Pekerjaannya di kantor pemerintahan dan bidang politik di Maroko bagian atas sebelum perjalanan pertamanya ke Andalusia (755 – 764 H)

2. Pekerjaannya di kantor pemerintahan dan bidang politik di Maroko bagian atas sebelum perjalanan pertamanya ke Andalusia (755 – 764 H)

Sultan Abu Hasan (Pemimpin Maroko bagian atas) meninggal pada tahun 752 H. Kedudukannya di gantikan oleh anaknya Abu Anan. Abu Anan adalah adalah seorang pemimpin yang sangat egois dan tamak. Ia menduduki posisi ayahnya dengan melepaskan sebagian daerah yang pernah dikuasai oleh ayahnya dengan susah payah. Ia melarikan diri ke Maroko bagian tengah (yang pada saat itu berkedudukan di Thalmasan Dahulu

menguasainya dan melepaskan kekuasaannya dari Bani wad lalu mereka merebut kembali darinya dan ia pun mengembalikan sebagian besar daerah tersebut); lalu ia menguasai Thalmasan tahun 753 H dengan membunuh rajanya lalu menguasai Bijayah (yang terletak di Maroko bagian bawah yang merupakan bagian dari afrika atau Tunis). kedudukannya pun akhirnya ditumbangkan oleh Abu Abdullah Muhammad Hafsy dan ia pun di jadikan tawanan di Vas.

ayahnya

pernah

Ibnu Khaldun pada saat itu sedang berada di daerah Baskara (yang terletak di Maroko bagian tengah); ia pun berusaha untuk menemui sultan Abu Anan; yang saat itu berada di Thalmasan (Ibukota Maroko bagian tengah). Sulan pun menyambutnya dengan hnagat. Ibnu Khaldun pun mendekat padanya dan memberikan kesetiannya kepadanya dan berusaha untuk menjadi orang kepercayaannya, hingga ia pun mendapatkan keinginannya. Sultan tersebut menunjuknya untuk menjadi anggota dewan bidang keilmuan di Vas, dan menugaskannya beserta banyak ilmuwan besertanya. Ibnu Khaldun pun pergi ke Vas pada tahun 755 H. Sultan pun masih mendekatinya

hingga ia mempercayakannya pada tahun sesudahnya untuk bertanggung jawab atas penulisan atasnya dan tanda tangannya. 18 Ibnu Khadun pun diberi kesempatan untuk kembali memperdalami ilmu yang pernah di dapatnya bersama para ulama dan sastrawan yang datang dari Andalusia, Tunis dan negara lainnya di Maroko; dan kesemuanya itu berkumpul di Vas. ia pun bisa mengunjungi banyak perpustakaan di Vas (Vas terkenal dengan kekayaan perpustakaannya) hingga ilmu Ibnu Khaldun pun makin bertambah dan bertambah dan makin meluas cakrawalanya dan keinginannya yang terdahulu sempat terkubur kembali bangkit dan menemui semangat barunya dalam mengembangkan keilmuan dan ia pun berkenalan dengan dunia baru yaitu dunia politik hingga ia pun mengambil jabatannya di tugas-tugas kenegaraannya. Ibnu Khaldun mengungkapkan hal

ini sebagai berikut :’aku pun berkonsentarsi dalam meneliti, membaca dan menemui para ilmuwan, baik dari Maroko,

18

Ta’rif 57,58. yang dimaksud tanda tangan disini adalah adalah untuk kekuasaan untuk mengeluarkan perintah, keputusan pemerintahan dengan kalimat dan ungkapan yang ringkas dan dapat dipahami tujaunnya. Seseorang yang menduduki posisi ini disebut Muwaqqi ia adalah jabatan tertinggi di suatu Negara, yang pada umumnya diduduki oleh penulis yang sudah terpandang.

