Tuduhan terhadap Ibnu Khaldun yang terlalu meremehkan bangsa Arab.

4. Tuduhan terhadap Ibnu Khaldun yang terlalu meremehkan bangsa Arab.

Ibnu khaldun dalam beberapa bagian kitab Mukaddimahnya, meletakkan ungkapan-ungkapan yang menampakkan pendapatnya dan dapat dipahami secara langsung bahwasannya ia meremehkan bangsa Arab dengan mengurangi kemampuan yang dimilikinya. Hal ini –khususnya- tampak pada bagian yang bertutur-turut di bab kedua (dari bagian kedua puluh lima hingga bagian keduapuluh delapan), juga yang terdapat pada bagian kesembilan dari bab keempatnya. Ungkapan yang dikatakannya adalah sebagai berikut:

Bagian bahwa bangsa Arab sangat mudah ditahlukkan (Mukaddimah: Bayan 453) Bagian bahwa bangsa Arab bila menguasai bangsa lain, maka bangsa itu akan cepat terlepas kembali dari kekuasaannya (Mukaddimah: Bayan, 453,455)

Bagian bahwa bangsa Arab tidak akan mempunyai pemimpin kecuali dengan menyandang gelar keagamaan; seperti halnya Nabi, Wali atau yang berpengaruh besar pada bidang keagamaan pada umumnya (Mukaddimah: Bayan,456)

Bagian bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang tidak mengenal politik dan pemerintahan (Mukaddimah: Bayan, 456,458)

Bagian bahwa bangunan yang didirikan bangsa Arab umumnya cepat rusak (mukaddimah: Bayan, 857, 858)

Sebenarnya Ibnu Khaldun tidak bermaksud memakai kata Arab, seperti yang dimaksud diatas, yaitu yang berarti bangsa Arab pada umumnya, namun yang ia maksud dengan kata Arab disini adalah A‟rab atau penduduk primitif yang tinggal di pedalaman yang hanya bekerja dengan pekerjaan yang khusus

–seperti halnya menggembala onta- dan tinggal di perkemahan- perkemahan dan berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya

tergantung dengan kebutuhan yang mereka butuhkan dan juga kebutuhan binatang gembalaan mereka yang merupakan sumber penghasilan utama mereka. Kehidupan mereka tentunya sangat bersebrangan dengan kehidupan masyarakat modern dan penduduk kota. Hal ini dapat dibuktikan dan sudah menjadi realitas kehidupan yang Ibnu Khaldun sampaikan dalam bagian pembahasan yang memakai kata Arab ini.

Dalam bagian kedelapan bab kedua dari kitab Mukaddimahnya, Ibnu Khaldun mengatakan: dan bagi siapapun yang sumber penghasilannya berasal dari Unta, maka kehidupan mereka adalah nomaden (berpindah-pindah)dan orang yang penuh dengan kemiskinan.... karenanya, mereka umumnya sangat liar lebih baruk dari orang-orang modern yang keluar batas dan mereka bagaikan hewan penyerang. Merekalah arab; dalam artian lainnya, merekalah suku barbar dan juga suku zanatah di Maroko, suku Akras dan Turkiman di Masyriq. Namun Arab justru lebih dari semua itu, karena mereka lebih terpencil Dalam bagian kedelapan bab kedua dari kitab Mukaddimahnya, Ibnu Khaldun mengatakan: dan bagi siapapun yang sumber penghasilannya berasal dari Unta, maka kehidupan mereka adalah nomaden (berpindah-pindah)dan orang yang penuh dengan kemiskinan.... karenanya, mereka umumnya sangat liar lebih baruk dari orang-orang modern yang keluar batas dan mereka bagaikan hewan penyerang. Merekalah arab; dalam artian lainnya, merekalah suku barbar dan juga suku zanatah di Maroko, suku Akras dan Turkiman di Masyriq. Namun Arab justru lebih dari semua itu, karena mereka lebih terpencil

