Penyebab Ibnu Khaldun menimbulkan ilmu baru ini

5. Penyebab Ibnu Khaldun menimbulkan ilmu baru ini

Penyebab utama yang menginspirasikan Ibnu Khaldun untuk membidani kelahiran ilmu baru ini adalah keinginannya untuk melepaskan semua penelitian dan pembahasan sejarah dari info-info kamuflase. Dengan menciptakan semua peralatan dalam mempelajari ilmu sejarah inilah, maka para peneliti dan juga para pemikir dapat membedakan semua kabar dan info yang diyakini kebenarannya ataupun yang mempunyai bibit- bibit kebohongan dilihat dari fenomena-fenomena sosial kemasyarakat yang berkembang pada saat peristiwa yang dimaksud terjadi, hingga semua kabar atau informasi yang diperkirakan bohongnya, dapat dijauhkan dari penelitian yang diinginkan dan mereka pun dapat lebih mengkonsentrasikan diri pada semua kabar dan informasi yang lebih akurat dan dipercaya atau yang lebih diyakini keakuratannya dan kemungkinan

fenomena sosial kemasyarakatan yang berlaku. Ibnu Khaldun melihat, bahwasannya buku-buku sejarah yang ditulis dan diterbitkan banyak mengandung berita-berita yang kurang bisa diyakini kebenarannya; hingga ia merasa mempunyai kewajiban untuk membersihkan hal tersebut dari kabar-kabar dan berita tersebut dan memberikan kabar yang lebih akurat kepada semua pembaca yang menginginkan suatu kebenaran akan fenomena sosial yang terjadi dengan berusaha untuk tidak mencampur adukkan antara berita yang akurat kebenarannya dengan berita yang diragukan kebenarannya. Ia melihat bahwasannya solusi dan pemecahan untuk mengatasi masalah diatas adalah dengan mengetahui penyebab mengapa para penulis dan para pemikir menuliskan dan menyebarkan kabar dan berita yang diragukan kebenarannya dan juga terkadang mereka menukil berita yang tidak layak tersebut. Disaat ia mengetahui penyebab-penyebab tersebut, maka akan didapati solusi dan pemecahan akan permasalahan tersebut dan

terjadinya

dilihatdari

juga membersihkan diri dari hal-hal tersebut. Ia pun banyak merenung dan memikirkan hal ini dengan mengamati banyak karya-karya sejararawan sebelumnya dan apa yang tertulis didalamnya dari kabar-kabar yang diragukan kebenaran dan keakuratannya dan ia akhirnya dapat menyimpulkan, bahwasanya penyebab dalam adanya kebohongan dalam menulis suatu sejarah ataupun menerima dan menukil sejarah dari orang lain, dapat dilihat dari tiga aspek:

Pertama; semua ini kembali kepada pribadi penulis sejarah itu sendiri, juga keinginan dan kecenderungannya akan orang-orang yang dapat ia nukilkan akan sejarah yan ia inginkan dan seberapa jauh kecenderungan ini menguasainya ambisinya dan kepercayaannya atas semua kabar dan berita yang ia dapatkan; termasuk didalamnya isu-isu pendapat akan suatu peristiwa dan juga para mazhabnya. Karena jiwa bila dalam keadaan normal dalam menerima suatu berita, maka ia akan menerimanya sesuai porsi yang dibutuhkannya dengan melalui pengamatan dan pemikiran yang dalam, hingga ia dapat mendeteksi kebenaran dan juga kebohongan berita yang didapatkannya. Namun apabila dalam posisi yang tidak normal, karena suatu hal dan lainnya, maka ia akan terbawa kepada isu-isu yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keshahihannya dan ia pun akan menerima berita sesuai dengan kecenderungan akan apa yang ia butuhkan tanpa mengamatinya dan berpikir akannya lebih dalam. Kecenderungannya akan satu hal inilah yang akan menjadi penghambat baginya untuk menyaring berita yang didapatinya dan juga menutup mata hatinya untuk dapat mengamati dan memikirkannya lebih dalam hingga akhirnya tanpa disadarinya, ia telah menerima kabar yang tidak dapat dipertanggung

Juga termasuk didalamnya, kebanyakan dari para penulis atau sejarawan sangat menyenangi kedekatan mereka dengan para penguasa

jawabkan

keabsahannya.

ataupun para jutawan dan memberikan mereka pujian dan sanjungan diluar batas keawajaran dengan seolah menganggap bahwa apa yang terjadi pada mereka adalah suatu kebaikan secara mutlak sehingga semua peristiwa yang terjadi seolah adalah sesuatu yang pantas diagungkan. Mereka pun menyanjung dan memuji para penguasa tersebut dengan pekerjaan-pekerjaan yang sebenarnya tidak ada dan tidak pernah dilakukan sebelumnya demi menyenangkan hati mereka hingga akhirnya menyebarlah kabar dan berita-berita bohong ini ke penjuru negeri. Jiwa pada dasarnya sangat menyenangi pujian dan manusia pun mencari dunia -baik itu berupa kekuasaan ataupun harta yang berlimpah- dengan segala cara untuk mencapainya. Tidak banyak orang yang sangat benar-benar jujur dan

bijaksana dan berlomba-lomba dalam kebaikan. 66 Dan inilah yang banyak ditulis oleh banyak sejarawan tentang keluarga para raja, baik kebijaksanaan dan juga kemuliannya di berbagai zaman.

