Ibnu Khaldun dan ilmu matematika

9. Ibnu Khaldun dan ilmu matematika

Ibnu Khaldun menjelaskan dalam dua bagian yaitu bagian kedua puluh satu dan kedua puluh dua bab keenam 145 tentang ilmu matematika. Ia membaginya dalam dua bagia n; ‘adadiyyah (ilmu hitung) yang ia bahas penuh pada bagian kedua puluh satu dan juga ilmu ukur yang ia bahas pada bagian kedua puluh dua.

Ia lalu membagi ilmu „adadiyyah (hitung) kedalam lima bagian lainnya; pertama; aritmatika, yaitu pengetahuan khusus akan hitungan yang dilihat dari penggabungan atau secara berurutan ataupun perkalian. Inilah yang lalu disebut sebagai hitungan berurutan. Kedua hisab (hitungan) yaitu praktek penghitungan angka baik dengan penjumlahan ataupun pembagian (tampak dalam permisalan yang dicontohkan sesungguhnya hisab yang ada dalam istilah mereka terbatas pada empat konsep dasar; penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian). Ketiga; Aljabar yaitu suatu pekerjaan dengan mengeluarkan angka yang tak diketahui sebelumnya apabila diantara angka yang belum diketahui sebelumnya dan juga angka yang akan diketahui ada kaitannya. Keempat; muamalat

hitungan dalam interaksi masyarakat; baik itu jual beli, keuangan, zakat dan semua yang berhubungan dengan penghitungan dalam interaksi masyarakat dalam hal yang belum diketahui, telah diketahui,

yaitu

pemberian

145 Mukaddimah: Bayan, 1091-1100. namun pada penerbit lain, ia menjadi bagian keempat belas dan kelima belas.

pengurangan, kebenaran dan lain sebagainya (inilah yang sekarang sering disebut sebagai tamrinat/ latihan dari masalah-masalah yang ada dalam konsep hitungan). Kelima; faraidh yaitu pekerjaan menghitung dalam menentukan pembagian bagi yang berhak atas harta warisan.

Sedangkan definisi ilmu ukur sebagai pengamtan atas ukuran-ukurab, baik ia bersambungan; seperti halnya tulisan, atap dan juga badan, ataupun terpisah seperti angka yang ditunjukkan pada kebutuhan pokok (atau yang berkaitan dengan aturannya); dengan permisalan bahwa setiap segitiga, maka kedua sisinya mempunyai ukuran yang sama dan seperti landasan tiang, atau bahwasannya setiap dua garis yang seukuran maka tidak akan pernah bertemu walaupun keluar dari batas yang telah ditentukan; atau bahwasannya kedua garis yang saling terpotong, maka kedua sisi yang terpotong itu sama. Ibnu Khaldun menyebutkan akan empat pembagian dalam ilmu ukur ini; pertama; ilmu ukur umum, kedua; ilmu kur khusus yang mengukur lingkaran dan juga peta, ketiga; seni mengukur bumi, dan keempat Nadzir (pengamatan) ilmu yang menjelaskan akan sebab-sebab kesalahan dalam indera mata dalam mengetahui proses terjadinya suatu bangunan; sesungguhnya indra penglihatan berkaitan dengan peta cahaya dari kepala yang menghambat penglihatan secara menyeluruh dan metode penglihatannya, hingga terjadi banyak kesalahan dalam melihat sesuatu yang dekat dan besar dengan sesuatu yang jauh dan kecil; demikian pula dalam melihat hantu kecil dibawah air, namun besar apabila ia melihatnya secara langsung di belakang tubuh; juga sebagaimana melihat tetes hujan yang turun dari langit seolah jatuh lurus dan juga kobaran apa yang ada dan banyak lagi lainnya. hingga jelas, Sedangkan definisi ilmu ukur sebagai pengamtan atas ukuran-ukurab, baik ia bersambungan; seperti halnya tulisan, atap dan juga badan, ataupun terpisah seperti angka yang ditunjukkan pada kebutuhan pokok (atau yang berkaitan dengan aturannya); dengan permisalan bahwa setiap segitiga, maka kedua sisinya mempunyai ukuran yang sama dan seperti landasan tiang, atau bahwasannya setiap dua garis yang seukuran maka tidak akan pernah bertemu walaupun keluar dari batas yang telah ditentukan; atau bahwasannya kedua garis yang saling terpotong, maka kedua sisi yang terpotong itu sama. Ibnu Khaldun menyebutkan akan empat pembagian dalam ilmu ukur ini; pertama; ilmu ukur umum, kedua; ilmu kur khusus yang mengukur lingkaran dan juga peta, ketiga; seni mengukur bumi, dan keempat Nadzir (pengamatan) ilmu yang menjelaskan akan sebab-sebab kesalahan dalam indera mata dalam mengetahui proses terjadinya suatu bangunan; sesungguhnya indra penglihatan berkaitan dengan peta cahaya dari kepala yang menghambat penglihatan secara menyeluruh dan metode penglihatannya, hingga terjadi banyak kesalahan dalam melihat sesuatu yang dekat dan besar dengan sesuatu yang jauh dan kecil; demikian pula dalam melihat hantu kecil dibawah air, namun besar apabila ia melihatnya secara langsung di belakang tubuh; juga sebagaimana melihat tetes hujan yang turun dari langit seolah jatuh lurus dan juga kobaran apa yang ada dan banyak lagi lainnya. hingga jelas,