Ia pun mengatakan pada bagian kesembilan di bab kedua buku Mukaddimahnya,: ‘bagian bahwasannya nasab sesungguhnya

ada pada orang-orang liar dari Arab atau yang semakna dengannya‟. „itu karena mereka mengkhususkan penghidupan

mereka pada pekerjaan yang tidak jelas, keadaan yang sulit, dan masyarakat yang buruk yang terpaksa mereka harus jalani.Kehidupan mereka tergantung pada peternakan unta dan penggembalaannya. Untalah yang membuat kehidupan mereka menjadi liar dikarenakan begitu sulitbya dari menggembala mer eka dan perkembang biakannya‟

Ia mengatakan juga di bagian kedua puluh lima bab kedua buku Mukaddimahnya: bagian bahwasannyanya suku arab sangat mudah ditahlukan, itu semua karena tabiat mereka yang liar, suka merampas dan juga bermuka suram; mereka akan merampas apapun yang bisa mereka dapatkan dengan menghindari bahaya, namun mereka pun akan mudah lari kepada persembunyian mereka bila dilawan...

Ia pun mengatakan di bagian kedua puluh enam bab kedua buku Mukaddimahnya: Bagian bahwa suku Arab bila menguasai suku lain, maka suku itu akan cepat terlepas kembali dari kekuasaannya. Ini semua disebabkan karena suku arab sangat liar yang menerapkan tabiat keliaran dan segala hal yang berkaitan dengannya... tabiat ini bertentangan dengan adanya suatu peradaban. Suatu keadaan yang bagi masyarakat normal biasa, namun bagi mereka, itu adalah suatu petualangan dan suatu keterbalikan. Hal ini tidak bisa didiamkan dan mereka tidak akan terbiasa untuk itu. Sebagaimana halnya batu bagi mereka hanya berfungsi untuk penyangga perapian; karena tentunya apabila mereka menguasai suku yang berperadaban, mereka akan memindahkan semua batu yang ada di dalam Ia pun mengatakan di bagian kedua puluh enam bab kedua buku Mukaddimahnya: Bagian bahwa suku Arab bila menguasai suku lain, maka suku itu akan cepat terlepas kembali dari kekuasaannya. Ini semua disebabkan karena suku arab sangat liar yang menerapkan tabiat keliaran dan segala hal yang berkaitan dengannya... tabiat ini bertentangan dengan adanya suatu peradaban. Suatu keadaan yang bagi masyarakat normal biasa, namun bagi mereka, itu adalah suatu petualangan dan suatu keterbalikan. Hal ini tidak bisa didiamkan dan mereka tidak akan terbiasa untuk itu. Sebagaimana halnya batu bagi mereka hanya berfungsi untuk penyangga perapian; karena tentunya apabila mereka menguasai suku yang berperadaban, mereka akan memindahkan semua batu yang ada di dalam

Ia berkata di bagian kedua puluh tujuh bab kedua buku Mukaddimahnya: Bagian bahwa suku Arab tidak akan mempunyai pemimpin kecuali dengan menyandang gelar keagamaan... ini semua disebabkan mempunyai moral yang liar dan mereka merupakan

dipimpin oleh siapapun... namun dengan datangnya agama yang dibawa oleh rasul ataupun wali, dimana agama tersebut sudah tertanam dalam jiwa, ia akan mampu menghilangkan rasa sombong dalam hatinya dan juga hati masyarakat dan juga rasa bersaing diantara mereka, hingga masyarakat pun akan lebih mudah

dipimpin‟ Liar yang dimaksud Ibnu Khaldun disini adalah yang terbentuk karena jauhdari suatu peradaban dan juga tempat hunian manusia lainnya, juga hidup dalam keadaan sulit;

hingga kehidupannya tidak stabil dan melahirkan generasi yang lemah sesudahnya dan hidup selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain (nomaden).