Andalusia ataupun utusan dari bebrapa kedutaan (yang dimaksud adalah kedutaan diantara pemimpin-pemimpin dan sultan negara Maroko bagian atas), hingga aku mendapatkan manfaat yang banyak dari mereka. (Ta‟rif 59). Lalu Ibnu Khaldun pun membuat tingkatan para guru-guru; siapa yang menemui mereka dan mengambil ilmu dari mereka dan membuat biografi bagi mereka dan dari siapa mereka mendapatkan ilmu tersebut. Ia pun menjelaskan kedudukan mereka dan kedudukan guru yang mengajar mereka sebelumnya; karya-karya mereka dan juga pekerjaan mereka, sebagaimana yang ia lakukan ketika ia menggambarkan tingkatan pengajar sebelumnya. Diantara yang disebutkannya adalah Muhammad bin Shafar (Imam Qiraat pada zamannya), Muhammad Muqri (Hakim di Vas yang menguasai banyak ilmu hingga tiada seorang pun yang dapat menandinginya), Muhammad Ibn Muhammad Al Hajj Al Balfiqi (Syeikh para ahli hadits, sastrawan, para ahli fiqih, para sufi dan para khatib di Andalusia dan merupakan seorang pakar keilmuan) Muhammad bin Ahmad Syarir Al Husni (Imam

para ilmuwan, pemimpin pemikiran Ma’qul dan Manqul) Muhammad bin Yahya Al Barji (sekretaris sultan Abi Anan dan penulis

terkenal di negaranya), Muhammad bin Abdul Razaq (pakar keilmuan dan pengajaran di negaranya). Ibnu Khaldun mengakhiri tulisannya tentang hal ini dengan mengatakan bahwa para guru dan ilmuwan yang disebutkannya lebih kecil jumlahnya dibanding yang pernah ditemuinya dan diambil dari mereka ilmu dan menganugrahinya ijazah keilmuan. Setelah ia menyebut kan nama- nama yangtelah disebutkan, ia berkataL ‘ ... dan lainnya dan lainnya dari ilmuwan Maroko dan Andalusia. Semuanya telah aku temui dan aku ingat dan aku telah mengambil banyak ilmu darinya; merekapun telah memberikan padaku Ijazah keilmuan (Ta‟rif 59 – 66)

Demikianlah. Pekerjaan yang Ibnu Khaldun lakukan di pemerintahan Abu Anan, bukanlah untuk memuaskan keinginan dan cita-citanya ataupun menduduki jabatan yang pernah pendahulunya lakukan; namun ia melakukannya karena suatu keterpaksaan dan keadaan. Ketika ia berbicara tentang

pekerjaannya dengan Abu Anan, ia mengungkapkan: ‘aku mengajukan padanya pekerjaan pada tahun 755 H. Ia meletakkan

posisiku diantara dewan keilmuannya. Ia mengharuskan melakukan

bersamanya; lalu ia memperbantukan aku di tulisan-tulisannya dan tanda tangan yang harus dilakukannya; dengan suatu keterpaksaan ku jalani semuanya; karena ku tahu tidak ada seorangpun dari pendahuluku yang melakukannya. (Ta‟rif 59)

syuhudut

shalawat

Pada saat itu, mulai timbul kecenderungan Ibnu Khaldun untuk melakukan sesuatu hal yang tercela, hingga ia sendiri tidak bisa membayangkankannya dan iapun tidak bisa menyembunyikannya; namun kecenderungan itu selalu datang disetiap saat. Yaitu kecenderungan untuk mempergunakan kesempatan dengan berbagai jalannya dan merencanakan untuk mencapai tujuannya dengan semua jalan, selama itu tidak membahayakannya. Selama jalan itu untuk mencapai suatu kemaslahatan dan tujuan khususnya ataupun untuk menghindari bahaya yang akan terjadi, sebagaimana halnya ia harus berbuat jahat kepada semua yang berlaku baik padanya, menentang siapapunyang berbeda pendapat dengannya ataupun mengingkari siapapun yang pernah berbuat baik padanya. Kecenderungan-kecenderungan terus bermunculan dalam dunia politiknya dan hubungan eratnya dengan para raja dan pemimpin ataupun penguasa sejak ia memasuki dunia pemerintahan hingga ia meninggal.