Untuk mengatasi golongan ini, dengan memisahkan jiwa sejarawan ataupun penulis dari kecenderungan-kecenderungan pribadi ataupun dari mengikuti isu yang tidak bisa dipertanggung jawabkan dan juga dari faktor-faktor yang membuatnya untuk menyelewengkan sejarah itu sendiri dengan menulis sejarah tanpa harus terikat dengan pemikiran yang sedang berkembang, dan juga dengan mengkonsentrasikan diri dalam mengamati dan mempelajari semua berita yang yang

66 Mukaddimah: Bayanm 261,262. Ibnu Khaldun menyebutkan dua hal yang menjadi permisalah kelompok pertama ini yaitu adanya isu-isu pendapat

akan suatu berita dan sejarah dan juga mazhab-mazhabnya dan menggambarkan bahwasannya dua hal ini saling terpisah asatu sama lain. Namun pada kenyataannya, kedua hal ini bermuara pada satu asal sebagaimana yang telah penulis jelaskan. Satu asal ini bermuara atas empat hal lain yang disebutkan Ibnu Khaldun dalam penyebab ketidak akuratannya suatu berita, yaitu: kejujuran sumber berita, keraguan akan kejujurannya, bodoh/tidak mengetahui akan tujuan suatu peristiwa yang terjadi dan juga tidak mengetahui akan adanya intervensi suatu berita dan adanya kebohongan yang ada didalamnya.

didapatkan, khususnya yang diragukan keabsahannya baik karena ada kecenderungan dan kepentingan didalamnya, atau karena isu yang berkembang atau hanya karena demi kepentingan satu penguasa tertentu.

Kedua; terjadi karena ketidak tahuan akan perangkat aturan yang mempengaruhi fenomena sosial masyarakat yang sedang dipelajarinya sebagaimana yang ada dalam fenomena- fenomena bintang, kimia, biologi, binatang, tumbuhan dan banyak lainnya. banyak sejarawan atau penulis yang tidak mengetahui akan perangkat aturan ini dan mereka langsung menulis sejarah tersebut tanpa mengetahui bahwa aturan yang berlaku menghukumi berita yang mereka dapatkan tersebut dengan suatu kemustahilan. Bisa diambil contoh dengan apa

yang dinukil Mas’udi dari raja Iskandar ketika diberitakan bahwa penghuni laut (syetan lautan) turut membantu

pembangunan kota Iskandariah dan juga ketika diberitakan kepadanya bagaimana ketika diambil gelondongan kayu, ditemukan dibawahnya kotak kaca yang ditenggelamkan di bawah lautan hingga ia bisa membentuk rupa penghuni lautan tersebut yang kemudian terlihat dan membentuk rupa loga, dan membantunya dalam pembangunan pilar bangunan. Para penghuni laut tersebut kabur ketika aku keluar menemuinya dan memperhatikannya. Namun akhirnya selesai juga pembangunan kota Iskandariah sebagaimana dalam kisah panjang dari percakapan yang khurafat yang mustahil terjadi... itu karena sesuatu yang tenggelam di dalam air, walaupun ia berada dalam suatu kotak, maka akan menyebabkannya sulit bernafas dengan cara normal hingga tekanan tubuhnya akan panas dan akhirnya ia akan mati. Ia akan kehabisan udara dingin nomal yang diperlukannya untuk mengontrol sirkulasi paru-paru dan pembangunan kota Iskandariah dan juga ketika diberitakan kepadanya bagaimana ketika diambil gelondongan kayu, ditemukan dibawahnya kotak kaca yang ditenggelamkan di bawah lautan hingga ia bisa membentuk rupa penghuni lautan tersebut yang kemudian terlihat dan membentuk rupa loga, dan membantunya dalam pembangunan pilar bangunan. Para penghuni laut tersebut kabur ketika aku keluar menemuinya dan memperhatikannya. Namun akhirnya selesai juga pembangunan kota Iskandariah sebagaimana dalam kisah panjang dari percakapan yang khurafat yang mustahil terjadi... itu karena sesuatu yang tenggelam di dalam air, walaupun ia berada dalam suatu kotak, maka akan menyebabkannya sulit bernafas dengan cara normal hingga tekanan tubuhnya akan panas dan akhirnya ia akan mati. Ia akan kehabisan udara dingin nomal yang diperlukannya untuk mengontrol sirkulasi paru-paru dan

Untuk mengatasi golongan ini yaitu dengan memberikan para sejarah dan para penulis keilmuan biologi dan segala aturan-aturan yang berlaku padanya dengan mengenyahkan semua faktor yang tidak sejalan dengan aturan-aturan ini.