Ia pun mengungkapkan pada bagian kedua puluh delapan bab kedua buku Mukaddimahnya: bagian bahwa suku arab adalah suku yang tidak mengenal politik dan pemerintahan. Semua ini disebabkan karena mereka benar-benar primitif dari semua suku yang ada di muka bumi dan suku yang sangat sulit hidupnya. Mereka tidak membutuhkan banyak hal karena sudah terbiasa dengan kehidupan mereka yang sulit dan sengsara; karenanya pula mereka tidak membutuhkan orang lain. Oleh seba itu, mereka sangat sulit dikendalikan satu sama lainnya

Ia pun mengungkapkan pada bagian kesembilan bab keempat buku Mukaddimahnya: Bagian bahwa bangunan yang didirikan suku Arab umumnya cepat rusak, semua ini disebabkan karena keprimitifan mereka dan kurangnya pengetahuan mereka akan

masalah bangunan... Wallahu a‟lam... dilain sisi, ini semua disebabkan akan kurangnya perencanaan mereka dalam merancang suatu bangunan... karena mereka selama ini hanya menggembala

unta dan tidak pernah memperdulikan air, apakah itu baik atau buruknya, atau sedikit atau banyaknya; juga tidak pernah menanyakan cara bercocok tanam yang baik karena kehidupan mereka yang nomaden, selalu berpindah-pindah dengan membawa makanan mereka dari satu daerah ke daerah lainnya. anginlah yang akan membawa mereka kemanapun ia bertiup, dan tali unta sebagai pegangan mereka; dengan anginlah mereka makin memburuk dalam memilih keputusan ataupun tempat tinggal.

Ia pun mengatakan pada bagian kedua puluh satu bab kelima buku Mukaddimahnya: bagian bahwa suku arab adalah orang yang paling tertinggal dalam perindustrian, semua ini disebabkan akan keprimitifan mereka dan jauhnya mereka dari peradaban manusi dan juga dari perindustrian dan sejenisnya, juga dari orang „ajm dari bangsa Masyriq ataupun suku nasrani -musuh bangsa Romawi- mereka adalah orang yang berkebudayaan dalam peradaban modern dan jauh dari primitif dan peradabannya, bahkan unta yang digembalakan oelh suku Arab dengan keliarannya dan keprimitifannya,hilang dalam pandangan mereka secara keseluruhan dan mereka dapat memimpin mereka dengan baik.

Disamping itu pula, Ibnu Khaldun telah mengungkapkan secara langsung akan apa yang ia maksud dengan kata ‘arab’

yang diterangkannya pada bab kedua yang mencakup didalamnya empat bagian yang menggunakan kata ;arab’ sebagaimana yang yang diterangkannya pada bab kedua yang mencakup didalamnya empat bagian yang menggunakan kata ;arab’ sebagaimana yang

Ibnu Khaldun pun menyebutkan dai akhir kata pengantarnya tentang penyebab ia menulis dan meneliti akan suku bangsa primitf ini d engan mengatakan: ‘aku telah menyuguhan tentang peradaban primif, karena ia lah yang ada terlebih dahulu dari semua peradaban yang adam sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti‟

Demikianlah, banyak dari peneliti yang mengkritik akan penggunaan kata ‘Arab’ dalam Mukaddimah Ibnu Khaldun; namun

mereka tidak memperhatikan akan apa yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun akan permasalahan ini, bahwa yang ia maksud dengan kata tersebut adalah masyarakat primitif yang menyibukkan diri dengan menggembala dan yang memiliki kehidupan nomaden, yang selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Para pengkritik itu mengira bahwa yang

dimaksud dengan kata ‘arab’ adalah bangsa arab yang merupakan kebalikan dari ajam (non arab). Salah seorang yang

ikut salah dalam kritikan ini adalah Dr Thaha Husein dalam bukunya ‘Falsafah Ibnu Khaldun Al Ijtimaiyyah’ dan juga

