Ibnu Khaldun dan Syair
6. Ibnu Khaldun dan Syair
Ibnu Khaldun banyak memperbaiki Syair dan susunan beberapa qasidah sejak masa mudanya; hal ini terus dilakukannya hingga ia mencapai pertengahan kepala lima dari umurnya lalu ia mulai menfokuskan dirinya akan bidang keilmuan dan penulisannya dan ia pun tidak banyak menyusun syair setelahnya; kecuali tiga qasidah: pertama; yaitu qasidah akan pujian kepada sultan Abu Abbas, Sultan Tunis disaat ia sedang menderita sakit yang dideritanya pada tahun 780 H (sedang Ibnu Khaldun pada saat itu mulai memasuki kepala lima dari umurnya), kedua; Qasidah yang juga dipersembahkan Ibnu Khaldun kepada sultan Ibnu Abbas bersamaan dengan
ia selesai menyelesaikannya pada tahun 784 H dan ketiga; qasidah permintaan maaf yang ditujukan kepada sultan Barquq, akan fatwa dan tulisannya yang telah mebuatnya marah dan menentangnya pada saat masa-masa fitnah Nashiri; qasidah
bukunya Ibr setelah bukunya Ibr setelah
Dalam hal ini, Ibnu Khaldun mengisahkan akan fase tugas yang diembannya kepada Sultan Abu Salim di Maroko bagian atas dari tahun 760 – 762 H: Lalu aku menulis syair dan akupun mulai banyak menguasainya (Ta‟rif 70). Ibnu Khaldun
pun menyebutkan dalam berbagai kota yang disinggahinya akan contoh dari tujuh Qasidah yang disisinnya pada masa itu.
Pertama; yang dikirimkan kepada sultan Abu Anan di akhir tahun 759 H untuk memberikan maafnya dan mengeluarkannya
penjara, dengan ungkapannya: Disetiap malam aku sesali
tak ada masapun dapat berempati Ibnu Khaldun menjelaskan bahwasannya qasidah ini sangatlah panjang, sekitar dua ratus bait dan ia tidak menyimpannya,
Namun
hingga ia hanya menyebutkan lima bait saja darinya. 135 Kedua; yang disenandungkan sultan Abu salim pada malam
Maulid Nabi tahun 762 H, dengan ungkapannya: Telah kulewati petualangan dan siksaan * begitu panjang masa dan jembatan Ibnu Khaldun menyebutkan qasidah ini yang keseluruhannya
memuat sekitar empat puluh tujuh baik (Ta’rif 70) Ketiga; yang disenandungkan Sultan Abu Salim ketikan hadiah yang dikirim –Jerapah- dari Sudan sampai kepadanya,
dengan ungkapan: Kunyalakan tangan kerinduanku pada sahabatku *
inilah qasidah pertama yang disebutkan dalam auto-biografinya Ta‟rif
dan ini merupakan qasidahnya yang terlama dari semua qasidah yang disebutkan disini. Dan bisa jadi ini adalah awas syair yang disusunnya. Inilahyang menegaskan bahwa sesungguhnya Ibnu Khaldun telah memulai memperbaiki syair di saat ia sedang mengemban tugasnya bersama Sultan Abu Salim setahun setelahnya. Lihat Ta’rif 67 dan ini merupakan qasidahnya yang terlama dari semua qasidah yang disebutkan disini. Dan bisa jadi ini adalah awas syair yang disusunnya. Inilahyang menegaskan bahwa sesungguhnya Ibnu Khaldun telah memulai memperbaiki syair di saat ia sedang mengemban tugasnya bersama Sultan Abu Salim setahun setelahnya. Lihat Ta’rif 67
jantungku
Keempat; yang disenandungkan oleh mentri Mas’ud bin Masai, pada hari Idul Fitri tahun 763 H yang dipersembahkan kepada mentri Umar bin Abdullah, agar ia mengizinkannya untuk meninggalkan negara, dengan ungkapan: Bahagia dengan puasa yang diterima *
Bahagia dengan Eid dimana kaulah yang menerima Ibnu Khaldun menyebutkan keseluruhan qasidah ini yang
berjumlah sekitar tiga puluh bait (Ta’rif hal 77) Kelima; yang disenandungkan oleh Sultan Gharnatah,
Mahmud bin Yusuf bin Ismail bin Ahmar An Nasry pada maulid nabi tahun 764 H, dengan ungkapan: Lembaga itu muncul sebelum kemunculanku *
Dengan tetesan air mata ku isi kehidupanku Ibnu Khaldun menyebutkan keseluruhan qasidah ini dalam auto- biografinya Ta‟rif yang berjumlah sekitar tiga puluh satu bait (Ta’rif hal 85)