Seandainya Mas’udi sepakat dan mengetahui ilmu fisiologi dan teknik bernafas dalam diri manusia dan juga binatang, maka

bisa jadi ia tidak akan menukil berita mustahil dari raja Iskandar ini.

Tidak ada pengecualian bagi setiap penulis ataupun sejarawan untuk mengetahui keilmuan ini. Karena ilmu biologi atau ilmu yang mempelajari akan fenomena-fenomena alam telah berkembang secara luas pada masa Ibnu Khaldun. dan para pakarnya telah berhasil mengungkapkan banyak aturan-aturan yang mempengaruhi kesatuan alam dalam banyak penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan. Karenanya tiada alasan untuk para penulis dan juga sejarawan untuk tidak mengetahui akan aturan-aturan ini, sebagaimana tidak ada alasan bagi mereka atas apa yang mereka riwayatkan atas kabar yang ternyata bersebrangan dengan kenyataan yang ada. Sudah menjadi kewajiban bagi mereka sebelum menulis penelitian dan pembahasan sejarah yang akan mereka sampaikan, untuk

Alat untuk menyelam belum diciptakan pada masa Ibnu Khaldun; karenanya akan mustahil ia dikenal pada zaman raja Iskandar Agung

sebagiamana yang dikisahkan oleh Mas’udi sebagiamana yang dikisahkan oleh Mas’udi

Ketiga; terjadi karena ketidak tahuan akan aturan- aturan

fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan yang terjadi. Ini karena fenomena sosial kemasyarakatan tidak berjalan atas suatu keinginan atau ataupun satu kebetulan, namun ia dipengaruhi oleh aturan- aturan yang stabil dan diakui oleh seluruh masyarakat. Dalam hal ini Ibnu Khaldun mengatakan: dan satu penyebab terjadinya ketidak akuratan dalam satu berita adalah ketidak tahuan penulis atau sejarawan akan adat istiadat dan juga kebiasaan yang berlaku dalam suatu peradaban yangada. Setiap kejadian yang terjadi tentunya merupakan implikasi atas suatu adat istiadat yang terjadi dan juga lingkungan yang mempengaruhinya. Apabila seorang pendengar mengetahui lingkungan tempat suatu peristiwa, maka ia akan dapat memilah suatu berita yang bisa dipercaya keakuratannya ataupun berita yang tidak bisa dipertanggung jawabkan sama sekali(Mukaddimah: Bayan, 262) Namun apabila berkeyakinan pada satu berita dengan hanya sekedar menukilnya saja dari sumbernya, dimana tidak dipelajari didalamnya pengaruh atas aturan-aturan adat istiadat peradaban yang berlaku dan juga lingkungan sosial kemasyarakatannya, bisa jadi berita yang ia dapatkan tidak dapat diakui keabsahan dan keakuratannya (Mukaddimah: Bayan, 219)

yang

mempengaruhi

Inilah yang sebenarnya telah terjadi. Banyak penulis dan sejarawan yang menuliskan berita nampu tanpa mengetahui aturan-aturan adat istiadat dan peradaban yang berlaku yang mempengaruhi kehidupan bermasyarakat hingga apa yang telah dibahasnya kurang bisa mencapai tujuan yang ingin dicapainya dari keansahan suatu berita, hingga merekapun tanpa sadar menuliskan suatu berita yang menurut aturan yang berlaku Inilah yang sebenarnya telah terjadi. Banyak penulis dan sejarawan yang menuliskan berita nampu tanpa mengetahui aturan-aturan adat istiadat dan peradaban yang berlaku yang mempengaruhi kehidupan bermasyarakat hingga apa yang telah dibahasnya kurang bisa mencapai tujuan yang ingin dicapainya dari keansahan suatu berita, hingga merekapun tanpa sadar menuliskan suatu berita yang menurut aturan yang berlaku

diambil contoh dengan berita yang dinukil oleh Mas’udi dan banyak sejarawan dari bani Israel yang mengisahkan bahwa

disaay Musa menghitung jumlah prajurit yang ada pada peristiwa Tiyyah 68 -setelah pembolehan membawa senjata bagi siapapun yang mampu dan berusia diatas dua puluh tahun, ia mendapati jumlah keseluruhan prajuritnya berjumlah 600.000

prajurit atau lebih. 69 Namun jumlah ini menurut kenyataan dan aturan yang ada, ternyata melebihi jumlah penduduk yang ada pada saat itu, hingga berita ini bisa diragukan keabsahannya. Sesungguhnya antara Musa dan Israel terdapat jarak empat generasi sebagaimana diungkap oleh para muhaqqiq (peneliti). Ia adalah Musa bin Umran bin Yashar bin Qahats

atau Qahits bin Lawy atau Lawa bin Ya’kub; dan ia diberi gelar Israililah sebagaimana yang terdapat dalam Taurat. 70

