Pengaruh Kompetensi Penyuluh Kehutanan menurut Persepsi Petani

interaksi sosial penyuluh kehutanan, kemampuan bidang keahlian penyuluh kehutanan dan kepemimpinan penyuluh kehutanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, di kedua kabupaten baik Kabupaten Ciamis maupun Kabupaten Purworejo, terdapat pengaruh positif kinerja penyuluh menurut persepsi petani dengan kinerja petani. Hal ini berarti semakin tinggi kinerja penyuluh menurut persepsi petani di kedua kabupaten tersebut maka akan semakin tinggi pula kinerja petani dalam mengelola hutan rakyat. Hal ini sejalan dengan pendapat para psikologi sosial yaitu seseorang akan bereaksi positif terhadap lingkungannya apabila lingkungan tersebut dipersepsikan baik. Petani adalah pihak yang paling merasakan manfaat keberadaan penyuluh. Penyuluh oleh petani di lapangan biasanya menjadi tempat bertanya dan tempat belajar untuk meningkatkan, memperbaiki dan mengembangkan usahataninya. Oleh karenanya wajar, apabila petani memiliki persepsi positif atas kinerja penyuluh kehutanan. Berikut disajikan sebaran kompetensi penyuluh kehutanan menurut persepsi petani dalam Tabel 12. Tabel 12. Sebaran kompetensi penyuluh kehutanan menurut persepsi petani FaktorIndikator Sebaran Kabupaten Ciamis Kabupaten Purworejo n n Manajerial penyuluh kehutanan Rendah 37 37,00 2 4,00 Sedang 59 59,00 32 64,00 Tinggi 4 4,00 16 32,00 Interaksi sosial penyuluh kehutanan Rendah 17 17,00 2 4,00 Sedang 59 59,00 25 50,00 Tinggi 24 24,00 23 46,00 Kemampuan keahlian penyuluh kehutanan Rendah 18 18,00 1 2,00 Sedang 54 54,00 31 62,00 Tinggi 28 28,00 18 36,00 Kepemimpinan penyuluh kehutanan Rendah 36 36,00 2 4,00 Sedang 56 56,00 30 60,00 Tinggi 8 8,00 18 36,00 Manajerial penyuluh kehutanan Manajerial penyuluh kehutanan menunjukkan tingkat kemampuan penyuluh kehutanan dalam mengidentifikasi kebutuhan petani, pelibatan petani dalam penyusunan program, keaktifan penyuluh, evaluasi dan suritauladan penyuluh kehutanan. Berdasarkan data menunjukkan bahwa manajerial penyuluh kehutanan tergolong sedang yaitu sekitar 59 persen responden petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dan 64 persen petani di Kabupaten Purworejo memberikan apresiasi sedang terhadap aspek manajerial penyuluh kehutanan. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan indikator manajerial penyuluh kehutanan di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo. Perbedaan itu erat kaitannya dengan pola kepemimpinan penyuluh kehutanan di Kabupaten Purworejo lebih dapat diterima petani dibandingkan dengan penyuluh kehutanan di Kabupaten Ciamis. Penilaian skor sedang petani hutan rakyat kepada penyuluh kehutanan dapat dijelaskan sebagai berikut: dalam rencana kerja yang disusun belum mendasarkan pada kebutuhan petani hutan rakyat. Selain itu petani hutan rakyat jarang dilibatkan dalam penyusunan program kerja penyuluh kehutanan. Penyuluh masih menggunakan data sekunder yang ada di desa atau kecamatan untuk menyusun program kerja. Disamping itu mengingat pelibatan petani hutan rakyat masih minim, maka petani masih merasa kurang memiliki dan kurang peduli untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan kehutanan. Penyuluh kehutanan di lapangan belum secara aktif dan kontinyu hadir di tengah-tengah masyarakat. Selain itu dalam melakukan kegiatan evaluasi, penyuluh kehutanan belum mampu melakukan evaluasi terhadap keberhasilan kegiatan penyuluhan kehutanan, namun lebih didasarkan pada laporan formalitas saja ke unit kelembagaan penyuluhan masing-masing. Kinerja petani semakin meningkat sebagai akibat dari persepsi positif mereka terhadap kompetensi manajerial penyuluh kehutanan. Petani hutan rakyat merasa terbantu dalam menjalankan usahataninya sehingga mereka mempersepsikan penyuluh memiliki kemampuan manajerial yang memadai dalam membantu mereka menjalankan pengelolaan hutan rakyat. Penyuluh kehutanan dipersepsikan mampu mengelola kegiatan penyuluhan dengan baik, seperti membuat rencana pembelajaran bagi petani, menggunakan metode dan media penyuluhan yang tepat dan materi yang diberikan dirasa bermanfaat relatif sesuai dengan kebutuhan mereka. Interaksi sosial penyuluh kehutanan Interaksi sosial penyuluhan kehutanan ditunjukkan dengan kemampuan penyuluh dalam berkomunikasi, menyesuaikan diri dengan budaya setempat, dan melakukan pembelajaran dengan petani hutan rakyat. Sebanyak 59 persen responden petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dan 50 persen petani hutan rakyat di Kabupaten Purworejo menilai kinerja aspek interaksi sosial penyuluh kehutanan sedang. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan indikator manajerial penyuluh kehutanan di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo. Hal ini disebabkan jumlah penyuluh kehutanan di Kabupaten Purworejo lebih sedikit dibandingkan dengan di Kabupaten Ciamis. Padahal wilayah kerja penyuluh kehutanan di Kabupaten Purworejo lebih luas dibandingkan dengan wilayah kerja penyuluhan di Kabupaten Ciamis Dengan demikian sebagian besar penyuluh yang bertugas di wilayah kerja mereka menunjukkan kemampuan dalam hal interaksi sosial ini. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: dalam pelaksanaannya, penyuluh kehutanan belum mampu berinteraksi dengan baik dengan berbagai pihak dalam berbagai pertemuan di masyarakat untuk kepentingan petani hutan rakyat. Penyuluh kehutanan kurang optimal dalam memanfaatkan potensi budaya setempat dalam kegiatan penyuluhan kehutanan. Penyuluh kehutanan belum mampu memfasilitasi petani hutan rakyat agar mampu menjalin relasi dengan berbagai pihak untuk pengembangan hutan rakyat. Penyuluh kehutanan kurang mampu membelajarkan petani hutan rakyat sesuai dengan kemampuan diri petani hutan rakyat. Penyuluh kehutanan kurang mampu belajar bersama petani hutan rakyat untuk mendapatkan manfaat secara bersama. Penyuluh kehutanan kurang mampu membelajarkan petani berdasarkan potensi yang dimiliki petani hutan rakyat. Kedekatan penyuluh kehutanan dengan petani mengakibatkan petani mempersepsikan bahwa interaksi sosial yang dibangun penyuluh dengan mereka adalah baik. Hal ini tergambar dalam hasil deskripsi yang menyimpulkan bahwa interaksi sosial yang dibangun penyuluh berada dalam kategoti sedang atau cukup baik. Interaksi sosial yang baik ini mampu mempengaruhi kinerja petani, semakin tinggi kualitas interaks antara penyuluh kehutanan dan petani maka akan semakin tinggi kualitas kinerja petani dalam mengelola hutan rakyat. Interaksi sosial yang baik akan menciptakan mutual trust antara petani dengan penyuluh kehutanan. Hal ini merupakan modal sosial untuk membangun kerjasama antara penyuluh dengan petani sehingga kegiatan penyuluh dalam rangka mengajak, membimbing, mengajar dan mengarahkan petani dalam pengelolaan hutan rakyat akan diikuti dan dilaksanakan oleh petani secara bertanggung jawab. Kemampuan bidang keahlian penyuluh kehutanan Kemampuan bidang keahlian penyuluh kehutanan adalah kemampuan penyuluh dalam aspek pengelolaan hutan rakyat. Secara umum 59 persen petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis memiliki skor sedang dan 64 persen petani hutan rakyat di Kabupaten Purworejo juga mendapatkan skor sedang. Berdasarkan hasil uji beda indikator kemampuan bidang keahlian penyuluh kehutanan memiliki perbedaan antara di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo. Perbedaan terletak dari jenis keahlian yang dimiliki penyuluh dan yang dibutuhkan petani hutan rakyat. Keberadaan kondisi kemampuan bidang keahlian yang sedang dapat dijelaskan sebagai berikut: penyuluh kehutanan di lapangan menurut petani hutan rakyat masih belum mampu sepenuhnya menjelaskan terhadap permasalahan dalam aspek-aspek pengelolaan hutan rakyat, dimulai dari aspek produksi, aspek pemanenan, aspek pengolahan dan aspek pemasaran, sehingga permasalahan di lapangan menjadi terakumulasi. Dari aspek produksi masalah yang paling banyak dikeluhkan oleh petani yaitu kurangnya kemampuan penyuluh dalam hal-hal teknis kehutanan misalnya adanya serangan hama dan penyakit yang tiba-tiba menyerang hutan rakyat yang mengakibatkan matinya pohon-pohon, penyuluh kehutanan masih belum sepenuhnya mengetahui teknologi-teknologi terbaru tentang penanganan masalah-masalah teknis yang ada di dalam pengelolaan