Ibnu Khaldun tidak hanya membatasi pembahasannya pada definisi secar global akan bagian ilmu hitung dan ilmu ukur; namun ia juga memberikan contoh dari setiap masalah yang ada; yang kesemuanya ini menjadi bukti akan kemampuannya dan penguasaannya akan ilmu ini.

Nampak bahwa tugas dan jabatannya di pemerintahan, keuangan dan juga kehakiman yang diembannya selama ia di Maroko dan juga di Mesir, membuatnya harus mempelajari dan menguasai kelimuan ini. Konsentrasinya akan ilmu ini semakin bertambah disaat ia meyakini bahwasannya ilmu matematika ini mampu membuat orang yang mempelajarinya makin kuat pemikiran dan dan pendiriannya dalam memberikan dali dan menambah daya ingat dan kebijaksanaa dalam setiap permasalahan.

Ibnu Khaldun pun menuliskan dalam Mukaddimahnya satu pembahasan dengan tema: Kesenian membuat yang orang yang mempelajarinya makin pintar, khususnya seni menulis dan juga berhitung. Ia pun mengungkapkan dalam akhir tulisannya: ia pun lalu mempelajari ilmu hitung, karena dengan menguasai ilmu hitung -jenis yang mengubah angka dengan penambahan dan pembagian, yang kesemuanya ini membutuhkan bukti yang banyak- membuat orang yang mempelajarinya terbiasa untuk memberikan bukti dan pengamatannya (Mukaddimah; Bayan 972). Teori ini banyak dipergunakan oleh semua pakar pendidikan kontemporer.

Ilmu ini sekarang sudah masuk dalam cakupan ilmu alam

Demikianlah; Lisanuddin bin Khatib menyebutkan dalam kitabnya Al Ihathah fi akhbari Gharnathah bahwasannya Ibnu Khaldun telah menulis buku tentang ilmu hitung; naun Ibnu Khaldun sendiri –sebagaimana kebiasaannya tidak menyebutkan buku-buku kecilnya yang ia anggap sebagai petualangan ilmiah di masa mudanya- tidak mengisyaratkan akan adanya buku ini dalam auto-biografinya Ta‟rif. Namun bagaimanapun ini menunjukkan akan intensnya dalam mempelajari ilmu matematika dan perhatiannya yang mendalam akan ilmu ini sejak masa mudanya.

Salah satu kakek Ibnu Khaldun adalah salah satu pakar dalam ilmu matematika dan astronomi; yaitu Abu Muslim Umar bin Khaldun Hadromy yang wafat pada tahun 449 atau tiga abad sebelum sebelum kelahiran Ibnu Khaldun. Abu Hayyan mendeskripsikannya dengan ungkapannya: sesungguhnya ia termasuk pemuka ahli Asybiliah dan pakar dalam ilmu filsafat, terkenal dengan kemahirannya dalam ilmu ukur, astronomi dan juga kedokteran. Sedang Ibnu Ashiibaah memaparkan: Ia termasuk salah satu murid Abu qasim Majrity ayng terkenal dengan ilmu matematikanya.

Banyak orang yang mencampur adukkan antara Umar dan Ibnu Khaldun, penulis Mukaddimah. Sebagian berpendapat bahwasannya Penulis Mukaddimah adalah orang yang pakar dalam ilmu matematika dan astronomi. Namun pada kenyataannya, penulis Mukaddimah hanya memahami ilmu matematika ini dengan pemahaman yang baik, namun belum sampai kepada peringkat pakar yang khusus dalam mempelajari satu bidang keilmuan. Namun yang pantas untuk mendapatkan gelar ini adalah kakeknya Abu Muslim Umat bin Khaldun yang meninggal tiga abad sebelum kelahirannya.