Tiyyah adalah suatu masa yang dihabiskan Bani Israil dalam berjuang di bukit Sina dan daerah sekitarnya serta berpindah-pindah dari satu penjuru ke penjuru lainnya Ta‟ihin (berputar-putar kebingungan) sebagaimana yang ada dalam ungkapan yang ada di dalam Al- Qur’an dengan baju besi dan semua perlengkapan mereka. Masa ini berkisar sekitar empat puluh tahun sebagaimana yang di ungkapkan di Al- Qur’an yang dimulai sejak keluarnya Bani Israel dari Mesir dan berakhir hingga mereka

menguasai negeri Kan’an. Allah berfirman didalam Al-Qur’an, setelah penggambaran yang indah danmenarik yang terjadi antara Musa dan kaumnya disaat ia memerintahkan mereka untuk memasuki Ardul Muqaddasah (tanah yang suci; Palestina) namun mereka menolaknya karena takut kepada

penduduknya (Surat Al Maidah 20-25) Lalu dilanjutkan dengan: Allah berfirman: "(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar- putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu." Surat Al Maidah: 26

69 Mukaddimah: Bayan,220. Bisa jadi Mas’udi telah meyakini keabsahan berita ini sebagaimana yang tertulis pada bagian 37 dari Ashah 12 dari

Safaril Khuruj, dijelaskan bahwasannya jumlah parjurit Bani Israel ketika mereka keluar dari Mesir sekitar 600.000 laki-laki, tidak termasuk didalmanya anak kecil.

70 Yang tersebut dalam Taurat adalah Musa bin Amram bin Kehath bin Levi bin Ya’kub. Jadi antara dia dan ya’kub terdapat tiga generasi dan

bukannya empat. Tidak ada dalam generasinya yang bernama Yashar sebagaimana yang Ibnu Khaldun katakan. (Lihat bagian 16, 18 dari Ashah

6 dari kitab Safaril Khuruj). Sesungguhnya Yashar (Jitsehar) adalah

Sedang masa yang ada diantara keduanya sebagaimana yang dinukil oleh Mas’udi, ia berkata: Israel masuk ke Mesir

bersamaan dengan anaknya Asbath dan anak-anak mereka ketika ia mendatangi Yusuf dengan tujuh puluh rombongannya 71 merekapun tinggal di Mesir sampai akhirnya mereka keluar bersama Musa As ke Tiyyah. Hingga jarak yang ada ialah 220

tahun. 72 Mereka pun berputar ke kerajaan-kerajaan Qibti pada bangsa Fir‟aun dan tidak mungkin untuk menciptakan satu

bangsa yang besar dalam jangka hanya empat generasi saja dan melahirkan jumlah sebanyak ini 73 , bila dilihat dari

ketentuan yang ada dalam pertambahan jumlah penduduk secara umum. 74 Seandainya Mas’udi mengetahui ketentuan yang berlaku dalam fenomena sosial kemasyarakatan, maka kesalahan seperti ini tidak akan pernah terjadi.

Kenyataannya, banyak penulis dan sejarawan yang mempunyai banyak alasan untuk tidak mengetahui ketentuan- ketentuan dan aturan ini. Mereka mempunyai banyak alasan sesuai dengan kesalahan yang telah mereka buat. Ini semua karena sampai pada masa Ibnu Khaldun pun, ilmu ini belum terungkap.

fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan belum pernah dipelajari sebelumnya sebagai

Juga

karena

salah satu saudara Amram dan bukanlah bapaknya (Lihat bagian 18 dari Ashah 12 dari Safaril Khuruj) dalam bagian inipun disebutkan bahwasannya Lawy (Levi) hidup selama 137 tahun. Sedang Qahats (Kehath) hidup selama 133 tahun, sedang Amran (Amram) hidup selama 137 tahun.

71 Ini sesuai dengan apa yang dikisahkan Taurat (lihat bagian ke 27, Ashah 46, dari Safaru Takwin)

72 tertulis dalam Taurat bahwa masa tinggal mereka di mesir adalah 430 tahun (lihat bagian 40, Ashah 12, Safarul Khuruj). Tidak aneh bila

mereka tinggal di Mesir dalam jangka waktu yang panjang ini, karena yang ada antara Musa dan Ya’kub hanya tiga generasi sja. Sedang di

Taurat disebutkan bahwasannya kedua bapak pertamanya hidup selama 137 tahun dan sedang yang ketiganya hidup selama 133 tahun.