Karenanya, ia tidak meninggalkan Vas secara teratur dua tahun setelahnya hingga ia mengerakkan dirinya sendiri untuk

masuk seutuhnya dalam kubangan politik demi mewujudkan semua jalan keinginan dan cita-citanya. Walau Abu Anan sendiri tidak berusaha –sebagaimana pengakuan Ibnu Khaldun sendiri- untuk menghormati ataupun berlaku baik padanya, namun semua itu tampak dengan pengkhususan dirinya untuk duduk di dewan keilmuan dan kemudian memberikannya tanggung jawab atasnya. Ibnu Khaldun pun diserahi tanggung jawab pemerintahan lainnya untuk menulis dan bertanda tangan atas namanya. Walau perlakuan baik itu semua, Ibnu Khaldun sendiri sebenarnya telah berkolaborasi dengan Abu Abdullah Muhammad Hafsy, pemimpin Bijayah sebelumnya (yang saat itu telah menjadi tawanan di Vas) untuk menggulingkan kekuasaan Abu Anan. Ibnu Khaldun mengungkapkan cerita ini dengan ungkapan yang aneh dan mengakui atas kesepahamanan yang terjadi antara dirinya dengan pemimpin bijayah yang saat itu menjadi tawanan. Ia telah melakukan hal tersebut diluar batas tugasnya. Ia pun menyesali dan mengakui bahwa yang membuatnya berprilaku seperti itu adalah adanya hubungan antara keluarganya dengan Bani Hafsin. Pada masa mereka, kakek pertama dan keduanya telah mengurusi Tunis dan Bijayah sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Ibnu Khaldun telah sepakat dengan pemimpin yang telah terlepas jabatannya tersebut dan menjadi tawanan di Vas untuk merencanakan pembebasannya dari tahanan dan mengembalikan kekuasaannya dengan kemudian memposisikan Ibnu Khaldun untuk memegang jabatan hijabah (yang merupakan jabatan tertinggi di suatu negara; ia menyerupai kedudukan seorang perdana mentri). Rencana ini sampai ke telinga Abu Anan, Ibnu Khaldun dan Abu Abdullah Muhammad Hafsy pun di tangkap dan keduanya di penjara. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 758 H. Lalu Abu Abdullah pun dilepas, namun Ibnu Khaldun tetap berada dalam penjaranya.

Ibnu Khaldun pun akhirnya menjadi tahanan selama dua tahun lamanya; tidak sekalipun selama dalam masa tahanannya ia berhenti untuk menyesali perbuatannya dan meminta maaf atas apa yang telah ia lakukan. Namun sultan selalu menolaknya. Semua ini terus berlangsung hingga pada tahun 759 H, saat itu Ibnu Khaldun memberikannya suatu Qasidah yang sangat indah dengan 200 bait. Hal itu mengetuk hati sultan dan membuatnya berjanji untuk membebaskannya. Namun kematian yang datang tiba-tiba di akhir tahun tersebut telah merenggutnya sebelum ia sempat melaksanakan janjinya tersebut.

Ibnu Khaldun menggambarkan fase kehidupannya ini secara mendetail dengan mengatakan:

‘hubunganku dengan sultan Abu Anan pada tahun 756 H membaik dan membuatku bertambah dekat dengannya. Lalu

