Pengaruh Lingkungan Sosial Budaya terhadap Kinerja Petani Hutan

lokal setempat yang mengatur hubungan manusia dengan manusia. Berdasarkan hasil analisis jalur menunjukkan bahwa variabel lingkungan sosial budaya berpengaruh terhadap kinerja petani hutan rakyat. Di Kabupaten Ciamis variabel ini direfleksikan oleh kepercayaan antar sesama, hubungan sosial, ketaatan terhadap aturan dan kearifan lokal. Di Kabupaten Purworejo direfleksikan oleh kepercayaan antar sesama, ketaatan terhadap aturan dan kearifan lokal. Dalam melengkapi pembahasan dilakukan deskripsi sebaran lingkungan sosial budaya disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Sebaran lingkungan sosial budaya Faktor Indikator Sebaran Kabupaten Ciamis Kabupaten Purworejo n n Kepercayaan antar sesama Rendah 5 5,00 0,00 Sedang 60 60,00 48 96,00 Tinggi 35 35,00 2 4,00 Hubungan sosial Rendah 2 2,00 15 30,00 Sedang 64 64,00 20 40,00 Tinggi 34 34,00 15 30,00 Ketaatan terhadap aturan Rendah 0,00 0,00 Sedang 86 86,00 48 96,00 Tinggi 14 14,00 2 4,00 Kearifan lokal Rendah 84 84,00 10 20,00 Sedang 15 15,00 36 72,00 Tinggi 1 1,00 4 8,00 Kepercayaan antar sesama Kepercayaan antar sesama ditunjukkan dengan tingkat kepercayaan terhadap sesama, norma yang berlaku, tokoh , LSM, pemerintah. Sebanyak 60 persen responden petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis yang menyatakan bahwa kepercayaan antar sesama mendapatkan skor sedang dan 96 persen di Kabupaten Purworejo. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan kepercayaan antar sesama antara petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dan di Kabupaten Purworejo. Hal ini masih berhubungan dengan tingkat kepatuhan petani hutan rakyat di Kabupaten Purworejo lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kepatuhan petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis. Skor sedang indikator kepercayaan antar sesama dijelaskan bahwa kepercayaan antar petani hutan rakyat cukup baik hal ini diindikasikan karena masih dekatnya hubungan keluarga antar petani dalam lingkungan yang lebih sempit, kepercayaan petani hutan rakyat dalam norma yang berlaku juga cukup baik, begitu juga tingkat kepercayaan dengan tokoh masyarakat, LSM dan pemerintah ditandai dengan tingkat partisipasi petani hutan rakyat dalam program-program yang ditawarkan. Indikator kepercayaan antar sesama mempengaruhi kinerja petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dengan pengaruh positif dan Kabupaten Purworejo dengan pengaruh negatif. Hal ini berarti untuk petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis semakin tinggi kepercayaan antar sesama maka akan kinerja petani hutan rakyat akan tinggi. Sementara itu di Kabupaten Purworejo semakin tinggi kepercayaan antar sesama maka kinerja petani hutan rakyat rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan sikap dalam menilai arti dan bentuk dari kepercayaan antar sesama sehingga hal inu akan mengakibatkan menurunnya kinerja petani hutan rakyat. Hubungan sosial Hubungan sosial menunjukkan tingkat membangun jaringan petani hutan rakyat dengan pihak lain. Petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis memberikan penilaian skor sedang sebanyak 64 persen sedangkan di Kabupaten Purworejo sebanyak 40 persen. Berdasarkan uji beda terdapat perbedaan antara hubungan sosial di Kabupaten Ciamis dengan Kabupaten Purworejo. Hal ini ditandai dengan kerjasama jaringan mulai pembibitan sampai ke pemasaran produk dalam sub sistem pengelolaan hutan rakyat. Skor sedang dapat dapat dijelaskan bahwa kemampuan petani hutan rakyat dalam membangun jaringan dengan pihak lain masih perlu ditingkatkan. Hal ini dapat dibuktikan dari masih minimnya kerjasama dalam pengaturan hasil dan sub sistem lainnya dalam pengelolaan hutan rakyat. Kerjasama antar pemilik dalam pengelolaan hutan rakyat, hampir semua petani belum secara formal memiliki kerjasama antar petani. Para petani hutan rakyat melakukan kegiatan dari mulai pembibitan sampai pemasaran dilakukan pribadi masing-masing petani. Meskipun di beberapa lokasi ada kelompok tani, namun belum optimal dalam mengembangkan kerjasama petani dalam melakukan pengelolaan hutan rakyat. Indikator hubungan sosial berhubungan kinerja petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dengan pengaruh positif dan Kabupaten Purworejo dengan pengaruh negatif. Hal ini berarti untuk petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis semakin tinggi hubungan sosial maka akan kinerja petani hutan rakyat akan tinggi. Sementara itu di Kabupaten Purworejo semakin tinggi hubungan sosial maka kinerja petani hutan rakyat rendah. Perbedaan ini ditentukan oleh bentuk hubungan sosial yang dibangun dan aturan-aturan yang ada dalam hubungan sosial tersebut. Indikator hubungan sosial berperan terhadap kinerja