73 Mukaddimah: Bayan, 220,221 74 Malthus (Pakar ekonomi yang berasal dari Inggris, 1766-1843 dan

termasuk pelopor ilmu Demografi atau ilmu pertambahan penduduk) menyimpulkan dari penelitiannya tentang pertambahan jenis dan jumlah penduduk dalam kitabnya Increase termasuk pelopor ilmu Demografi atau ilmu pertambahan penduduk) menyimpulkan dari penelitiannya tentang pertambahan jenis dan jumlah penduduk dalam kitabnya Increase

atau sekedar menggambarkan apa yang seharusnya dilakukan ataupun menggambarkan faktor-faktor yang bisa merekontruksi dan mengubah kepada pembaharuan atau hanya untuk menjadi sekedar cerita yang tertanam dalam hati saja.. juga banyak tujuan lainnya, sebagaimana Ibnu Khaldun mengungkapkannya dalam bab politik dan perkotaan ataupun pada bab khitabah. Disaat aturan dan ketentuan memepengaruhi fenomena sosial yang berlaku tidak terungkap ataupun tidak dikenal, maka tidak dapat dihindari kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan oleh para penulis atau sejarawan yaitu dengan menerima berita-berita yang tidak sejalan dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Tidak mungkin melindungi mereka dari kesalahan tersebut kecuali apabila mereka telah mengungkap aturan dan ketentuan ini. Dari sana, seorang penulis atau sejarawan dapat memahami lebih banyak dan menyampaikan dan juga memkomparasikan dengan berita yang didapatkanya. Berita yang mereka tulis pun tidak akan bersebrangan dengan landasan dan ketentuan yang ada hingga berita tersebut pun tidak akan dihukumi dengan ketidak akuratan ataupun keabsahannya. Berita yang mereka tulis adalah berita yang bener-benar dan mungkin terjadi pada masa itu dan mereka pun akan lebih berhati-hati akan keakuratan berita yang akan mereka tulis sebagaimana kehati-hatian dalam menulis sejarah yang terkenal. Aturan dan ketentuan dalam suatu masa tidak akan terungkap kecuali bila dipelajari lebih dahulu akan fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan yang berlaku pada masa itu dan menganggapnya sebagai satu ilmu positif, dimana

sekedar menggambarkan

dibahas didalamnya penjelasan-penjelasan lingkungan yang melingkupinya dan juga digambarkan hubungan-hubungan yang mengikat satu dengan lainnya dan juga hasil dari hubungan dan interaksi yang dibuat baik dari kemunculan awal dan juga perkembangan serta pertentangan yang ada didalamnya sesuai dengan perbedaan yang ada dalam setiap masyarakat dan juga setiap masa.

Disaat Ibnu Khaldun berkeinginan untuk melepaskan semua penelitian dan pembahasan tentang suatu sejarah dari kabar- kabar kamuflase dan kabar yang tidak bisa dipertanggung jawabkan, juga menghindari para penulis dan juga sejarawan dari kesalahan penulisan suatu sejarah, maka ia pun sebenarnya dengan sendirinya telah mengungkapkan aturan dan ketentuan yang mempengaruhi fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan. Dari pengamatannya inilah

ia telah mempelopori ilmu baru yang Ibnu Khaldun sebut sebagai Ilmu peradaban atau ilmu sosial kemasyarakatan. Ia pun menegaskankan –sepanjang pengetahuan yang ia dapat dan ia ketahui – bahwa belum ada seorang pun yangmendahuluinya dalam mengungkapkan ilmu ini.

Dalam hal ini, Ibnu Khaldun mengatakan: orang-orang yang mengatakan telah membedakan yang hak dari yang batil dalam penerimaan suatu berita baik dari segi mungkin dan mustahilnya, hendaknya melihat kepada sosial masyarakat yang merupakan satu peradaban. Kita dapat membedakan apa yang terjadi dengan hanya melihat kepada lingkungan masyarakatnya dengan tanpa pertentangan ataupun terlalu berlebih-lebihan dak dapat diketahui apa yang tidak mungkin terjadi pada masa itu. Apabila hal tersebut telah dilakukan, mka itulah aturan dan ketentuan yang dapatmembuat kita dapat membedakan sesuatu yang hak dari yang batil dalam menerima suatu kabar, dapat membedakan suatu kejujuran dari semua kebohongan yang Dalam hal ini, Ibnu Khaldun mengatakan: orang-orang yang mengatakan telah membedakan yang hak dari yang batil dalam penerimaan suatu berita baik dari segi mungkin dan mustahilnya, hendaknya melihat kepada sosial masyarakat yang merupakan satu peradaban. Kita dapat membedakan apa yang terjadi dengan hanya melihat kepada lingkungan masyarakatnya dengan tanpa pertentangan ataupun terlalu berlebih-lebihan dak dapat diketahui apa yang tidak mungkin terjadi pada masa itu. Apabila hal tersebut telah dilakukan, mka itulah aturan dan ketentuan yang dapatmembuat kita dapat membedakan sesuatu yang hak dari yang batil dalam menerima suatu kabar, dapat membedakan suatu kejujuran dari semua kebohongan yang