Keenam; yang disenandungkan oleh Sultan Gharnatah, Mahmud bin Yusuf bin Ismail bin Ahmar An Nasry pada perayaan khitan kedua putranya, dengan ungkapan: Kerinduan tampak bila tak terhalangi ungkapan dan ratapan *
Peringatan akan mendatangkan kesatuan dan ganjaran Ibnu Khaldun menyebutkan keseluruhan qasidah ini dalam auto- biografinya Ta‟rif yang berjumlah sekitar tiga belas bait (Ta’rif hal 88, 89)
Ketujuh; yang disenandungkan oleh Sultan Gharnatah, Mahmud bin Yusuf bin Ismail bin Ahmar An Nasry pada pada maulid nabi tahun 765 H, dengan ungkapan: Dia menolak untuk membiasakan karena ragu *
Siapa aku yang berkhayal untuk menjadi muslim Ibnu Khaldun menyebutkan keseluruhan qasidah ini dalam auto- biografinya Ta‟rif yang berjumlah sekitar tujuh belas bait (Ta’rif hal 89,90)
Ibnu Khaldun banyak membahas fasenya ketika ia meninggalkan Syair untuk lebih terfokus pada keilmuan dan juga penulisan. Setelah ia selesai menulis kitab Ibr di Tunis tahun 784, ia mengemukakan: aku sempurnakan penulisannya yang kemudian aku persembahkan kepada asalnya (maksudnya sultan Abu Abbas, sultan Tunis). Hal yang cukup membuat sultan iri dan sewot atasku adalah karena aku tidak memujinya. Sedang aku pada saat itu tidak mempedulikan lagi Syair dan aku hanya memfokuskan diri pada bidang keilmuan. Lalu
sesungguhnya iameninggalkannya sebagai hinaan atas kesultananmu, sedang sebelumnya ia banyak memberikan pujian pada sultan sebelummu. Aku mengetahui hal ini dari sebagian dari mereka yang mengatakan hal ini kepada sultan. ketika aku mempersembahkan buku dengan namanya, aku pun memberikannya senandung qasidah yang memujinya dimana aku sebutkan akan perjalanan hidup dan juga banyak ekspansi yang dilakukannya; dan akupun meminta izinnya untuk meninggalkan dunia syair lalu kulabjutkan dengan pemberian buku ini padanya‟ Ia lalu
menyebutkan sekitar seratus bait dari qasidahnya, yang dibukanya dengan ungkapan: Apakah ada selain pintumu yang bisa diharapkan *
Atau ada selain sayapmu yang bisa menyimpan cita-cita Lalu ia pun menyebutkan permohonan maafnya karena telah meninggalkan dunia syair dengan ungkapannya: Kutemukan malamku dalam awal keberanian *
Namun kerendahan datang setiap ia diinginkan Bait-bait berbenturan dengan kata secara sendirinya *
Susunan kata melarikan diri Qawafi mengering 136
Lalu Ibnu Khaldun pun menyuguhkan syair lainnya yang ia persembahkan kepeda Abu Abbas dengan ungkapannya: ketika aku pergi meninggalkan daerah militernya di Susah ke Tunis – disaat aku masih tinggal disana, aku mendapatkan kabar bahwasannya sultan tertimpa penyakit dalam perjalannya yang namun tak lama kemudian ia sembuh, maka aku menyampaikan padanya qasidah ini. Lalu ia menyebutkan sekitar 30 bait dari Qasidah ini, yang diantaranya: Siang tampak tertawa setelah masamnya *
bersembunyi setelah penderitaannya 137 Di akhir ucapannya tentang finah Nashir (terjadi pada akhir tahun 791 H) dengan ungkapanya: sesunguhya Dzahir (yang dimaksudkan adalah Dzahir Barquq) mencela kami, para ulama fiqh atas fatwa yang menurutnya suatu pengebirian. Kami pun akhirnya benci untuk menuliskan fatwa, namun kami tetap menulisnya sesuai kemampuan, namun sultan masih tetap tidak menerimanyanya, lalu ia pun mencela, khususnya padaku tiba-tiba ada seorang sudan yang memebrikan solusi agar menaggalkan kekuasaan yang ada padaku, hingga aku tidak bisa
Rahmah
datang
136 137 Ta’rif 232-241 Ta’rif 241-244 136 137 Ta’rif 232-241 Ta’rif 241-244