ia mempercayakanku untuk menulis untuknya hingga keadaanku agak renggang terhadapnya. Keadaaan tersebut tidak jua membaik, hingga di akhir tahun 767 H, telah terjadi kesepakatan antara diriku dengan pangeran Muhammad -penguasa bijayah terdahulu dari Muwahhidin- suatu konspirasi (kalimat ini diungkapkannya dengan sangat penuh kehati-hatia tetang rencananya dengan pengeran tersebut), aku akan menguasainya sebagaimana yang pendahuluku lakukan sebelumnya du daerah tersebut. Aku terlupa untuk menjaga hal tersebut dari kecemburuan sultan, walau ia sendiri sibuk dengan sakitnya hingga aku mengabarkannya bahwa pemimpin bijayah merencanakan untuk kabur dari tahanannya demi mengembalikan kekuasaannya yang dulu pernah direbutnya. Seorang yang bekerja sama dengannya adalah mentrinya Abdullah bin Ilmi. Sultan terkejut dengan kabar tersebut, dan segera ia mempercayakanku untuk menulis untuknya hingga keadaanku agak renggang terhadapnya. Keadaaan tersebut tidak jua membaik, hingga di akhir tahun 767 H, telah terjadi kesepakatan antara diriku dengan pangeran Muhammad -penguasa bijayah terdahulu dari Muwahhidin- suatu konspirasi (kalimat ini diungkapkannya dengan sangat penuh kehati-hatia tetang rencananya dengan pengeran tersebut), aku akan menguasainya sebagaimana yang pendahuluku lakukan sebelumnya du daerah tersebut. Aku terlupa untuk menjaga hal tersebut dari kecemburuan sultan, walau ia sendiri sibuk dengan sakitnya hingga aku mengabarkannya bahwa pemimpin bijayah merencanakan untuk kabur dari tahanannya demi mengembalikan kekuasaannya yang dulu pernah direbutnya. Seorang yang bekerja sama dengannya adalah mentrinya Abdullah bin Ilmi. Sultan terkejut dengan kabar tersebut, dan segera

H, lalu pangeran Muhammad dibebaskan, sedang aku masih berada dalam tahanan, hingga ia meninggal. Sebelumnya, aku

dengannya untuk memaafkanku, hingga aku menyerahkan qasidah yang isinya: Disetiap malam aku sesali *

Namun tak ada masapun dapat berempati Cukup kesedihaku tinggal dan pergi * Aku menyaksikan kehilangan diriku Dalam setiap peristiwa, aku terpencil * Selalu datang padaku setiap pertarungan Juga ada nada kerinduan didalamnya: Hiburan mereka tidak lain memperkeruh lembaga *

Disetiap malamku dihinggapi perasaan asing Gemerisik angin menambah kerinduanku

Kepada mereka dan menakutkanku dan menyenangkanku Qasidah tersebut cukup panjang, sekitar 200 bait. Iapun menjadi utusan diriku, untuk menemui sultan. Sultan mendapatkannya di Thalmasan. Ia pun akhirnya tersentuh dan berjanji akan mengeluarkanku ketika ia akan mengunjungi Vas. lima hari setelahnya, penyakitnya kembali kambuh dan lima belas hari setelahnya ia meninggal; tepatnya pada tanggal 24 dzulhijjah 759 H

(ta‟rif 66-68)

Ini adalah Qasidah pertama yang disebutkannya dalam kitan ‘ta‟rifí‟ dan ia merupakan qasidah terlama dari semua

qasidah yang disebutkannya. Bisa jadi ini adalah usahanya pertama kali dalam membuat syair. Namun di tegaskan dan diasebutkan oleh Ibnu Khladun, bahwa permulaan ia mulai mendalami syair adalah disat ia bertugas dengan Sultan Abu Salim atau setahun setelah peristiwa tersebut terjadi.

Sepeninggalnya Abu Anan, pemerintahan di ambil oleh anaknya Abu Ziyan. Namun mentrinya Hasan bin Umar menurunkannya dari kekuasaannya dan menyerahkannya kekuasaan tersebut kepada anak Abu Anan lainnya yang masih kecil yaitu Said bin Abu Anan dengan menjadikan dirinya sebagai walinya dan juga dengan membunuh pesaingnya, mentri lainnya; kemudian iapun mulai memegang kendali kekuasaan.

Mentri Hasan bin Umar inilah yang akhirnya melepaskan Ibnu Khaldun dan sejumlah tahanan lainnya dari penjara dan mengembalikannya

sebelumnya dan memperlakukannya dengan baik. Ibnu Khaldun pernah meminta izin untuk dapat kembali ke negaranya, namun keinginan tersebut ditolak dan dirinya tetap diperlakukan dengan penuh kehormatan dan kebaikan. ( Ta‟rif 68)

kepada

jabatan

Setelah Mansur bin Sulaiman ( orang tua dari Ya’kub bin Abdul Haq, peletak asas Bani Maryan di Maroko bagian atas)

