Hasil akhir yang dicapai
15. Hasil akhir yang dicapai
Sedang sisi terakhir dari komparasi antara Ibnu Khaldun dan Auguste Comte adalah yang berkaitan dengan hasil akhir dari penelitian yang dibuat. Sesungguhnya hasil akhir yang didapat oleh keduanya sangat berbeda satu dengan lainnya.
Hasil akhir dari pengamatan Augute Comte akan dinamika sosialnya atau sisi yang berkaitan dengan perkembangan masyarakat dan juga terungkapnya aturan dan ketentuan yang mempengaruhi fenomena yang dinamakannya Loi des trois états (undang-undang tiga keadaan) yang rangkumannya yang berisi bahwasannya setiap cabang dari semua cabang pengetahuan telah memindahkan pemikiran manusia dalam penalarannya dari pemahaman agama kepada pemahaman metafisika yang semuanya ini berujung kepada penalarannya kepada pemahaman positif. Yang dimaksud August Comte dengan pemahaman agama adalah memahami seluruh fenomena yang berada di bawah kehendak Yang Maha Kuasa diluar dari aturan dan ketentuan yang ada pada fenomena itu sendiri, seperti halnya Tuhan, malaikat dan syetan, sebagaimana memahami fenomena tumbuhan dengan mengaitkannya kepada Allah ataupun Tuhan tumbuhan. Sedang yang dimaksud August Comte dengan pemahaman metafisika adalah memahami seluruh fenomena yang ada yang berada pada kekuatan yang tersamar dan tidak diketahui pemiliknya, Hasil akhir dari pengamatan Augute Comte akan dinamika sosialnya atau sisi yang berkaitan dengan perkembangan masyarakat dan juga terungkapnya aturan dan ketentuan yang mempengaruhi fenomena yang dinamakannya Loi des trois états (undang-undang tiga keadaan) yang rangkumannya yang berisi bahwasannya setiap cabang dari semua cabang pengetahuan telah memindahkan pemikiran manusia dalam penalarannya dari pemahaman agama kepada pemahaman metafisika yang semuanya ini berujung kepada penalarannya kepada pemahaman positif. Yang dimaksud August Comte dengan pemahaman agama adalah memahami seluruh fenomena yang berada di bawah kehendak Yang Maha Kuasa diluar dari aturan dan ketentuan yang ada pada fenomena itu sendiri, seperti halnya Tuhan, malaikat dan syetan, sebagaimana memahami fenomena tumbuhan dengan mengaitkannya kepada Allah ataupun Tuhan tumbuhan. Sedang yang dimaksud August Comte dengan pemahaman metafisika adalah memahami seluruh fenomena yang ada yang berada pada kekuatan yang tersamar dan tidak diketahui pemiliknya,
Sedang yang August Comte maksud dengan metode positif adalah memahami fenomena yang ada dengan mengaitkannya kepada penyebab langsung dan juga kepada aturan dan ketentuan yang mengaturnya, sebagaimana memahami fenomena pertumbuhan suatu tumbuhan sebagaimana yang diterangkan oleh ahli botani dengan menjelaskan penyebab kimia langsung yang menyebabkan terjadinya fenomena ini dan mengembalikannya kepada aturan dan ketentuan yang ada dan mengaturnya.