Muhammad Abdullah Anan dalam bukunya ‘Ibnu Khaldun, hayatuhu wa turatsuhu al fikry‟. Setelah Dr Thaha Husein mendapatkan kelemahan, ia pun mencoba menerangkan tentang permasalahan

bangsa arab pada masa Ibnu Khaldun dan mengatakan: tidak aneh bila Ibnu Khaldun datang dengan tangan hampa; apalagi ia tinggal di lingkungan keluarga Barbar yang bertentangan dengan bangsa Arab dan yang telah meruntuhkan Afrika utara bangsa arab pada masa Ibnu Khaldun dan mengatakan: tidak aneh bila Ibnu Khaldun datang dengan tangan hampa; apalagi ia tinggal di lingkungan keluarga Barbar yang bertentangan dengan bangsa Arab dan yang telah meruntuhkan Afrika utara

memutuskan sesungguhnya dalam pembahasan tersebut terdapat satu hal tentang adanya peremehan dan permusuhan yang besar akan bangsa arab dengan mengatakan: rahasia yang ada dalam pembahasan ini telah dipahami sebagaimana semua ini tampak pada pendapat Ibnu Khaldun yang demikian kerasnya akan bangsa arab, walau sebelumnya telah disebutkan bahwasannya ia sendiri aslinya bernasab pada bangsa Arab, walau pada realitasnya, ia banyak berinteraksi dengan lingkungan bangsa Barbar yang telah dibuka negerinya oleh orang Arab sendiri setelah pertarungan yang panjang dan dengan mewajibkan kepada mereka menganut agam yang mereka anut dan juga berbahasa dengan bahasa yang mereka pakai. Setelah pertarungan, pertahanan dan proses diplomasi yang panjang, mereka pun akhirnya menjadi negara Islam yang satu dengan tetap tunduk kepada kepemimpinan pemimpin dari bangsa Arab di Afrika, Spanyol hingga datang kesempatan untuk membebaskan diri dan bangkit kembali. Permusuhan yang ada antara bangsa Arab dan bangsa barbar di Afrika dan juga Spanyol sangat terkenal dalam sejarah Islam. Generasi bangsa barbar seolah sudah mewarisi kebencian terhadap bangsa Arab sejak lama. Lalu muncullah Ibnu Khaldun dan berinteraksi dengan lingkungan bangsa barbar ini dengan segala perasaan, adat dan semua sejarahnya, sebagaimana keluarganya telah berinteraksi dengan bangsa ini seratus tahun sebelumnya dan berlindung di bawah perlindungan bani Muwahhidin dan juga bangsa barbar. Hingga tak aneh apabila kita mendengar

darinya akan kekerasan hatinya pada bangsa Arab. 87 . Para pengkritik itu seolah mencoba mentafsirkan pemahaman mereka

86 Falsafah Ibnu Khaldun, terjemah: Muhammad Abdullah Anan, hal 102 87 Muhammad Abdullah Anan: Ibnu Khaldun, Terbitan kedua, hal 120-121 86 Falsafah Ibnu Khaldun, terjemah: Muhammad Abdullah Anan, hal 102 87 Muhammad Abdullah Anan: Ibnu Khaldun, Terbitan kedua, hal 120-121

dari penelitian adalah hal yang aneh. Dari hal inilah, sebagian dari mereka berpendapat bahwasannya Ibnu Khaldun berpaham kebangsaan yang bersebrangan dengan bangsa Arab, dan sesungguhnya ia dianggap keluar dari bangsa Arab; sedang sebagian lainnya berpendapat bahwasannya peremehan yang dilakukan oleh Ibnu Khaldun menunjukkan bahwasannya ia bukanlah asli Arab; walau ia mengaku ia berasal dari Arab, namun tabiat darahnya mengalahkan kearabannya, baik dari segi pemikiran, dan juga fanatisme kebangsaanya.

Namun satu hal yan aneh sekali, bahwa kesalah pahaman ini justru datang dari peneliti arab itu sendiri; sedang banyak peneliti lainnya dari orientalis, Turki bahkan para pendahulu mereka memahami hal ini dengan baik. Sebagai contoh, mungkin kita bisa melihat kepada Baron Duceland yang memunculkan terjemahan Mukaddimah Ibnu Khaldun dalam bahasa Perancis pada tahun 1868, ia berkomentar pada pembahasan bagian kedua dari bab dua yaitu bagian yang mengungkapkan bahwasannya Ibnu Khaldun berpendapat bahwasannya generasi arab dalam penciptaannya yang alami. Dalam terjemahnya, ia menambahkan ungkapan: Ibnu Khaldun menggunakan kata „arab‟ dalam pembahasan ini dan juga pembahasan setelahnya yang mengandung arti „suku primitif‟