mengalahkan mentri Hasan bin Umar dan melepaskannya dari kekuasaan yang dipegangnya, Ibnu Khaldun seolah lupa akan apa yang pernah diperbuat Mentri Hasan bin Umar kepadanya; baik dari pelepasan dirinya dari penjara ataupun semua kebaikan dirinya. Seperti biasanya, Ibnu Khaldun kemabli mengalahkan mentri Hasan bin Umar dan melepaskannya dari kekuasaan yang dipegangnya, Ibnu Khaldun seolah lupa akan apa yang pernah diperbuat Mentri Hasan bin Umar kepadanya; baik dari pelepasan dirinya dari penjara ataupun semua kebaikan dirinya. Seperti biasanya, Ibnu Khaldun kemabli

Namun Ibnu khaldun tetap melakukan sebagaimana yang pernah ia lakukan terhadap Abu Anan dan mentri Hasan bin Umar sebelumnya. Ini karena salah satu saudara Abu Anan, yaitu Abu Salim bin Abi Hasan telah berusaha untuk mengembalikan

diambil dan mempertahankan dirinya. Ia pun lalu menyeberang dari Andalusia (yang pada masa saudaranya Abu Anan, hal itu dilarang) ke Maroko dan mendatangi raja dengan sendirinya. Seorang ahli Fiqh, Ibnu Marzuq, akhirnya diutus untuk menemui Ibnu Khaldun untuk membantunya dalam menuliskan permohonannya tersebut dan menyebarkannya yang merupakan langkah awal dalam menguasai kembali kekuasaan yang ada. Apabila Ibnu Khaldun bersedia membantunya, maka ia menjanjikannya ganjaran yang besar dan memposisikannya di posisi yang terpandang. Ibnu Marzuq lalu melakukan kontak rahasia dengan Ibnu Khaldun dan menyampaikan pesan Abu Salim tersebut. Ibnu Khaldun tidak mengupayakan terlalu banyak dalam melaksanakan tugas yang diminta kepadanya, karena disaat ia mengumpulkan para pemuka dan para syeikh dalam membicarakan masalah ini, mereka semua setuju untuk menyetujui

bersedia untuk menyokongnya. Pada saat itulah, Ibnu Khaldun beserta beberapa orang lalu dengan sembunyi-sembunyi mendatangi kediaman Abu Salim dan memberikan rencananya dalam melepaskan Mansur bin Sulaiman dari kekuasaannya tersebut. Disaat inilah –sebagaimana sebelumnya, yang ia ungkapkan dalam bukunya Ta’rif, ia selalu menyesali apa yang telah ia

upaya

Abu Salim, juga

lakukan dan yang telah terjadi pada Mansur bin Sulaiman, karena ia meyakini bahwa kekuasaan pun akhirnya akan jatuh ketangan Abu Salim. Abu Salim pun melaksanakan semua rencana lakukan dan yang telah terjadi pada Mansur bin Sulaiman, karena ia meyakini bahwa kekuasaan pun akhirnya akan jatuh ketangan Abu Salim. Abu Salim pun melaksanakan semua rencana

Sya’ban 760 H; dan ia pun menunjuk Ibnu Khaldun sebagai penulis rahasianya dan wakil darinya dalam segala pidata dan pernyataan- pernyataannya. (ta’rif 70)

Selama menjalankan tugas barunya ini, Ibnu Khaldun menggunakan konsep terbarunya dalam menulis surat-surat pemerintahan. Ia melepaskannya dari belenggu sajak yang berlaku pada masa itu. Pada masa inilah, kemampuan syairnya berkembang, hingga akhirnya ia mampu menulis banyak syair dan Sultan pun hingga menyanyikan lirik-lirik qasidahnya dalam berbagai kesempatan. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun mengungkapkan:

„ kebanyakan surat yang berasal dariku penuh dengan kalimat-kalimat mursal (sederhana dan langsung). Aku tidak mengikuti metode umum yang menggunakan sajak didalamnya, karena sangat lemah dalam penggunaan kata- katanya dan banyaknya arti tersembunyi yang tidak dapat dipahami banyak orang; namun tidak demikian dengan penggunaan kalimat mursal. Karenanya aku adalah satu- satunya orang yang menggunakannya pada saat itu. Banyak yang merasa aneh dengan apa yang kulakukan lalu aku pun mulai menulis syair dan mendalaminya, hingga aku bisa menjadi penengah antara kaum pemikir juga kaum bangsawan‟