Setiap fenomena yang ada di setiap fenomena yang ada, dan setiap kelompok masyarakat telah menyiapkan pemahaman seperti ini dalam pikiran manusia –sebagaimana yang dikatakan August Comte- dengan melalui tiga fase yang berurutan satu dengan lainnya. setiap fenomena baru yang muncul atau kelompok masyarakat batu akan mengalami tiga fase pemikiran ini sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Aturan dan ketentuan inilah yang nantinya akan menerangkan perkembangan pemikiran manusia dalam memahami Aturan dan ketentuan inilah yang nantinya akan menerangkan perkembangan pemikiran manusia dalam memahami
telah dijelaskan sebelumnya. Setiap perkembangan datang dan muncul dari suatu pemikirann yang bergema disetiap aspek kehidupan masyarakat dan setiap perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hasil dari perkembangan pemikiran yang asa. Disaat undang-undang tiga keadaan adalah aturan yang mengatur perkembangan pemikiran manusia, maka tidak aneh apabila undang-undang tersebutlah yang mengatur perkembangan pemikiran manusia pada umumnya. Mungkin penulis tidak akan membahas banyak tentang undang-undang ini, karena sesungguhnya undang-undang ini memiliki banyak cacat dari berbagai sisinya.
masyarakat
sebagaimana
Bukanlah sesuatu yang benar –sebagaimana dikatakan oleh August Comte dalam undang-undangnya tersebut- bahwasannya seluruh manusia berjalan pada satu rel yang sama dalam memahami segala sesuatu dan dalam mengamati fenomena dan juga perkembangannnya. Karena suatu pengamatan yang benar menunjukkan bahwasannya masyarakat manusia berbeda satu dengan lainnya dan tidak sama dalam masalah ini; bahkan seluruh manusia saling berbeda bila dilihat dari lingkungan dan persiapan cara berpikirnya dan juga cara memahami semua permasalahan dan juga perkembangan nalarnya dalam memahami fenomena alam. karenanya fase yang dialami satu masyarakat tertentu dalam masalah ini tentu berbeda dengan fase yang dialami oleh masyarakat lainnya.
Bukan pula sesuatu yang benar - sebagaimana dikatakan oleh August Comte dalam undang-undangnya tersebut- bahwasannya setiap kebenaran menempuh jalan melalui pemikiran manusia yang dipahami melalui tiga fase yang ia sebutkan. Karena sebagian kebenaran dipahami manusia secara positif dan spontan sebagaimana kebenaran yang ada pada ilmu matematika.
Bukan pula sesuatu yang benar - sebagaimana dikatakan oleh August Comte dalam undang-undangnya tersebut- bahwasannya hanya ketiga fase inilah yang selalu ada dalam pikiran manusia dalam memahami segala sesuatu. Karena kenyataannya didapati metode lain yang lebih banyak dan diikuti oleh manusia masa kini dan masa lalu dalam mengamati fenomena yang berpengaruh kepada undang-undang, taklid, keyakinan, dan juga adat istiadat yang harus dipatuhi oleh masyarakat dan menyerap dalam pikiran manusia dalam memahami alam dan rahasia dibaliknya.
Bukan pula sesuatu yang benar - sebagaimana dikatakan oleh August Comte dalam undang-undangnya tersebut- bahwasannya perkembangan fenomena sosial masyarakat hanya dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran. Kenyataannya, perkembangan
pun terkadang dipengaruhi oleh banyak hal lainnya; dan bahkan bisa jadi inilah yang terbenar, bahwasannya justru perkembangan pemikiran di banyak fenomena sosial kemasyarakatan adalah hasil dari perkembangan kehidupan bermasyarakat dan bukan menjadi penyebab.
sebagaimana August Comte menyelesaikan penelitiann bagian pertama (dinamika sosial) dari dua bagian ilmu sosial
dengan menghasilkan undang-undang umum atau yang lebih dikenal dengan undang-undang tiga keadaan; ia pun menyelesaikan penelitian bagian keduanya (statistik sosial) atau penelitian yang berkaitan dengan kestabilan suatu masyarakat dengan menghasilkan undang-undang umum atau yanglebih dikenal dengan nama La solidarité (undang-undang penyatuan); dimana rangkuman darinya berisi bahwasannya fenomena-fenomena kehidupan masyarakat saling menguatkan satu dengan lainnya, hingga tugas masing-masing kelompok masyarakat dapat bersanding secara harmonis walau dengan tugas yang tidak sejenis; dimana kesatuan ini dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan masyarakat itu sendiri. hal ini serupa dengan fungsi tubuh; dimana setiap satu anggota tubuh mempunyai fungsi khususnya, namun kesemuanya itu dapat bersanding secara harmonis dan saling melengkapi fungsi tubuh itu secara keseluruhan hingga keberadaan tubuh itu pun dapat dijaga.