hutan rakyat. Dari aspek pemilihan jenis tanaman, penyuluh belum sepenuhnya mengetahui tentang teknologi tanaman yang menjadi program baru pemerintah misalnya jabonisasi, sehingga petani merasakan kebingungan disaat implementasi di lapangan. Dari aspek pemanenan, bidang keahlian penyuluh kehutanan tentang pemanenan sangat terbatas. Hal ini dapat dirasakan petani bahwa kegiatan pemanenan pihak yang banyak terlibat hanya petani dan tengkulak saja. Demikian juga untuk bidang pengolahan dan pemasaran hasil hutan rakyat, keahlian penyuluh kehutanan sangat terbatas sehingga petani mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan lanjutan dari aspek produksinya. Persepsi petani hutan rakyat terhadap bidang keahlian yang dimiliki penyuluh memberikan pengaruh bagi peningkatan kinerja petani. Upaya-upaya yang dilakukan oleh penyuluh kehutanan dalam membantu petani dalam pengelolaan hutan rakyat dalam bentuk pembelajaran, mengakibatkan penyuluh dianggap sebagai seorang ahli. Penyuluh kehutanan dijadikan tempat bertanya, dan tempat mencari solusi apabila petani menjumpai masalah dalam mengelola hutan rakyatnya. Hal ini terkait dengan kredibilitas penyuluh kehutanan. Di kalangan petani penyuluh dianggap orang yang memiliki kredibilitas dalam membantu mereka mengelola hutan rakyat. Seseorang dianggap kredibel adalah orang yang dianggap ahli dan dapat dipercaya. Hal ini berdampak pada kinerja mereka dalam mengelola hutan rakyat. Kemampuan penyuluh kehutanan dibidang keahlian yang dibutuhkan masyarakat juga mendorong kinerja petani hutan rakyat dalam pengelolaan hutan rakyat. Hal ini sejalan dengan Fenwick 1994, Lusthaus et al 2002 dan Slamet 2003 menyatakan bahwa, kinerja penyuluh kehutanan merupakan bentuk kualitas sumberdaya manusia penyuluh yang dapat merespons perubahan perilaku petani dilihat dari dimensi ekonomi, dimensi efisien, dimensi efektivitas dan relevansi antara program penyuluhan dengan masalah yang di hadapi petani. Kepemimpinan penyuluh kehutanan Kepemimpinan penyuluh kehutanan menunjukkan kemampuan penyuluh menerapkan gaya kepemimpinan, tingkat kemampuan menerapkan keterampilan memimpin, dan tingkat kemampuan menumbuhkembangkan kelompok tani hutan rakyat. Berdasarkan data penelitian sebanyak 56 persen responden petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis menyatakan bahwa kinerja penyuluh kehutanan dari aspek kepemimpinan sedang, sedangkan di Kabupaten Purworejo sebanyak 60 persen. Berdasarkan hasil uji beda menunjukkan indikator kepemimpinan penyuluh kehutanan berbeda antara di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo. Kepemimpinan penyuluh di Kabupaten Purworejo lebih dapat diterima oleh petani hutan rakyat dibandingkan dengan kepemimpinan penyuluh di Kabupaten Ciamis. Kepemimpinan penyuluh kehutanan yang dipersepsikan petani memberikan kontribusi positif bagi kinerja petani. Semakin tinggi kualitas kepemimpinan penyuluh dipersepsikan petani maka semakin tinggi kinerja petani hutan rakyat. Petani menganggap bahwa penyuluh kehutanan dapat dijadikan panutan bagi mereka, karena adanya penyuluh kehutanan ditengah-tengah mereka sedikit banyak telah membawa perubahan pada pola pengelolaan hutan rakyat mereka. Penyuluh kehutanan dianggap mampu berhubungan cara kerja, cara pikir dan cara hidup petani dalam memajukan usaha mengelola hutan rakyat. Ini merupakan bentuk dari karakter seorang pemimpin yang baik, yaitu mau bekerja untuk dan bersama masyarakat. Kondisi rendah sampai sedang indikator kepemimpinan penyuluh kehutanan dapat dijelaskan bahwa penyuluh kehutanan kurang menerapkan gaya kepemimpinan yang demokratis atau luwes, melainkan masih menerapkan gaya kepemimpinan yang cukup kaku. Selain itu dalam hal pertemuan, tingkat kemampuan penyuluh dalam memimpin masih perlu ditingkatkan, penyuluh kehutanan masih lemah dalam menumbuhkembangkan untuk dinamika kelompok diantara petani hutan rakyat. Hal ini ditandai juga dengan peran yang dimiliki penyuluh baik aspek sebagai pendidik yang dapat meningkatkan aspek afektif, kognitif dan psikomotorik petani hutan rakyat, baik dari aspek teknis, sosial, maupun manajerial