Ia pun mengatakan dalam penjelasannya akan kata Arab yang datang dalam kamus yang menyertai terjemahnya Mukaddimahnya ini dengan menuliskan: Les Arabes d‟ibn Khaloun sont les Arabes nomades (Vol 3 p. 488)(Sesungguhnya arab yang dimaksud Ibnu Khaldun adalah masyarakat primitif dan yang nomaden) ’

Hal ini pun diisyaratkan dengan kiasan –walau tidak secara langsung- oleh sejarawan Turki Judith Basha yang Hal ini pun diisyaratkan dengan kiasan –walau tidak secara langsung- oleh sejarawan Turki Judith Basha yang

banyak orang. Namun ia menerjemahkannya dengan ‘kabilah arab’ atau kabilah

kearaban’. Ia menambahkan kata kabilah yang bila dipami ia akan bermakna bangsa yang primitif dan bukannya bangsa yang

berperadaban; dan inilah maksud yang diinginkan oleh Ibnu Khaldun.

Dengan demikian, maka jelaslah, bahwasannya Ibnu Khaldun memakai kata ‘primitif’ –dan inilah kata yang

sebenarnya ingin ia sampaikan- pada pembahasan yang ada secara langsung dan menggantikan kedudukannya oleh kata

‘arab’ yang terkadang mempunyai banyak arti (karena pada kenyataannya ia tidak bermaksud pada kata ini, namun ia

mengandung arti lain menurut definisi katanya) yang pada umumnya ia bermakna bangsa arab. sehingga pencampur adukkan artian ini dapat dipahami, dengan memberikan kesempatan bagi seseorang atau lebih untuk mengkritiknya. Dari sini,

Muhammad Jamil Bihim bila mengatakan: ‘sesungguhnya Ibnu Khaldun secara tersembunyi telah mengecilkan bangsa primitif

dan bukannya bangsa Arab. ini tampak dalam pembahasannya pada empat bagian dengan tema peradaban primitif dan suku bangsa yang liar dan kabilah-kabilahnya; sebagaimana telah jelas dapat dilihat bahwasannya ia sangat menyanjung bangsa Arab dan memujinya juga peradabannya baik yang ada sesudah ataupun sebelum Islam. Namun yang menjadi sumber keraguan adalah karena ia memakai kata „arab‟ yang mempunyai dua artian; maka seyogyanya, arti yang mengarah pada bangsa Arab ditinggalkan karena diluar dari keinginan pengarang yang bermaksud diluar arti tersebut dan inilah yang terkadang dan bukannya bangsa Arab. ini tampak dalam pembahasannya pada empat bagian dengan tema peradaban primitif dan suku bangsa yang liar dan kabilah-kabilahnya; sebagaimana telah jelas dapat dilihat bahwasannya ia sangat menyanjung bangsa Arab dan memujinya juga peradabannya baik yang ada sesudah ataupun sebelum Islam. Namun yang menjadi sumber keraguan adalah karena ia memakai kata „arab‟ yang mempunyai dua artian; maka seyogyanya, arti yang mengarah pada bangsa Arab ditinggalkan karena diluar dari keinginan pengarang yang bermaksud diluar arti tersebut dan inilah yang terkadang

Namun penulis tidak sepakat dengan apa yang diungkapkan oleh Muhammad Jamil Bihim yang mengatakan bahwasannya bisa jadi Ibnu Khaldun sengaja membuat keraguan sebagai satu batu sandungan bagi para penguasa di masyarakat Maroko yang terdiri dari bangsa barbar, karena penulis tidak membaca sedikitpun dari perkataan Ibnu Khaldun dan juga dari keadaannya yang menunjukkan akan kesengajaannya dalam melakukan hal yang misterius ini demi satu tujuan tertentu. Sebagaimana bahwasannya ia tidak mempunyai pengertian lain

dari kata yang dimaksud ‘arab’ sebagaimana yang telah disebutkan, karena ia hanyalah mengandung satu arti yang

diambil dari sastra lama. 89