Namun undang-undang ini pun memiliki banyak cacat didalamnya, sebagaimana undang-undang sebelumnya: Bukan sesuatu yang benar - sebagaimana dikatakan oleh August Comte dalam undang-undangnya tersebut- bahwasannya semua fenomena kehidupan bermasyarakat dapat saling melengkapi satu dengan lainnya dan bersanding dengan demikian harmonisnya sebagaimana yang Auguste Comte gambarkan.
Kenyataannya, setiap kelompok masyarakat mempunyai aturan dan undang-undang yang tertulis, namun disamping itu pula mereka memiliki aliran-aliran pemikiran dalam rangka pengembangan yang suatu saat akan mempu menggantikan posisi undang-undang tersebut. Pemikiran perkembangan ini tidak bisa bersanding harmonis dengan undang-undang sebelumnya, juga tidak bisa dikombinasikan; bahkan undang-undang lama Kenyataannya, setiap kelompok masyarakat mempunyai aturan dan undang-undang yang tertulis, namun disamping itu pula mereka memiliki aliran-aliran pemikiran dalam rangka pengembangan yang suatu saat akan mempu menggantikan posisi undang-undang tersebut. Pemikiran perkembangan ini tidak bisa bersanding harmonis dengan undang-undang sebelumnya, juga tidak bisa dikombinasikan; bahkan undang-undang lama
Disetiap masyarakat, didapati undang-undang yang tidak sejalan dengan jalan pemikiran pada umumnya, namun ia merupakan suatu keyakinan yang diyakini dengan seyakin- yakinnya merupakan masalah sam‟iyah (hal yang hanya bisa didengar dari generasi ke generasi) sebagaimana kebanyakan undang-undang yang ada dalam agama. Namun disamping itu pula, didapati undang-undang lain yang berdiri atas landasan pemikiran pada umumnya dengan posisi yang sana. Dari sini jelas bahwasannya dua jenis undang-undang ini saling bersebrangan,
disatukan dan disandingkan dengan harmonis; sedang kedua-duanya merupakan bagian dari fenomena kemasyarakatan dan juga bagian dari unsur-unsurnya.
karenanya sulit
untuk
Demikianlah. Auguste Comte sendiri mengakui bahwasannya cara berpikirdan memahami sesuatu pada masanya sesungguhnya saling bersebrangan satu dengan lainnya sehingga menyebabkan kekacauan
fenomen kehidupan bermasyarakat. Lalu bagaimana mungkin membuat semuanya berjalan dinamis dan harmonis sebagaimana yang ia putuskan dalam undang-undangnya dengan mengatakan bahwasannya penyatuan dan kedinamisan merupakan pondasi dasar dari fenomena sosial bermasyarakat?
Auguste Comte mengesampingkan penyatuan yang sulit terjadi di semua hasil akhir dari penelitian yang telah ia lakukan, baik itu dinamika sosial ataupun statistik sosial.
Dari sini
tampak
bahwasannya
Penyebab adanya kerapuhan dalam hal ini karena ia tidak dapat membaca kejadian dan peristiwa yang terjadi juga tidak Penyebab adanya kerapuhan dalam hal ini karena ia tidak dapat membaca kejadian dan peristiwa yang terjadi juga tidak
yang akhirnya membelenggunya dan mengikatnya untuk memahami kejadian yang terjadi, hingga antara semua pendapatnya tersebut dan pengamatan objektif, terdapat jarak yang demikian jauh dan kemudian membatalkan semua undang-undang yang diciptakannya.