sehingga dapat mengelola hutan rakyat dengan baik. Terkait dengan kepemimpinan, Van Den Ban dan Hawkins 1999 bahwa penyuluh berperan membantu petani agar mampu menemukan sendiri pemecahan masalah dan mampu mengambil keputusan sendiri terkait dengan usahataninya. Hal ini sejalan dengan temuan dari Sudjana 2000 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan potensi, membudayakan, dan memanusiakan manusia. Melalui pelaksanaan peran kepemimpinan, penyuluh kehutanan, merangsang, mendorong, membangkitkan semangat, membantu dan memudahkan masyarakat dalam proses-proses pembelajaran sosial, sehingga pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang tepat. Hal ini sejalan dengan teori Lippitt et al 1958 menyatakan bahwa, peran penyuluh adalah sebagai berikut: 1 Mengembangkan kebutuhan untuk melakukan perubahan berencana, 2 Menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan dengan melakukan tindakan dan 3 Memantapkan hubungan dengan masyarakat sasaran dengan mengembangkan azas kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat dalam merencanakan upaya perubahan sesuai dengan tahap-tahap pembangunan pertanian serta mengembangkan pengetahuan dan keahlian sebagai tenaga profesional dalam membangun khalayak sasaran diwilayahnya. Intensitas peran penyuluh kehutanan di lapangan memiliki peran dalam meningkatkan kinerja petani hutan rakyat dalam pengelolaan hutan rakyat. Hal ini sejalan dengan Rogers 1983, keberhasilan penyuluh memiliki kinerja yang baik tergambar dari pelaksanaan rangkaian tugasnya yang mencakup: 1 Kemauan dan kemampuan penyuluh menjalin hubungan secara langsung dengan para tokoh masyarakat, pemuka masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat, 2 Kemauan dan kemampuan penyuluh untuk menjadi perantara sumber-sumber inovasi dengan pemerintahlembaga penyuluhan dan masyarakat petani sasarannya dan 3 Kemauan dan kemampuan penyuluh untuk menyesuaikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan kebutuhan-kebutuhan yang dapat dirasakan oleh pemerintah atau lembaga penyuluhan dan masyarakat sasaran.

4.5.4. Pengaruh Lingkungan Sosial Budaya terhadap Kinerja Petani Hutan

Rakyat Lingkungan sosial budaya merupakan faktor yang berhubungan dengan nilai nilai kehidupan dalam interaksi dengan segenap anggota masyarakat, kelembagaan lokal setempat yang mengatur hubungan manusia dengan manusia. Berdasarkan hasil analisis jalur menunjukkan bahwa variabel lingkungan sosial budaya berpengaruh terhadap kinerja petani hutan rakyat. Di Kabupaten Ciamis variabel ini direfleksikan oleh kepercayaan antar sesama, hubungan sosial, ketaatan terhadap aturan dan kearifan lokal. Di Kabupaten Purworejo direfleksikan oleh kepercayaan antar sesama, ketaatan terhadap aturan dan kearifan lokal. Dalam melengkapi pembahasan dilakukan deskripsi sebaran lingkungan sosial budaya disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Sebaran lingkungan sosial budaya Faktor Indikator Sebaran Kabupaten Ciamis Kabupaten Purworejo n n Kepercayaan antar sesama Rendah 5 5,00 0,00 Sedang 60 60,00 48 96,00 Tinggi 35 35,00 2 4,00 Hubungan sosial Rendah 2 2,00 15 30,00 Sedang 64 64,00 20 40,00 Tinggi 34 34,00 15 30,00 Ketaatan terhadap aturan Rendah 0,00 0,00 Sedang 86 86,00 48 96,00 Tinggi 14 14,00 2 4,00 Kearifan lokal Rendah 84 84,00 10 20,00 Sedang 15 15,00 36 72,00 Tinggi 1 1,00 4 8,00 Kepercayaan antar sesama Kepercayaan antar sesama ditunjukkan dengan tingkat kepercayaan terhadap sesama, norma yang berlaku, tokoh , LSM, pemerintah. Sebanyak 60 persen responden petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis yang menyatakan bahwa kepercayaan antar sesama mendapatkan skor sedang dan 96 persen di Kabupaten Purworejo. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan kepercayaan antar sesama antara petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dan di Kabupaten Purworejo. Hal ini masih berhubungan dengan tingkat kepatuhan petani hutan rakyat di Kabupaten Purworejo lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kepatuhan petani hutan rakyat di Kabupaten Ciamis. Skor sedang indikator kepercayaan antar sesama dijelaskan