Penulis akan menunjukkan secara terperinci akan pokok bahasan ini pada bagiannya khususnya tentang pada tulisan Penulis akan menunjukkan secara terperinci akan pokok bahasan ini pada bagiannya khususnya tentang pada tulisan

Ibnu Khaldun pun mulai konsentrasi pada penulisan pernyataan, ungkapan dan banyak gambar untuk Sultan Abu Salim selama dua tahun. Lalu ia diberi tanggung jawab untuk

‘khittatul Mazolim‟ lalu ia menunaikannya dengan penuh rasa keadilam

Ibnu Khaldun menggambarkan tugasnya ini di bukunya Mukaddimah, sebagai berikut:

ia adalah pekerjaan yang menggabungkan antara kekuasaan pemerintahan dan juga kekuasaan seorang hakim. Ia membutuhkan seseorang yang mempunyai kuasa namun sangat bijaksana, yang mampu menghentikan orang dzolim dari pertengakaran dan juga membuat kapok orang yang yang bertindak sewenang-wenang. Hal ini baru terlaksana apabila seorang hakim tidak mampu menangani masalah yang ada. Seorang yang bekerja pada bagian tersebut harus meneliti lebih dalam akan masalah yang ada dengan melihat kepada bukti yang ada, pernyataan, dan juga alibi-alibi. Dan juga ia mempunyai hak untuk mengakhirkan suatu keputusan demi mencapai suatu kebenaran dan juga demi suatu perdamaian antara dua orang yang bertentangan ataupun untuk meminta sumpah dari saksi yang ada. Pekerjaan ini meliputi cakupan yang luas dari pekerjaan seorang hakim. Bisa jadi pemimpin-pemimpin pertama di Bani Abbas menangani langsung masalah-masalah seperti ini. Atau bisa jadi menjadikan maslah seperti hal itu adalah masalah pengadilan bagi mereka sebagaimana yang dilakukan umar dengan hakimnya Abu Idris Al Khulani atau yang ia adalah pekerjaan yang menggabungkan antara kekuasaan pemerintahan dan juga kekuasaan seorang hakim. Ia membutuhkan seseorang yang mempunyai kuasa namun sangat bijaksana, yang mampu menghentikan orang dzolim dari pertengakaran dan juga membuat kapok orang yang yang bertindak sewenang-wenang. Hal ini baru terlaksana apabila seorang hakim tidak mampu menangani masalah yang ada. Seorang yang bekerja pada bagian tersebut harus meneliti lebih dalam akan masalah yang ada dengan melihat kepada bukti yang ada, pernyataan, dan juga alibi-alibi. Dan juga ia mempunyai hak untuk mengakhirkan suatu keputusan demi mencapai suatu kebenaran dan juga demi suatu perdamaian antara dua orang yang bertentangan ataupun untuk meminta sumpah dari saksi yang ada. Pekerjaan ini meliputi cakupan yang luas dari pekerjaan seorang hakim. Bisa jadi pemimpin-pemimpin pertama di Bani Abbas menangani langsung masalah-masalah seperti ini. Atau bisa jadi menjadikan maslah seperti hal itu adalah masalah pengadilan bagi mereka sebagaimana yang dilakukan umar dengan hakimnya Abu Idris Al Khulani atau yang

Tampak dari sini bagaimana ketika Sultan memposisikan Ibnu Khaldun pada posisi yang sangat tinggi, maka ia pun melakukan hal yang sama pada seorang ahli fiqh Ibnu Marzuq, hingga seolah berusaha memfitnahnya yang dengan demikian membuat hubungan antara dirinya dengan sultan tidak terlalu baik. Dalam hal ini Ibnu Khaldun mengungkapkan:

Lalu Ibnu Marzuq menguasai nafsunya. Iapun menyendiri dari interaksinya. Orang-orang yang dekat dengannya ditahan. Aku pun demikian, hingga langkahku menjadi pendek namun aku tetap menjadi penulis rahasianya dan membuat pidato-pidato resminya. Lalu datang padaku khitthatul madzolim, dan aku berusaha untuk menunaikan haknya dan aku membayar banyak dari apa yang aku harapkan. Ibnu Marzuq masih berusaha cemburu dan bersaing denganku seperti aku dan dengan orang seperti aku di negara, hingga rencana ini pun sampai ke telinga sultan karena pengaduannya.