dan kebaikannya (Ta‟rif 331) lalu ia menyebutkan sekitar 65 bait dari Qasidah yang disusunnya, dengan permulaannya: Tuanku, pikiranku selalu indah akanmu *
Bantuanmu tuk mewujudkan harapanku cukup bagiku
Dengan melihat kepada sepuluh Qasidah yang telah disebutkan Ibnu Khaldun dan merupakan sebagian contoh dari kesemuan qasidah yang ada dalam auto-biografinya Ta‟rif telah cukup menjelaskan bahwasannya Ibnu Khaldun kembali kepada tiga golongan; diantanya apa yang disebut dengan posisi tertinggi dalam kualitas. Dimana dapat dilihat dari Qasidah yang dihasilkanya mempunyai keidahan kata, kelembutan bahasa dan ketinggian makna serta gaya bahasa yang bagus serta susunan syair yang kokoh, yang kesemuanya ini dimasukkan dalam kategori unggul yang jarang dihasilkan oleh banyak penyair Islam; namun ini hanya sedikit didapatkan dari syairnya. Lalu turun pada posisi selanjutnya yaitu posisi kata yang tersusun dengan hanya melibatkan ruh syair. Ini semua dapat dilihat dari qasidah-qasidah terakhirnya yang ia susun pada masa tuanya setelah ia lama meninggalkan syair untuk lebih menfokuskan diri pada bidang keilmuan dan juga penulisan. Yang terakhir adalah yangmenjadi penegah diantara dua posisi itu. kita dapat Dengan melihat kepada sepuluh Qasidah yang telah disebutkan Ibnu Khaldun dan merupakan sebagian contoh dari kesemuan qasidah yang ada dalam auto-biografinya Ta‟rif telah cukup menjelaskan bahwasannya Ibnu Khaldun kembali kepada tiga golongan; diantanya apa yang disebut dengan posisi tertinggi dalam kualitas. Dimana dapat dilihat dari Qasidah yang dihasilkanya mempunyai keidahan kata, kelembutan bahasa dan ketinggian makna serta gaya bahasa yang bagus serta susunan syair yang kokoh, yang kesemuanya ini dimasukkan dalam kategori unggul yang jarang dihasilkan oleh banyak penyair Islam; namun ini hanya sedikit didapatkan dari syairnya. Lalu turun pada posisi selanjutnya yaitu posisi kata yang tersusun dengan hanya melibatkan ruh syair. Ini semua dapat dilihat dari qasidah-qasidah terakhirnya yang ia susun pada masa tuanya setelah ia lama meninggalkan syair untuk lebih menfokuskan diri pada bidang keilmuan dan juga penulisan. Yang terakhir adalah yangmenjadi penegah diantara dua posisi itu. kita dapat
Dari berbagai qasidah indahnya yang disenandungkan oleh Sultan Abu Salim bin Abu Hasan Sultan Maroko bagian atas pada malam Maulid Nabi pada tahun 762 H dimana materi isinya mengisahkan akan perjalanan Rasulullah Saw dan juga pujian kepada sultan, yang pengantarnya adalah: Telah kulewati petualangan dan siksaan *
begitu panjang masa dan jembatan kuterangi hari setiap waktu * tuk tinggalkan hati yang sedih teman hidup berjanji dan pergi * hatiku tertahan kerinduan dan kewajiban kendaran mereka berlalu dan airmataku mengalir * sesak setelahnya dengan air mata
Darinya pun syair akan mu’jizat Rasulullah Saw dan juga pujian untuknya:
Aku memanggilmu dengan keyakinan kau akan menjawabku * Wahai sebaik-baik yang dipanggil dan penjawab Kusimpulkan pujianku sesungguhnya kau telah mulia *
Dengan mengingatmu pun suatu kebaikan Apa lagi yang dapat kuharapkan dengan kemabukan * Al- Qur‟an pun memujimi dengan segala kebaikan Dari berbagai qasidah yang tidak kurang kualitasnya dari qasidah sebelumnya, adalah qasidah yang disenandungkan Pangeran Muhammad bin Yusuf bin Ahmar dalam peringatan Maulid Nabi pada suatu waktu di Andalusia, dengan ungkapannya: Lembaga itu muncul sebelum kemunculanku *
Dengan tetesan air mata ku isi kehidupanku Aku bersumpah meninggalkan rumahku dan rumah mereka *