petani hutan rakyat atau sebaliknya kinerja petani hutan rakyat sudah memperhatikan indikator hubungan sosial. Ketaatan terhadap aturan Ketaatan terhadap aturan menunjukkan tingkat ketaatan petani terhadap norma agama, adat dan aturan pemerintah. Hampir 86 persen petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dan 96 persen di Kabupaten Purworejo menunjukkan ketaatan terhadap aturan dengan skor sedang. Berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan antara ketaatan aturan di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo. Skor sedang pada indikator ini dapat dijelaskan bahwa petani hutan rakyat masih memegang norma dan aturan adat serta patuh juga pada aturan negara atau pemerintah. Sehingga hal ini dapat menjadi modal dasar untuk pengembangan pengelolaan hutan rakyat di masa mendatang. Hal itu dapat juga dilihat dari kepatuhan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama yang menjadi panutan dalam berbagai sisi kehidupan bagi petani hutan rakyat. Indikator ketaatan terhadap aturan mempengaruhi kinerja petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dengan pengaruh positif dan Kabupaten Purworejo dengan pengaruh negatif. Hal ini berarti untuk petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis semakin tinggi ketaatan terhadap aturan maka akan kinerja petani hutan rakyat akan tinggi. Sedangkan di Kabupaten Purworejo semakin tinggi ketaatan terhadap aturan maka kinerja petani hutan rakyat akan rendah. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam pemaknaan atau arti dalam aturan sehingga dalam menjalankannya terjadi penyimpangan. Kearifan lokal Kearifan lokal menunjukkan sejauh mana aturan dan pengetahuan yang bernilai positif yang berlaku dalam sistem sosial yang berhubungan perilaku petani hutan rakyat dalam mengelola hutan rakyat. Pemanfaatan kearifan lokal di Kabupaten Ciamis 84 persen rata-ratanya skornya rendah sedangkan di Kabupaten Purworejo 72 persen skornya sedang. Berdasarkan hasil uji beda, pemanfaatan kearifan lokal di Kabupaten Ciamis berbeda dengan di Kabupaten Purworejo. Hal ini disebabkan oleh pengaruh tingkat kepatuhan dari petani hutan rakyat di Kabupaten Purworejo cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis. Skor rendah dan sedang dalam pemanfaatan kearifan lokal dapat dijelaskan sebagai berikut: petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis masih belum mengoptimalkan inovasi-inovasi yang ada di bidang hutan rakyat, mereka masih mengandalkan kepada nilai kearifan lokal dengan pelaksanaan seadanya artinya tidak dilakukan secara optimal, sedangkan di Kabupaten Purworejo pemanfaatan sudah dilakukan hanya masih terbatas pada beberapa aspek dalam pengelolaan hutan rakyat. Indikator kearifan lokal berhubungan kinerja petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dengan pengaruh positif dan Kabupaten Purworejo dengan pengaruh negatif. Hal ini berarti untuk petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis semakin tinggi kearifan lokal maka akan kinerja petani hutan rakyat akan tinggi. Sementara itu di Kabupaten Purworejo semakin tinggi kearifan lokal maka kinerja petani hutan rakyat rendah. Perbedaan ini ditentukan oleh bentuk implementasi dari kearifan lokal itu sendiri yang merupakan sesuatu hal yang turun temurun dari nenek moyang. Hal ini berimplikasi kepada respon terhadap sikap petani terhadap kearifan lokal dan variasi dalam implementasinya. Kearifan lokal dalam pengelolaan hutan rakyat merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Kearifan lokal ini telah melembaga dan telah menciptakan hubungan yang serasi antara petani dengan hutan rakyat, yang kemudian mendasari praktek pengelolaan hutan rakyat dan telah menciptakan hubungan yang harmonis di antara petani dalam pengelolaan hutan rakyat. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Santoso 2008 yang mengemukakan masyarakat lokal memiliki hak untuk mengelola hutan berdasarkan kearifan yang mereka miliki sepanjang kearifan tersebut memenuhi azas kelestarian hutan dan Utama 2010 mengemukakan bahwa dukungan lingkungan merupakan kekuatan dan kualitas dari luar diri petani hutan yang secara langsung berhubungan tingkat keberdayaan petani dalam mengelola hutan. Selain itu Santosa 1992 yang menyatakan bahwa kelompok mempunyai pengaruh terhadap perilaku-perilaku anggotanya, yang meliputi pengaruh terhadap persepsi, sikap, dan tindakan individu. Dengan demikian, nilai, norma, interaksi dalam kelompok, kepemimpinan, dan dinamika kelompok memberikan kontribusi tersendiri terhadap bentuk pola interaksi anggotanya ketika berinteraksi dengan lingkungan diluar kelompok. Hal ini menguatkan Koentjaraningrat 1987, sistem nilai budaya merupakan konsepsi-konsepsi yang terdapat dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat.