Diakhir tahun 762 H (1361 M), petugas pemerintahan dan juga para pemikir melakukan revolusi kepada Sultan Abu Salim atas pemerintahan menteri Umar bin Abdullah, saudara ipar sultan (suami saudara perempuannya) dan para pembesar kepercayaannya. Revolusi ini berakhir dengan turunnya sultan dari kekuasaan yang lalu digantikan posisinya oleh saudaranya Tasfin dan menteri Umar bin Abdullah tetap pada posisinya dan memberikan sultan baru pandangan dan arahannya atas permasalahan kenegaraan. Ibnu Khaldun -seperti biasanya- bersama para orang yang kalah dalam revolusi mulai

mendekati kekuasaan menteri Umar bin Abdullah, hingga ia pun tetap pada posisi sebelumnya bahkan lebih. Namun Ibnu Khaldun menginginkan lebih dari in semua karena persahabatan yang ada padanya dan menteri sudah sangat lama. Dalam hal ini, ia mengungkapkan: aku termasuk orang yang idealis yang menginginkan sesuatu yang lebih baik dari aku saat ini, hal ini dapat dilihat bagaimana aku bersaing dengannya sejak masa sultan Abu Anan hingga terjalin persahabatan antara diriku dengannya (Ta‟rif 77). Karenanya ia bercita-cita untuk diserahi jabatan negara tertinggi sebagai jibayah (penarik iuran negara) ataupun menteri. Namun tampaknya mentri belum mewujudkan ambisi besarnya ini. Ibnu Khaldun pun marah dan mengundurkan diri dari jabatannya. Mentri pun menolak dan mengingkarinya. Perlakuan Ibnu Khaldun padanya pun semakin hari semakin memburuk dan ia berkeinginan untuk pergi darinya. Ia pun lalu pergi dan meminta persetujuan

kepada mentri Mas’ud bin Rahwi bin Masay untuk memberikan somasi padanya akan permasalahan Umar bin Abdullah. Ibnu

Khaldun mendatanginya pada hari raya Idul Fitri dan memberikan padanya senandung dengan qasidah yang sangat panjang yang yang pada intinya adalah pujian untuknya, ucapan selamat Idul Fitri dan juga memberi tahukan kepadanya

akan keinginannya. Ia pun memberikan somasinya akan permasalahan yang ada pada dirinya dan Umar bin Abdullah, dan Umar pun menerima somasi tersebut dan mengizinkan Ibnu Khaldun untuk bepergian dengan syarat untuk menjauhi Thalmasan dan tidak pergi ke tempat tersebut lewat jalan manapun. Ia pun tidak diberi kesempatan untuk berkomunikasi dengan Abu Hamuw (dari Bani abdul wad, pada saat itu mereka telahmendapatkan kembali kekuasaan mereka di Maroko bagian tengah) pemimpin Thalmasan pada saat itu yang merupakan musuh Umar bin Abdullah; semua ini disebabkan -disaat ia akan keinginannya. Ia pun memberikan somasinya akan permasalahan yang ada pada dirinya dan Umar bin Abdullah, dan Umar pun menerima somasi tersebut dan mengizinkan Ibnu Khaldun untuk bepergian dengan syarat untuk menjauhi Thalmasan dan tidak pergi ke tempat tersebut lewat jalan manapun. Ia pun tidak diberi kesempatan untuk berkomunikasi dengan Abu Hamuw (dari Bani abdul wad, pada saat itu mereka telahmendapatkan kembali kekuasaan mereka di Maroko bagian tengah) pemimpin Thalmasan pada saat itu yang merupakan musuh Umar bin Abdullah; semua ini disebabkan -disaat ia

