatkan keterangan akan kemunculan fenomena- fenomena dan perkembangannya sesuai dengan perbedaan yang ada disetiap bangsa dan masa.

Dengan mempelajari hal ini semua, akan menghasilkan perbaikan pemikiran dan penyatuannya; dan dengan perbaikan pemikiran akan menghasilkan perbaikan etika; dengan perbaikan etika akan menghasilkan perbaikan sosial masyarakat.

Dari ini semua dapat dipahami, bahwasannya Auguste Comte berkeinginan untuk merealisasikan perbaikan sosial masyarakat hingga akhirnya ia sendiri membidani ilmu ini atau mepelajari fenomena sosial masyarakat dengan metode positif untuk mengungkap aturan dan ketentuan yang mengaturnya. Dari ilmu inilah akhirnya lahir suatu ilmu baru yang ia beri nama Physique Sociale (ilmu dasar-dasar kemasyarakatan). Namun ia melihat bahwasannya tujuannya dalam mengungkap dasar-dasar kemasyarakatan menyerupai ilmu dalam mengungkap dasar-dasar fenomena alam lainnya; akhirnya ia kembali menamakan ilmu itu dengan nama Sociologie (ilmu sosial) yang merupakan perpaduan dari dua kata; pertama adalah societas yang berasal dari bahasa latin yang berarti sosial masyarakat; dan kedua adalah Logos yang berasal dari bahasa yunani yang berarti ilmu)

Dari semua keterangan ini tampak –baik Ibnu Khaldun dan juga Auguste Comte- akan pentingnya kemunculan ilmu dan penelitian tentang fenomena sosial kemasyarakatan ini. Keduanya telah melihat bahwa untuk memahami fenomena sosial ini hanya dapat ditempuh dengan metode positif guna mengingkap dasar-dasar fenomena tersebut juga aturan dan ketentuan yang mengaturnya. Dari keterangan ini semua pun, dapat dipahami bahwasannya keduanya mempunyai andil yang sangat besar dalam kelahiran ilmu sosial kemasyarakatan.

Namun demikian ada dua hal berbeda yang melatar belakangi keduanya dalam membidani ilmu baru ini: Pertama; penyebab Ibnu Khaldun membidani kelahiran ilmu baru ini tidak sama dengan penyebab yang Auguste Comte kemukakan. Ibnu Khaldun membidaninya dengan pertimbangan akan urgensi ilmu tersebut bagi para sejarawan ataupun penulis sejarah hingga mereka dapat memilah informasi yang bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya ataupun informasi yang diragukan keabsahannya; khususnya informasi yang berhubungan dengan sejarah yan berkaitan langsung dengan fenomena sosial kemasyarakatan yang telah terjadi; selain itu pula Ibnu Khaldun berkeinginan untuk menciptakan suatu alat dan penunjang yang bisa menghindari para sejarawan dan para penulis sejarah dari kesalahan yang biasa mereka lakukan (salah dalam menerima suatu berita); sedang Auguste Comte lebih menekankan bahwasannya ia membidani ilmu baru ini dengan pertimbangan bahwasanya kekacauan yang terjadi dalam masyarakat pada zamannya disebabkan adanya kekacauan dalam pikiran mereka, dan ia sangat berkeinginan untuk mengubah keadaan tersebut dengan mengubah pemikiran tersebut dan menjadikan pemikiran yang ada adalah pemikiran yang harmonis.

Penyebab yang dikemukakan Ibnu Khaldun dalam membidani ilmu baru ini adalah penyebab yang sesuai dengan realitas yang terjadi. Ia mengamati bahwasannya banyak penulisan sejarah hingga pada masanya, banyak dihiasi dengan banyak kesalahan; dimana banyak dari kesalahan tersebut bermula dari ketidak tahuan mereka akan aturan dan ketentuan yang mengatur fenomena-fenomena sosial yang terjadi. Sedangkan penyebab yang dikemukakan Auguste Comte dalam membidani ilmu baru ini merupakan penyebab yang penuh dengan imajinasi yang ia pahami dari filsafat dan pemahaman khususnya akan perkembangan pemikiran manusia dari suatu pemikiran yang berstatus quo. Penyebab ini sangat jauh dari realitas yang terjadi dan bukan hasil dari pengamatannya secara positif dalam memahami realitas yang ada; karena tidak semua orang pada masanya -sebagaimana yang dikemukakan Auguste Comte- memahami fenomena alam dengan metode positif; metode ini hanya berlaku bagi sebagian orang yang memperoleh pendidikan dan juga yang mempunyai kesempatan untuk memperdalami ilmu pengetahuan; sebagaimana tidak semua orang pada masanya – sebagaimana yang dikemukakan Auguste Comte- memahami fenomena sosial kemasyarakatan dengan menempuh metode yang bukan metode positif, karena kenyataan yang terjadi mengatakan bahwa fenomena sosial kemasyarakatan banyak dipahami oleh pemikir pada masanya secara ilmiah dan telah banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan fenomena sosial kemasyarakatan yang akhirnya berhasil mengungkap aturan dan ketentuan yang mengaturnya.hasil-hasil penelitian ini telah tesebar luas pada masanya.

Kedua; sesungguhnya Ibnu Khaldun mengatakan suatu kejujuran disaat ia menjelaskan bahwa belum ada seorang pun yang pernah mempelajari ilmu ini sebelumnya; sedang Auguste Comte menegaskan bahwasannya ialah orang pertama yang

mempelajari ilmu ini secara menyeluruh, disaat Ibnu Khaldun telah mendahuluinya sekitar lima abad sebelumnya dan disaat banyak pemikir barat modern yang telah mempelajarinya sebelumnya yang dipimpin oleh pemikir Belgia Quetélet dan juga pemikir Prancis Condercet, dan Montesquieu. Bahkan sebagian dari kelompok yang mempelajari ilmu sosial ini mengamati fenomena sosial yang terjadi dengan menempuh metode positif yang sanagat matang dan sempurna; kebanyakan dari pemimpin mereka berhasil mengungkapkan banyak aturan dan ketentuan yang mengatur fenomena sosial kemasyarakatan. Hal ini pun diikuti secara khusus oleh ilmu ekonomi dalam mempelajari fenomena ekonomi masyarakat dengan kemunculan ilmu ekonomi yang dibidani sekolah Visio carte di Prancis dan sekolah Adam Smith ataupun sekolah lainnya di Inggris. Sebagaimana hal inipun diikuti dengan adanya pengamatan akan fenomena sastra hingga melahirkan ilmu bahasa secara umum dan juga ilmu bahasa sejarahyang dibidani oleh banyak peneliti dan pakar.