Membawa hati akan memori mereka tanpaku Kuhentikan senandung sabar yang hilang setelahnya * Kupinta gambaran namun tak dijawab Dalam qasidah ini pun penolakan atas apa yang dilakukan mentri Umar bin abdullah dan memaksanya untuk pindah ke Andalusia: Demi persahabatanku, mereka bersumpah meninggalkan *
Tempat pertahanan mereka bila mereka kehilanganku Aku tinggal di tempat tertinggi hingga terlarang *
Hampir Mereka berseri menyambutku Sedang aku menyendiri tak menemui mereka * waktu ku ratapi namun tak seorangpun meralat Diantara qasidah-qasidah yang menengah kualitasnya, yang ia kirimkan pada tahun 759 H kepada sultan Abu Anan untuk meminta maaf dan memohon agar melepaskannya dari penjara, yang dibuka dengan ungkapannya: Disetiap malam aku sesali *
Namun tak ada masapun dapat berempati Cukup kesedihaku tinggal dan pergi * Aku menyaksikan kehilangan diriku Dalam setiap peristiwa, aku terpencil * Selalu datang padaku setiap pertarungan Juga ada nada kerinduan didalamnya: Hiburan mereka tidak lain memperkeruh lembaga *
Disetiap malamku dihinggapi perasaan asing Gemerisik angin menambah kerinduanku
Kepada mereka dan menakutkanku dan menyenangkanku Diantara qasidah-qasidah yang lemah yang bisa dibilang kacau dalam susunannya, yang terlepas dari jiwa syairnya adalah qasidah yang Ibnu Khaldun tulis setelah ia lama meninggalkan dunia syair. Ia menuliskannya pada tahun 784 H dan mempersembahkannya kepada Sultan Abu Abbas, Sultan Tunis sekaligus memberikan kepadanya bukunya Ibr. Qasidah yang diucapkannya ini tercakup dalam muatan bukunya itu, dengan ungkapan: Ditanganmu perjalanan masa dan penghuninya *
Hingga ibr pun kembali karena kemurahan hatinya Halaman biografi tentang banyak peristiwa *
Meningkat dari yang global hinga mendetail
Mulai dari tatabu‟ 138 dan amaliq sebagai rahasia Tsamud sebelumnya dan kaum Ad yang
pertama Dalam qasidah inipundidapati pujian bagi sultan: Penghuni pun pergi dengan bakatnya *
Memberikan hadiah indah dan membanyak Maha besar Allah yang telah menciptakan makhluknya yang dermawan
Bagai taman yang tumbuh dengan makmurnya Dalam bait ini pun, tampak beberapa bait yang menunjukkan akan kelemahan Ibnu Khaldun dalam syairnya, seperti ungkapannya: Penegak Islam dari *
Bangsa Mudhir dan Barbar didapatkan
plural dari tabi yaitu raja Yaman
Atau ungkapannya: Amirul Mukminin pemimpin kita *
Dalam kecenderungan agama dan dunia Inilah Abu Abbas sebaik-baiknya khalifah * Kusaksikan kebiasaannya yang dikenal Memohon bantuan Allah dalam kesulitan * Ia selalu tawakkal atas pertolongan Tuhannya Dalam beberapa qasidah ini, ia menggunakan banyal kalimat-kalimat seni dalam berbagai ilmu, sebagaimana qasidah yang ia persembahkan untuk sultan Tunis disaat ia sembuh dari sakitnya: Penolong agama yang kokoh dengan keinginannya *
Mengusir istiqamah tanpa bersebrangan Ia menggunakan dua kalimat thard (mengusir) dan „aksa (bersebrangan) yangmerupakan bagian dari ilmu Mantiq.
Juga ungkapannya dalam qasidah yang ia kirimkan kepada Barquq, untuk meminta maaf aas fatwa yang membuatnya marah atas penyebarannya: Musuh mengukir peristiwa Ifki *
Semuanya dengan cara yang menyakitkan Mereka menginginkanku dalam suasana asing * Dinisbatkan padaku semua urusan yag mereka sukai Melempar apapun yang mereka inginkan dari *
Kebohongan yang mereka pikir akan berhasil Ibnu Khaldun dalam qasidah ini menggunakan kalimat ma‟lul (menyakitkan) dan juga gharib (asing) juga maqbul (berhasil) yang merupakan kata-kata yang sering digunakan oleh para ahli hadits pada beberapa kelompok yang sering meriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw.