4.5.5. Pengaruh Faktor Lain

Berdasarkan hasil analisis jalur kinerja petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis, pengaruh bersama dari karakteristik petani hutan rakyat X 11 , faktor lingkungan fisik X 12 , kompetensi penyuluh kehutanan menurut persepsi petani X 13 , lingkungan sosial budaya X 14 dan kinerja penyuluh kehutanan X 15 terhadap kinerja petani hutan rakyat Y 11 adalah sebesar 0,708 atau 70,8 persen, sisanya 29,2 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Sedangkan di Kabupaten Purworejo sebesar 0,441 atau 44,1 persen, sisanya 55,9 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Adapun faktor lain yang diduga berpengaruh diluar penelitian ini yaitu faktor pasar produk usaha hutan rakyat dan faktor kebijakan pemerintah dalam memberikan insentif pengembangan usaha hutan rakyat. Faktor pasar merupakan salah satu faktor yang diduga berhubungan kinerja petani. Hal ini disebabkan akan berhubungan terhadap pola pendapatan petani dan pola produksi di hutan rakyat. Jika pasar mendukung maka kemungkinan kinerja petani juga akan meningkat, demikian juga sebaliknya. Selain itu faktor kedua yang diduga berhubungan kinerja petani hutan rakyat yaitu kebijakan daerah dalam memberikan insentif pengembangan usaha hutan rakyat. Insentif dapat diberikan melalui keringanan pajak, bantuan bibit dan sarana produksi lainnya yang dapat membantu pengembangan usaha hutan rakyat. Makin banyaknya kebijakan insentif dalam pengembangan usaha hutan rakyat akan berhubungan kinerja petani hutan rakyat.

4.6. Kinerja Penyuluh Kehutanan

Pembahasan dalam aspek kinerja penyuluh kehutanan difokuskan pada dua sisi, yang pertama pengaruh kinerja penyuluh kehutanan sebagai X 15 terhadap kinerja petani hutan rakyat dan yang kedua merupakan kinerja penyuluh kehutanan sebagai variabel dependent Y 21 dari variabel yang berhubungannya yaitu kompetensi penyuluh kehutanan, motivasi penyuluh kehutanan dan lingkungan. Kinerja penyuluh kehutanan adalah ukuran keberhasilan penyuluh kehutanan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya untuk mencapai tujuan program penyuluhan. Peubah yang dilihat adalah merencanakan aksi sosial kemampuan penyuluh dalam menganalisis komunitas, penetapan masalah, rancangan kegiatan aksi, pelaksanaan aksi dan evaluasi aksi, merancang program penyuluhan kemampuan penyuluh dalam pengumpulan data sumberdaya dan potensi wilayah kerja, rumusan tujuan program penyuluhan, hasil penetapan masalah, cara mencapai tujuan, hasil pelaksanaan penyuluhan dan hasil evaluasi kegiatan penyuluhan, memanfaatkan sumberdaya lokal dengan kebutuhan petani kemampuan penyuluh untuk identifikasi sumberdaya yang tersedia dan hasil identifikasi kebutuhan petani, menyelenggarakan