Ibnu Khaldun mengungkapkan permasalahan ini dalam tulisannya:

lalu kuberanikan diri untuk mendatangi pengikut dan sahabatnya, mentri Ms‟ud bin Rahwi bin Masay dan aku

bertemu dengannya pada hari Idul Fitri pada tahun enam puluh tiga (763 H). Lalu aku menyenandungkan untuknya: Bahagia dengan puasa yang diterima *

Bahagia dengan Eid dimana kaulah yang menerima Selamat atas kemuliaan dan kebahagiaan *

Yang selalu ada dalam setiap tahunmu (Ibnu Khaldun menyebutkan keseluruhan qasidah yang berkisar sekitar tiga puluh bait, yang ia tutup dengan:) Aku makin kagum pada Ibnu Masay *

Ia penolong dan tetap jadi yang terkasih Lalu ia mengatakan:

Lalu mentri Mas‟ud menyampaikan permintaanku padanya, hingga aku diberi izin untuk pergi dengan syarat untuk

menjauhi Thalmasan dengan berbagai caranya. Maka aku pun memilih untuk pergi ke Andalusia (Ta‟rif 77-79)

Ibnu Khaldun mebicarakan tentang istri dan anak-anaknya, walau tanpa

Disinilah

untuk

pertama kalinya pertama kalinya

perjalananku ke Andalusia. 19

Dengan demikian, maka masa yang ia habiskan selama ia tinggal di Maroko bagian pada fase ini adalah delapan tahun; dimana ia menghabiskan dua tahun darinya di penjara di kota vas (758-760) dan enam tahun sisanya ia habiskan dengan mengemban tugas dan pekerjaannya di Vas. Ia telah bekerja pada tiga pemimpin dan juga dua mentri dengan urutan sebagai berikut:

Pertama; Sultan Abu Anan di Vas. Ibnu Khaldun masuk dalam anggota dewan bidang keilmuan dan salah satu sekretarisnya dan yang bertanggung jawab atas tanda tangannya (tahun 755 hingga awal tahun 758 H). lalu ia pun menghabiskan dua tahun setelahnya di penjara Vas (758-760 H)

Kedua; Mentri Hasan bin Umar di Vas yang telah membebaskannya dari penjara dan memposisikannya pada tugas dan jabatannya sebelum ia dipenjara (760 H)

Ta’rif 79. demikianlah; Ibnu Khaldun tidak pernah membicarakan tentang istri dan anak-anaknya sebelumnya. Karenanya, penulis pun belum dapat menemukan tanggal pernikahannya secara pasti. Diperkirakan tanggal pernikahan sekitar tahun 754 H pada saat petualangannya di Maroko bagian atas setelah kepergiannya dari Tunis setelah pertarungannya dengan Ibnu Tafrikin pada tahun 753 H. lalu Ibnu Khaldun pun mulai menyebutkan perihal keluarganya. Ia mengisyaratkan akan keikut sertaan mereka dalam perjalanannya ke berbagai kota hingga akhir kehidupan mereka karena tengelam dalam kapal laut dalam perjalanan menuju Pelabuhan Iskandariah, disaat ia menunggu kedatangan mereka di Mesir; walau kesemuanya, baik istri dan anak-anaknya ataupun kehidupan rumah tangganya, tidak ia kisahkan secara mendetail. Namun tampak bahwasannya anak sulungnya bernama Zaid, karena kunyah Ibnu Khaldun adalah Abu Zaid.

Ketiga; Sultan Mansur bin Sulaiman di Vas. Ibnu Khaldun mengemban tugas sebagai sekretaris pada masanya (760 H) Keempat; Sultan Abu Salim di Vas; Ibnu Khaldun mengemban tugas pada zamannya sebagai penulis hal-hal yang bersifat rahasia, menyusun pidato dan juga gambar. Lalu ia pun yang merencanakan khittatul madzolim (760-762 H)

Kelima; Mentri Umar bin Abdullah di Vas. Ibnu Khaldun tetap pada posisi sebelumnya (763-764 H)