Faidah ini pula yang didapati dari ilmu hadits yaitu dengan melindungi para sejarawan dari kesalahan dalam menerima suatu berita tentang suatu peradaban yang dihukumi mustahil terjadinya. Hal ini merupakan manfaat yang terjadi secara tidak langsung dan tidak secara hakikatnya, walaupun ini dijadikan penyebab Ibnu Khaldun dalam membidani ilmu baru ini. Sedang manfaat langsungnya atau tujuan hakiki dari semua ini adalah memahami secara mendasar fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan dan aturan dan ketentuan yang mengaturnya. Ini pun berlaku di semua bidang keilmuan; tujuan utama dan hakiki juga tujuan langsung untuk semua bidang keilmuan adalah sekeadar memahami landasan dasar dari suatu fenomena dan juga mengenal aturan yang ada didalamnya. disamping tujuan secara langsung ini, semua bidang keilmuan Faidah ini pula yang didapati dari ilmu hadits yaitu dengan melindungi para sejarawan dari kesalahan dalam menerima suatu berita tentang suatu peradaban yang dihukumi mustahil terjadinya. Hal ini merupakan manfaat yang terjadi secara tidak langsung dan tidak secara hakikatnya, walaupun ini dijadikan penyebab Ibnu Khaldun dalam membidani ilmu baru ini. Sedang manfaat langsungnya atau tujuan hakiki dari semua ini adalah memahami secara mendasar fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan dan aturan dan ketentuan yang mengaturnya. Ini pun berlaku di semua bidang keilmuan; tujuan utama dan hakiki juga tujuan langsung untuk semua bidang keilmuan adalah sekeadar memahami landasan dasar dari suatu fenomena dan juga mengenal aturan yang ada didalamnya. disamping tujuan secara langsung ini, semua bidang keilmuan

mencari aturan dan ketentuannya) 75 dengan ini dapat dipahami bahwasannya yang dimaksud adalah semua bidang keilmuan . Hasil dari suatu ilmu peradaban berdampak tidak langsung dalam pemberitaan saja (baik berita yang akurat, yang terhindar dari berita yang dibuat-buat atau yang tidak dimungkinkan terjadinya dilihat dari lingkungan yang melingkupinya).. dan bahwa setiap pembahasannya berkisar tentang hakikat dan segala kekhususannya yang mulia (apabila tujuan utamanya adalah memahami landasan dasar dari fenomena sosial dan juga aturan dan ketentuan yang melandasinya; maka

inilah yang dianggap sebagai tujuan mulia) 76

6. Perkembangan dan fase sosial kemasyarakatan dalam

pandangan Ibnu Khaldun, yang menjadi landasan dasar

lihat Tafsir Ibnu Khaldun dengan apa yang dimaksud dengan awaridh Dzatiah di akhir bagian pembahasan ini. 76 Mukaddimah: Bayan, 266,267. Ibnu Khaldun menyebutkan ungkapan ini

dalam suatu kalimat yang mengisyaratkan akan penyesalannya akan kelalaian parapemikir sebelumnya yang tidak mempfokuskan diri dalam mempelajari ilmu sosial dengan metode yang benar. Ungkapan ini secara lengkapnya adalah sebagi berikut: namun para orang bijaksana, mungkin mereka mengamati dalam hal tersebut. Namun aku melihatnya sebagai suatu hasil dari adanya pemberitaan saja. Apabila pembahasannnya ada dalam hakikatnya dan pengkhususanya yang mulia, namun hasil yang ada adalah pembenaran akan suatu berita dan ini dalam posisi yang sangat lemah. Karenanya hal ini tidak bisa dianggap. Wallahu A‟lam‟ yang ia maksudkan, bisa jadi para pemikir sebelumnya telah memikirkan penelitian dan pembahasan seperti yang ia pikirkan dalam ilmu sosial ini. Namun hasil yang tampak hanyalah pembenaran akan suatu berita. Dan ini hasil yang sangat lemah posisinya dan tidak layak untuk diungkapkan lebih banyak, maka hasil ini pun dianggap angin lalu dan mereka pun akhirnya tidak menyampaikan pembahasan-pembahasan yangmerupakan pokok masalah ilmu ini dan kekhususannya yang mulia. Penulis telah meringkasnya dari ungkapannya yang asli dengan hanya menjadikannya beberapa kalimat saja. Ia adalah bagian yang berhubungan dengan apa yang penulis ingin tekankan dalam pendapatnya Ibnu Khaldun saja.

penelitiannya

fenomena sosial kemasyarakatan

dalam

mempelajari

Salah satu unsur penting yang membedakan fenomena sosial kemasyarakatan denga bidang keilmuan lainnya adalah bahwasannya ia tidak statis dalam satu keadaan. Ia berbeda sesuai dengan perbedaan bangsa dan umat yang asa. Ia pun berbeda dalam masyarakat yang satu bila dilihat dari masa dan zamannya. Mustahil ditemukan dua umat yang benar-benar sama dalam tatanan kemasyarakatannya ataupun dalam pelaksanaan aturan yang berlaku, sebagaimana mustahil terjadi bila ditemukan aturan kemasyarakatan yang berstatus quo atau bertahan lama dalam sejarah masyarakat itu sendiri dalam beberapa fase perkembangannya.