Sedang Ibnu Khaldun, sesungguhnya ia tidak berusaha untuk merangkum suatu udang-undang tertentu –sebagaimana yang dilakukan Auguste Comte- yang berkaitan dengan kestabilan peraturan dan perkembangan yang ada dalam masyarakat. Ia hanya mempelajari setiap kelompok masyarakat yang ada pada fenomena sosial masyarakat secara mendalam dan menyimpulkan hasil akhir, buah dari pengamatannya atas pikiran dan aturan yang berlaku sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Semua undang-undang yang dihasilkan Ibnu Khaldun dan pemikirannya bersandar atas pengamatannya atas fenomena sosial masyarakat pada kelompok-kelompok masyarakat yang ia telah jelajahi ataupun ia ketahui sejarahnya, tanpa harus terikat sebelumnya dengan filsafat yang terpengaruh oleh pemikiran yang statis sebelumnya sebagaimana yang dilakukan oleh Auguste Comte. Dari sini, maka dapat dipahami bahwasannya metode yang dipakai adalah metode yang mendekati kepada metode positif ilmiah daripada metode yang dipakai oleh Auguste Comte. Undangf-undang yang dihasilkan oleh Ibnu Khaldun lebih kuat landasannya dan lebih mendekati kepada Semua undang-undang yang dihasilkan Ibnu Khaldun dan pemikirannya bersandar atas pengamatannya atas fenomena sosial masyarakat pada kelompok-kelompok masyarakat yang ia telah jelajahi ataupun ia ketahui sejarahnya, tanpa harus terikat sebelumnya dengan filsafat yang terpengaruh oleh pemikiran yang statis sebelumnya sebagaimana yang dilakukan oleh Auguste Comte. Dari sini, maka dapat dipahami bahwasannya metode yang dipakai adalah metode yang mendekati kepada metode positif ilmiah daripada metode yang dipakai oleh Auguste Comte. Undangf-undang yang dihasilkan oleh Ibnu Khaldun lebih kuat landasannya dan lebih mendekati kepada
Namun banyak dari pemikiran dan aturan yang diungkapkan oleh Ibnu Khaldun adalah sesuatu yang tidak masuk akal kecuali pada beberapa kelompok masyarakat yang diamatinya dari suku bangsa Arab, Barbar dan suku bangsa yagn menyerupai keduanya dalam pembentukan dan permasalahan kemasyarakatannya. Bahkan, pada suku bangsa ini pun banyak hal yang tidak dapat diterima oleh akal kecuali beberapa fase khusus –fase yang dimana ia terlibat langsung- dari kesemua fase sejarahnya.
Kesalahan yang dilakukan Ibnu Khaldun dalam masalah ini adalah banyaknya kekurangan dalam membaca fenomena sosial masyarakat. Ia sendiri tidak banyak membaca fenomena yang ada kecuali pada beberapa kelompok masyarakat tertentu dan pada zaman tertentu. Kurangnya pengamatannya inilah yang mempengaruhi pemikiran dan juga undang-undang yang ia hasilkan dan ia mengira bahwa undang-undang ini mewakili kesemua kelompok masyarakat yang ada pada setiap zaman.
Namun kesalahan yang dilakukan Ibnu Khaldun tidak sebanding dengan kesalahan yang dilakukan oleh Auguste Comte. Karena kesalahan yang Ibnu Khaldun lakukan hanya mempengaruhi sedikit pemikiran dan undang-undang yang dihasilkannya dan masih mungkin untuk diperbaiki dengan lebih cermat dalam membaca fenomena masyarakat yang terjadi; sedang kesalahan yang dilakukan oleh Auguste Comte mempengaruhi keseluruhan pemikiran yang ia lakukan, yang tidak mungkin diperbaiki kecuali dengan merekontruksi kembali pemikiran yang telah ada dengan merombak keseluruhan pemikiran dan mendirikannya kembali dengan landasan yang berbeda.