Ibnu Khaldun mengakui bahwa dirinya belum mencapai kualitas terbaik dalam syairnya; syairnya ada diposisi antara yang terbaik dan yang terburuk, bila dilihat dari karya syairnya yang dihasilkan pada masa kecil dan dewasanya. Lalu aku mulai serius mendalaminya, dan akupun mulai menguasainya dan syairku pun terletak antara posisi unggulan dan juga tak terlalu baik . (ta’rif 70)
Ibnu Khaldun memandang bahwa sebab buruknya tatanan syairnya adalah karena banyaknya hapalan yang ia lakukan sejak masa mudanya kan syair-syair statis dan lemah. Dalam hal ini, ia mengungkapkan: suatu hari, aku ingat bahwa sahabat kami, Abu Sbdullah bin Khatib (yang ia maksudkan adalah Lisanuddin bin Khatib, mentri kerajaan di Andalusia dari Bani Ahmar; ia mempunyai seseorang yang sangat mahir dalam syair dan juga penulisan. Lalu kukatakan padanya: aku merasa kesulitan dalam menyususn syair setiap aku mencobanya -baik dengan dengan kemampuanku, hapalanku yang baik dan kuat akan Al- Qur‟an dan hadits juga seni linguistik arab- dan aku hanya mampu menghapalnya sedikit saja. Lalu entah datang dari mana –Wallahu a‟lam- aku telah mampu menghafal banyak syair ilmiah dan hukum-hukum yang tertulis sebagaimana aku mampu menghafal qasidah-qasidah syatiby, baik yang di kitabnya syatiby kubra dan syatiby sugra yang membahas banyak tentang qiraat. Akupun mempelajri dua kitab ibnu Hajib baik dalam bidang fiqh dan juga ushul fiqh, juga kitab Jamal Khuwanji tentang ilmumantiq dan sebagian kitab tashil; serta banyak kitab tentang metode pengajaran di majlis. Semuanya aku hapalaku bukan hanya mampu menghafal dengan baik akan Al- Qur‟an, hadits ataupun ilmu lingusitik, namun juga melebihi itu semua. Aku kagum melihat masa yang berlalu, lalu ia berkata: Ya Allah, Engkaulah! Apakah ada Ibnu Khaldun memandang bahwa sebab buruknya tatanan syairnya adalah karena banyaknya hapalan yang ia lakukan sejak masa mudanya kan syair-syair statis dan lemah. Dalam hal ini, ia mengungkapkan: suatu hari, aku ingat bahwa sahabat kami, Abu Sbdullah bin Khatib (yang ia maksudkan adalah Lisanuddin bin Khatib, mentri kerajaan di Andalusia dari Bani Ahmar; ia mempunyai seseorang yang sangat mahir dalam syair dan juga penulisan. Lalu kukatakan padanya: aku merasa kesulitan dalam menyususn syair setiap aku mencobanya -baik dengan dengan kemampuanku, hapalanku yang baik dan kuat akan Al- Qur‟an dan hadits juga seni linguistik arab- dan aku hanya mampu menghapalnya sedikit saja. Lalu entah datang dari mana –Wallahu a‟lam- aku telah mampu menghafal banyak syair ilmiah dan hukum-hukum yang tertulis sebagaimana aku mampu menghafal qasidah-qasidah syatiby, baik yang di kitabnya syatiby kubra dan syatiby sugra yang membahas banyak tentang qiraat. Akupun mempelajri dua kitab ibnu Hajib baik dalam bidang fiqh dan juga ushul fiqh, juga kitab Jamal Khuwanji tentang ilmumantiq dan sebagian kitab tashil; serta banyak kitab tentang metode pengajaran di majlis. Semuanya aku hapalaku bukan hanya mampu menghafal dengan baik akan Al- Qur‟an, hadits ataupun ilmu lingusitik, namun juga melebihi itu semua. Aku kagum melihat masa yang berlalu, lalu ia berkata: Ya Allah, Engkaulah! Apakah ada
walaupun ada sedikit masalah dalam kedudukan Ibnu Khaldun dikalangan para penyair, namun apa yang telah ada cukuplah menjadi bukti akan partisipasinya dalam keilmuan ini walau hanya sedikit dan juga menjadi buktinya bahwa ia tidak meninggalkan ilmu pengetahuan sedikitpun, kecuali ia pun mengetahuinya walau tidak secara mendetail.