Kenyataan ini terjadi atas semua bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, keluarga, kehakiman ataupun berbagai fenomena-fenomena sosial kemasyarakatan lainnya, bahkan hal ini pun melanda semua yang berhubungan dengan perkara etika dan juga ukuran baik dan buruk, keutamaan dan juga kebusukan. Apa yang bai di suatu masyarakat, bisa jadi ia adalah hal buruk di masyarakat lainnya. apa yang dianggapnya sebagai suatu kemuliaan dan kebanggaan disatu masyarakat tertentu, bisa jadi ia adalah satu kehinaan di masyarakat lainnya. terkadang pula didapati, apa yan dianggap hal yang biasa-biasa saja di suatu bangsa, dianggap sebagai suatu hal yang sangat berbahaya di bangsa lainnya. begitu banyak hukum yang berbeda dilihat dari etika yang berlaku dalam satu umat dalam banyak masa yang berbeda.

Inilah yang sangat dipahami oleh Ibnu Khaldun dan ia jadikan landasan dasar dalam penelitianya di keilmuan sosialnya. Ia pun menegaskan dengan ungkapannya yang jelas: sesungguhnya keadaan alam dan umat-umat dan adat kebiasaan mereka tidak akan berlangsung pada untuk selamanya dan satu Inilah yang sangat dipahami oleh Ibnu Khaldun dan ia jadikan landasan dasar dalam penelitianya di keilmuan sosialnya. Ia pun menegaskan dengan ungkapannya yang jelas: sesungguhnya keadaan alam dan umat-umat dan adat kebiasaan mereka tidak akan berlangsung pada untuk selamanya dan satu

Dengan kekhususan inilah, ilmu sosial berbeda tema dengan keilmuan lainnya. Keilmuan seperti ilmu matematika dan biologi yang mencakup didalamnnya ilmu hitung, aljabar, geometri, ilmu ukur, ilmu perbintangan, kimia ataupun ilmu yang menyelidi akan suatu keadaan yang tetap, ia tidak akan berubah dengan berubahnya zaman dan masa. Sedang ilmu sosial mengamati akan perubahan fenomena-fenomena sosial yang berubah-ubah seiring berubahnya tempat dan waktu.

Dari sini dapat dipahami, sesungguhnya beban yang di sandang dalam mengamati bidang ilmu yang dilakukan pakar ilmu sosial lebih berat dibanding pakar-pakar di bidang keilmuan lainnya; ini semua dikarenakan bahwa untuk mempelajari fenomena yang selalu berubah akan lebih sulit dibanding hanya mempelajari fenomena yang menetap. Disamping itu pula, karena seorang pakar ilmu sosial tidak hanya mempelajari fenomena sosial kemasyarakatannya saja dan mempelajari tujuan dan penyebab perubahan yang terjadi, namun juga ia harus mempelajari penyebab dan faktor yang menyebabkan perkembangan dan perbedaan yang terjadi di setiap masyarakat dan setiap waktu, juga ia harus mengungkap aturan dan ketentuan serta landasan dasar yang mengatur perkembangan dan perbedaan ini.

Kemudian seorang peneliti ilu sosial harus mengerahkan segala kemampuan dan kehati-hatiannya dalam menggagas rencana dan konsep dalam mengukur perubahan yang telah terjadi dengan yang terjadi saat ini. Karena bila yang

pengukuran yang dilakukannya terlalu berlebihan atau mungkinceroboh dalam memahami fenomena sosial kemasyarakatan dan perkembangannya serta plin-plan dalam mempelajarinya, semua itu akan berdampak negatif dan menyebabkan peneliti itu sendiri terperangkap dalam dalam suatu kesalahan fatal serta ia pun akhirnya menyimpang dari tujuan aslinya. Inilah hal yang sangat diperhatikan oleh Ibnu Khaldun dengan memberikan arahan kepada para peneliti dengan mengatakan: Pengukuran dan pengisahan akan manusia adalah sesuatu yang umu dan sudah dikenal. Namun apabila ternyata salah, hasilnya tidak akan dipercayai ; yang kesemuanya ini akibat kelalaian dan kecerobohan akan maksud asal hingga akhirnya akan menyelewengkannya dari tujuan awal. Bisa jadi ia mendengar banyak berita masa lampau, namun ia tidak dapat memahami seutuhnya akan perubahan yang telah terjadi; kemudian ia mengukur hal tersebut dengan keadaan masa kini hingga yang tampak adalah perbedaan yang sangat mendasar, hingga akhirnya pun ia terperangkap dalam kesalahannya (Mukaddimah: Bayan, 252,253) Ibnu Khaldun memberikan contoh akan kesalahan-kesalahan yang dilakukan para sejarawan dengan ucapannya: contoh dalam hal ini adalah seperti yang dinukil oleh para sejarawan tentang keadaan Hujjaj. Dikisahkan bahwasannya bapaknya adalah seorang pengajar; sedangkan pembelajaran yang ada pada masa ini termasuk didalamnya ungkapan dalam mencari kehidupan (mancari nafkah) yang berbeda yang dimaksud pada masa lalu.... mereka tidak mengetahui... sesungguhnya pembelajaran pada awal masa-masa kejayaan Islam dan pada masa kedua daulah sesudahnya tidak bermaksud mencari nafkah. Ia adalah menukil apa yang telah di dinger tentang hukum-hukum syariah dan mempelajari semuamasalah keagamaan yang tidak diketahui. Sesungguhnya pakar nasab dan juga orang-orang pilihan (ahli agama) adalah

orang- orang yang mengetahui sepenuhnya tentang Al Qur‟an dan Sunnah Rasulullah Saw. Dengan semua makna yang ia telah pelajari secara manual bukan dengan mempelajari dengan maksud mencari nafkah. Karena Ialah (Al- Qur‟an) yang telah diturunkan kepada rasul-Nya kepada seluruh umat dan dengannya Allah memberikan hidayah-Nya. Islam adalah agama mereka dimana mereka mempertahankannya dengan nyawanya yang menjadi kekhususan bagi umat yang memeluknya dan menjadikan umat tersebut lebih mulia hingga akhirmya mereka begitu semangat untuk menyampaikan risalahnya dan memberikan pemahaman yang mendalam kepada seluruh umat. Agama ini tidak ditentang oleh para pembesar dan juga tidak dipimpin oleh orang yang lemah. Para pembesar dari kalangan sahabat menyaksikan diutusnya Nabi Allah, Muhammad Saw; begitu pula para utusan negeri-negeri arab lainnya, hingga mereka pun mempelajari batasan-batasan yang ada di dalam Islam dan juga hukum dan syariah yang ada didalamnya... disaat kedudukan slam telah menetap dan makin luas pengaruhnya hingga menembus banyak negara yang berjauhan dan berganti hari demi hari dan makin banyak hukum Islam yang berhasil dijadikan satu konsep yang diambil dari nash-nash demi menyikapi peristiwa dan kejadian yang terjadi dan berbeda setiap waktunya. Semua hal ini membutuhkan satu perundang-undangan yang menjaganya dan menghindarinya dari collapse. Bidang keilmuan pun akhirnya disebarkan dengan proses pembelajaran. Ia pun akhirnya menjadi sumber nafkah dan berbagai maknanya. Para penguasa yang duduk di kursi kesultanan dan kerajaan, membayar sejumlah uang untuk seorang yang mengajari mereka ilmu. Ia pun kemudian menjadi profesi dan ladang untuk mencari nafkah, sehingga para petinggi dan raja merasa gengsi untuk mempelajarinya dan seolah mengkhususkan ilmu tersebut hanya untuk orang-orang yang lemah penghasilannya orang- orang yang mengetahui sepenuhnya tentang Al Qur‟an dan Sunnah Rasulullah Saw. Dengan semua makna yang ia telah pelajari secara manual bukan dengan mempelajari dengan maksud mencari nafkah. Karena Ialah (Al- Qur‟an) yang telah diturunkan kepada rasul-Nya kepada seluruh umat dan dengannya Allah memberikan hidayah-Nya. Islam adalah agama mereka dimana mereka mempertahankannya dengan nyawanya yang menjadi kekhususan bagi umat yang memeluknya dan menjadikan umat tersebut lebih mulia hingga akhirmya mereka begitu semangat untuk menyampaikan risalahnya dan memberikan pemahaman yang mendalam kepada seluruh umat. Agama ini tidak ditentang oleh para pembesar dan juga tidak dipimpin oleh orang yang lemah. Para pembesar dari kalangan sahabat menyaksikan diutusnya Nabi Allah, Muhammad Saw; begitu pula para utusan negeri-negeri arab lainnya, hingga mereka pun mempelajari batasan-batasan yang ada di dalam Islam dan juga hukum dan syariah yang ada didalamnya... disaat kedudukan slam telah menetap dan makin luas pengaruhnya hingga menembus banyak negara yang berjauhan dan berganti hari demi hari dan makin banyak hukum Islam yang berhasil dijadikan satu konsep yang diambil dari nash-nash demi menyikapi peristiwa dan kejadian yang terjadi dan berbeda setiap waktunya. Semua hal ini membutuhkan satu perundang-undangan yang menjaganya dan menghindarinya dari collapse. Bidang keilmuan pun akhirnya disebarkan dengan proses pembelajaran. Ia pun akhirnya menjadi sumber nafkah dan berbagai maknanya. Para penguasa yang duduk di kursi kesultanan dan kerajaan, membayar sejumlah uang untuk seorang yang mengajari mereka ilmu. Ia pun kemudian menjadi profesi dan ladang untuk mencari nafkah, sehingga para petinggi dan raja merasa gengsi untuk mempelajarinya dan seolah mengkhususkan ilmu tersebut hanya untuk orang-orang yang lemah penghasilannya

dihormati, sepanjang pengetahuanku. Ia tidak mempelajari Al- Qur‟an sebagaimana yang dilakukan orang-orang pada masanya; sebagai usaha untuk mencari nafkah, ia mempelajarinya sebagaimana para sahabat dan orang-orang lakukan yang telah kami gambarkan pada permulaan Islam. (Mukaddimah: Bayan, 254,255)